Bahasa Sunda Ciamis

variasi regional bahasa Sunda di wilayah Kabupaten Ciamis dan sekitarnya

Bahasa Sunda Ciamis atau dialek Ciamis atau dialek Tenggara adalah sebutan untuk sekumpulan varietas bahasa Sunda yang dituturkan oleh masyarakat di wilayah tenggara Parahyangan Timur, terutama Kabupaten Ciamis,[10][11] Kota Banjar, dan Kabupaten Pangandaran, serta di wilayah barat daya eks-Keresidenan Banyumas seperti Kabupaten Cilacap.[12] Dialek ini merupakan varietas bahasa dan dianggap berada di salah satu sisi kontinum linguistik dengan bentuk standar bahasa Sunda yang didasarkan pada bahasa Sunda di wilayah Parahyangan Tengah yang berada di sisi lainnya, sehingga menyebabkan adanya beberapa variasi leksikon yang berbeda, tetapi secara umum tidak terdapat perbedaan linguistik yang signifikan dengan bahasa Sunda di area Parahyangan Tengah tersebut.

Bahasa Sunda Ciamis
  • ᮘᮞ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ ᮎᮤᮃᮙᮤᮞ᮪
  • Basa Sunda Ciamis
  • Dialek Tenggara
  • Dialek Parahyangan Timur
Senarai kosakata khas yang digunakan di Kabupaten Ciamis
Senarai kosakata khas yang digunakan di Kabupaten Ciamis.[1]
Pengucapan/basa sʊnda t͡ʃiʔamɪs/
Dituturkan diIndonesia
Wilayah
EtnisSunda
Banyumasan
Penutur
~1.800.000 (2020)[4][5][6][a]
Lihat sumber templat}}
Beberapa pesan mungkin terpotong pada perangkat mobile, apabila hal tersebut terjadi, silakan kunjungi halaman ini
Klasifikasi bahasa ini dimunculkan secara otomatis dalam rangka penyeragaman padanan, beberapa parameter telah ditanggalkan dan digantikam oleh templat.
  • Austronesia Lihat butir Wikidata
    • Melayu-Polinesia Lihat butir Wikidata
      • Melayu-Sumbawa atau Kalimantan Utara Raya (diperdebatkan)
Bentuk awal
Alfabet Latin & Aksara Sunda Baku
Kode bahasa
ISO 639-3
Glottologciam1234
Linguasfer31-MFN-ag
Informasi penggunaan templat
Status pemertahanan
Terancam

CRSingkatan dari Critically endangered (Terancam Kritis)
SESingkatan dari Severely endangered (Terancam berat)
DESingkatan dari Devinitely endangered (Terancam)
VUSingkatan dari Vulnerable (Rentan)
Aman

NESingkatan dari Not Endangered (Tidak terancam)
ICHEL Red Book: Not Endangered

Sunda Ciamis diklasifikasikan sebagai bahasa aman ataupun tidak terancam (NE) pada Atlas Bahasa-Bahasa di Dunia yang Terancam Kepunahan

Referensi: [7][8]

Lokasi penuturan
alt= Area tempat dituturkannya bahasa Sunda Ciamis secara mayoritas Area tempat dituturkannya bahasa Sunda Ciamis secara minoritas
Area bahasa Sunda Ciamis mendominasi
Area bahasa Sunda Ciamis kurang mendominasi
Artikel ini mengandung simbol fonetik IPA. Tanpa bantuan render yang baik, Anda akan melihat tanda tanya, kotak, atau simbol lain, bukan karakter Unicode. Untuk pengenalan mengenai simbol IPA, lihat Bantuan:IPA.
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat

Perbendaharaan kata dalam bahasa Sunda Ciamis yang beberapa di antaranya tergolong divergen salah satunya diakibatkan oleh adanya keragaman kebahasaan di daerah Ciamis yang hal ini sebagai konsekuensi oleh letak geografis Kabupaten Ciamis yang dikelilingi oleh kabupaten-kabupaten dan daerah lain yang secara kebahasaan dianggap berbeda, di sebelah barat laut, timur laut, barat daya keadaan geografisnya bergunung-gunung, kemudian dataran rendah berupa rawa di sebelah timur (tengah dan selatan), keadaan jalan raya yang membelah dan membuka Ciamis ke barat ke Tasikmalaya, serta ke timur ke perbatasan provinsi.[10]

Pengantar

sunting

Gambaran umum

sunting
 
Sampul buku Geografi Dialek Bahasa Sunda di Kabupaten Ciamis

Secara geografis, Kabupaten Ciamis (juga mencakup Kota Banjar & Kabupaten Pangandaran) dikelilingi oleh kabupaten-kabupaten yang memiliki ciri pemakaian bahasa yang berbeda-beda. Kabupaten Tasikmalaya di sebelah barat dianggap sebagai peralihan bahasa Sunda dialek Parahyangan. Kabupaten Majalengka dan Kuningan di sebelah utara dianggap sebagai daerah dialek bahasa Sunda yang berbeda dengan bahasa Sunda dialek Priangan yaitu bahasa Sunda Majalengka dan bahasa Sunda Kuningan. Area di sebelah timur yang merupakan provinsi lain adalah daerah penuturan bahasa lain yang bukan bahasa Sunda. Kondisi geografis yang seperti inilah yang memunculkan dugaan adanya pengaruh terhadap pemakaian bahasa Sunda di Kabupaten Ciamis.[13] Kondisi kependudukan yang ada di Kabupaten Ciamis juga menunjukkan kompleksitas yang tinggi, sehingga dengan kenyataan tersebut menegaskan kembali adanya kemungkinan persinggungan dua buah bahasa atau lebih, kemudian melahirkan keadaan yang apabila dipandang dari sisi sosiokultural dan lingual juga menjadi semakin kompleks.[14]

Ciamis sebagai suatu kesatuan geografis juga kemungkinan memperlihatkan kekhasan pemakaian bahasa tertentu sehingga sering terdengar orang awam di kalangan masyarakat Sunda menyebut ada yang disebut "bahasa Sunda dialek Ciamis".[c][13][10] Bila dikaji lebih lanjut, bahasa Sunda dialek di daerah Kabupaten Ciamis juga memiliki berbagai persebaran variasi linguistik berupa sub-dialek yang dapat dijabarkan mulai dari sub-dialek bahasa Sunda Ciamis Timur-Tengah, sub-dialek bahasa Sunda Ciamis Barat, dan sub-dialek bahasa Sunda Ciamis Tenggara.[15] Pola bahasa seperti itu berkaitan dengan adanya pemaknaan istilah-istilah juga ciri khas logat yang membuatnya berbeda dengan bahasa Sunda pada umumnya di tempat lain.[11]

Artikel ini akan menjelaskan pemerian bahasa Sunda Ciamis yang menyangkut dengan hal-hal seperti, bunyi-bunyi bahasa, pemakaian unsur-unsur khas, variasi kebahasaan yang terikat dengan kewilayahan, pengaruh dari bahasa asing, dan beberapa gejala bahasa lainnya.[13]

Sisi historis

sunting
 
Prasasti Kawali I dan bagian-bagiannya.

Berdasarkan sisi kesejarahannya, kemunculan bahasa Sunda—terutama dalam ragam tulis—di Kabupaten Ciamis dimulai dengan adanya beberapa buah prasasti yang menggunakan bahasa Sunda Kuno dan aksara Sunda Kuno,[16][17] beberapa di antaranya adalah sekumpulan Prasasti Kawali yang berjumlah sebanyak enam buah prasasti dan diperkirakan berasal dari abad ke-14—angka tahun pembuatan prasasti ini tidak tertulis secara spesifik, tetapi dapat diperkirakan melalui nama raja yang disebutkan sedang memerintah pada waktu itu yaitu Prabu Raja Wastu (Niskala Wastu Kancana)[18], kini prasasti tersebut berada di situs Astana Gede, Desa Kawali, Kecamatan Kawali.[19] Prasasti ini ditulis di atas batu alam dengan berbagai posisi dan menggunakan varian aksara Sunda Kuno yang khusus ditemukan di daerah Kawali tersebut. Adapun bila ditilik secara keseluruhan, prasasti-prasasti di Kabupaten Ciamis sendiri berasal dari abad ke-12 sampai abad ke-16, tetapi beberapa di antaranya tidak menggunakan bahasa Sunda.[20][21]

Kemunculan prasasti di Kabupaten Ciamis tersebut secara umum menunjukkan adanya perkembangan budaya tulis di antara masyarakat Sunda, terutama yang berasal dari masa pemerintahan raja-raja yang memerintah di Kerajaan Sunda yang terkadang berpusat di Pajajaran maupun di Kawali.[22][23] Sehingga dengan demikian, wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu tempat penting dalam hal kebudayaan termasuk bahasa dan kondisi kemasyarakatan yang sudah berlangsung sejak lama, hal ini juga didukung dengan adanya beberapa tinggalan arkeologis lainnya.[23]

Kondisi masa kini

sunting
 
Perubahan ultima (bunyi suku kata terakhir) salah satu leksikon khas Ciamis yang boleh jadi merupakan pengaruh dari bahasa Binan, salah satu bahasa slang yang menjamur di era 80-an. Hal ini sebagai tanda akan adanya perkembangan pada bahasa Sunda Ciamis yang mengikuti perubahan zaman.

Pemertahanan penggunaan bahasa Sunda di era modern merupakan salah satu sikap berbahasa yang di dalamnya terdapat peranan para penuturnya dari berbagai generasi, termasuk di sini ialah pemertahanan yang dilakukan oleh generasi milenial di Kabupaten Ciamis, menurut penelitian yang dilakukan oleh Wagiati, Darmayanti & Zein (2022), pemertahanan tersebut bisa dikategorikan baik.[24] Hal ini tidak terlepas dari penggunaan bahasa Sunda di Ciamis pada berbagai bidang atau ranah. Hampir semua ranah komunikasi memiliki intensitas penggunaan bahasa Sunda yang bervariasi, beberapa di antaranya pada ranah kekeluargaan, ketetanggaan, dan kekariban, ketiga ranah tersebut memiliki tingkat kedekatan yang tinggi, sehingga wajar apabila intensitas pemertahanan bahasa Sunda juga cukup tinggi. Sementara itu, pada ranah transaksi dan kehidupan bersosial lainnya seperti pendidikan dan pemerintahan, bahasa Sunda terindikasi jarang dipakai sebagai alat komunikasi, hal ini diakibatkan oleh faktor ketidaktahuan seorang penutur dengan petutur yang tidak mengenal secara personal karena perbedaan latar belakang ketika hendak menentukan bahasa apa yang akan digunakan untuk berkomunikasi, jika kedua belah pihak sudah mengetahui latar belakang masing-masing, misalnya sama-sama berlatar belakang berbahasa Sunda, maka yang akan dipakai tentunya adalah bahasa Sunda. Namun bila belum diketahui, maka bahasa Indonesia menjadi opsi terbaik.[25]

Bila pada bagian di atas sudah diketahui bagaimana situasi penggunaan bahasa Sunda pada ranah kekeluargaan, ketetanggaan, kekariban, dan juga transaksi, maka pada ranah pendidikan dan pemerintahan merupakan hal yang lain lagi. Dari sisi politis, bahasa Sunda adalah bahasa daerah, sedangkan bahasa Indonesia adalah bahasa nasional, maka posisi bahasa Indonesia secara formal ditetapkan menjadi bahasa pengantar yang memiliki prestise dalam dunia pemerintahan dan pendidikan, sedangkan eksistensi bahasa Sunda pada kedua ranah tersebut mengalami tekanan dan posisinya tergeser karena adanya politisasi bahasa tadi.[25]

Faktor-faktor lain yang cukup mempengaruhi pemertahanan bahasa Sunda di Kabupaten Ciamis ialah akibat kebijakan yang dijalankan pada masa Orde Baru yang kurang menghargai keberadaan bahasa daerah sehingga bahasa Sunda kurang mendapat ruang dalam kurikulum, spesifiknya dengan kurangnya pelajaran muatan lokal bahasa Sunda. Berikut adalah tabel yang menunjukkan bagaimana situasi penggunaan bahasa Sunda oleh kaum milenial di Kabupaten Ciamis dari keenam ranah yang sudah dibahas sebelumnya dengan menggunakan rata-rata berskala 0-20 dengan ketentuan skor 20=selalu, 10=kadang-kadang, dan 0=tidak pernah.[25]

Tabel penggunaan bahasa Sunda di Kabupaten Ciamis[25]
Nomor Ranah komunikasi Rata-rata
1 Kekeluargaan 16,11
2 Kekariban 15,33
3 Ketetanggaan 15,25
4 Transaksi 5,80
5 Pendidikan 5,50
6 Pemerintahan 7,33

Dari tabel di atas, bahasa Sunda relatif masih sering digunakan terutama dalam ranah kekeluargaan.[26] Bahasa Sunda di Kabupaten Ciamis menjadi bahasa pertama bagi mayoritas masyarakat sehingga mempengaruhi kekuatan pemertahanan, hal ini juga didorong oleh pengajaran bahasa Sunda di lingkungan keluarga yang diwariskan dari generasi ke generasi oleh orangtua kepada anak-anaknya. Anak-anak yang diajarkan bahasa Sunda juga merasa bahwa komunikasi dengan bahasa Sunda cukup menarik dan mudah dipahami.[27]

Klasifikasi

sunting
 
Beberapa skema pengklasifikasian dan penentuan posisi dialek Ciamis (bercetak tebal) bersanding dengan dialek-dialek bahasa Sunda lainnya.

Seperti halnya dialek-dialek bahasa Sunda lainnya, bahasa Sunda Ciamis juga berada pada posisi tertentu dalam keseluruhan pengelompokan varian bahasa Sunda. Beberapa klasifikasi tersebut mempunyai skema yang berbeda-beda tergantung sumber referensi mana yang digunakan atau berdasarkan pendapat ahli yang berlainan. Contohnya, berdasarkan klasifikasi dari Glottolog 4.8, sebuah web yang menjadi pangkalan data bibliografi daring untuk pengklasifikasian bahasa-bahasa di seluruh dunia, bahasa Sunda Ciamis (dalam hal ini disebut sebagai dialek Ciamis) berada pada rumpun dialek Priangan yang juga memayungi empat dialek lainnya.[9] Sementara itu, berdasarkan rujukan dari salah seorang ahli bahasa asal Jerman Bernd Nothofer, bahasa Sunda dibagi menjadi enam dialek, termasuk dialek Ciamis di dalamnya yang juga disebut sebagai dialek Tenggara.

Bila melihat dari hasil penelitian Wahya (2002) mengenai usahanya dalam mengkaji unsur relik bahasa Sunda, ia membuat senarai mengenai perbandingan antar dialek bahasa Sunda, yang mencakup bahasa Sunda Banten, Bogor, Bekasi, Ciamis, Cirebon, dan Brebes, bahasa Sunda Ciamis ditempatkan langsung di bawah bahasa Sunda secara umum.[28] Namun, pada pengelompokkan dalam situs Observatorium Linguasfer, bahasa Sunda ditempatkan bersama bahasa Badui dalam sebuah rumpun bahasa yang diberi nama rumpun bahasa Sunda-Badui, posisi dialek Ciamis sendiri berada dalam bahasa Sunda dan disebut dengan nama ID sebagai 31-MFN-ag Sunda-SE, yang merujuk pada Southeast Sundanese alias bahasa Sunda dialek Tenggara.[29]

Penggunaan

sunting

Wilayah kebahasaan

sunting
 
Peta wilayah penggunaan bahasa di Kabupaten Ciamis.[30]

Secara administratif, Kabupaten Ciamis berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah di sebelah timur. Wilayah penggunaan bahasa Sunda selain di Kabupaten Ciamis, juga digunakan di wilayah Kabupaten Cilacap terutama di perbatasan Ciamis bagian timur sebelah utara yang bentuk wilayah penggunaannya menjorok ke dalam wilayah kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Cilacap (utamanya di Dayeuhluhur, Wanareja, Majenang, Cimanggu, dan Karangpucung).[31][32]

Lingkup penggunaan

sunting

Bahasa Sunda Ciamis digunakan di berbagai hal dan dalam berbagai keadaan, misalnya, di rumah, di sekolah, di masyarakat, dalam korespondensi, dan dalam media massa. Penggunaan di rumah dapat terjadi antara pembicaraan seorang anak dengan ayah, ibu, sanak saudara, famili lain, dan pramuwismanya. Penggunaan di sekolah antara lain meliputi bahasa pengantar, pergaulan antar peserta didik, antarguru, dan antar guru dan peserta didik. Penggunaan di masyarakat berlangsung dengan tetangga, kelompok etnik, berlangsung di masjid atau gereja, dalam pekerjaan, dan dalam hiburan. Penggunaan dalam korespondensi berlangsung dalam surat menyurat, baik resmi maupun pribadi. Penggunaan dalam media massa antara lain terjadi melalui radio, televisi, bioskop, rekaman, surat kabar, majalah, buku, dan pidato.[33]

Status bahasa

sunting

Menurut para penuturnya, bahasa Sunda Ciamis adalah bahasa baku karena dianggap memiliki pembakuan, otonomi, kesejarahan, dan vitalitasnya tersendiri, selain itu, para penuturnya menganggap bahwa bahasa Sunda mempunyai status yang tidak rendah. Seperti yang dibuktikan dengan penggunaan bahasa Sunda di Kabupaten Ciamis yang cukup intensif.[34]

Peranan bahasa

sunting

Sesuai dengan kedudukannya, bahasa Sunda Ciamis berperan sebagai bahasa daerah dan dianggap penting sekali hubungannya dengan fungsi bahasa Indonesia. Dalam berbagai situasi dan kepentingan, bahasa Sunda Ciamis selalu disesuaikan. Menurut pengamatan yang telah dilakukan, bahasa Sunda Ciamis dianggap sangat penting oleh para penuturnya, di samping bahasa Indonesia yang juga mempunyai peranan yang sama pentingnya dalam kehidupan para penutur tersebut.[35][36]

Tradisi sastra

sunting
 
Pantun berbahasa Sunda Ciamis

Bahasa Sunda Ciamis digunakan dalam berbagai bentuk karya sastra, baik itu berupa sastra lisan, maupun sastra tulisan. Penggunaannya dapat dilihat dalam beberapa buah cerita rakyat yang diungkapkan menggunakan bahasa Sunda Ciamis.[37]

Contoh tokoh sastra yang kerap mempergunakan bahasa Sunda Ciamis dalam karya-karyanya adalah Ahmad Bakri, yang merupakan seorang sastrawan dari daerah Rancah, Ciamis.[38][39] Beberapa karya-karyanya dapat dilihat di Google Books seperti contohnya, Cécéndét Mandé Kiara, Jaman Cacing Dua Saduit, dan Cobék Belut. Tokoh lainnya seperti Godi Suwarna yang berasal dari Tasikmalaya dan menetap di Ciamis juga melakukan hal yang sama seperti dalam novel karangannya yang berjudul Sandékala.

Budaya populer

sunting

Dalam budaya populer, kosakata bahasa Sunda Ciamis sering diselipkan dalam beberapa konten YouTube buatan beberapa YouTuber seperti pada kanal Apil yang kerap melakukan penyulihan suara dari video berbahasa asing ke dalam bahasa Sunda, juga ada kanal Tukang Baceo yang sering membuat versi kover lagu-lagu terkenal dalam bahasa Sunda.

Galeri

sunting

Di bawah ini adalah beberapa contoh pantun dalam bahasa Sunda yang dibumbui dengan leksikon-leksikon khas dialek Ciamis dengan berbagai macam tema.

Pantun-pantun berbahasa Sunda Ciamis dalam poster digital

Fonologi

sunting
 
Tabel fonologi untuk bahasa Sunda Ciamis.

Fonologi yang ditemukan pada bahasa Sunda Ciamis tidak menunjukkan adanya perbedaan dengan fonologi bahasa Sunda standar. Deskripsi di bawah mengacu pada keterangan oleh Prawiraatmaja et al. (1979).

Konsonan

sunting
Konsonan[40]
Cara Ucapan Dasar Ucapan
Bibir Ujung Lidah Daun Lidah Punggung Lidah Anak Tekak
Letus Tak bersuara p t c k
Bersuara b d j ɡ
Geser Tak bersuara s h
Bersuara
Nasal m n n ŋ
Sampingan l
Getar r
Luncuran w y
Vokal[40]
Depan Tengah Belakang
Tinggi i u
ɤ
Sedang ə
Agak Rendah ɛ ɔ
Rendah a

Macam dan distribusi fonem

sunting
 
Salah satu leksikon khas bahasa Sunda Ciamis kanjat yang dapat dibaca dengan dua pelafalan.

Bagan di bawah ini menunjukkan macam dan fonem bahasa Sunda Ciamis.[41]

Distribusinya adalah sebagai berikut:
/p/: Konsonan tak bersuara, bibir, letus[42]
Misalnya:
patimuʔ : bertemu
ʔampah : rata
ʔrɛpʡ : habis
/b/: Konsonan bersuara, bibir, letus[42]
Misalnya:
bəŋkokʡ : sawah/tanah inventaris desa
gɔbagʡ : permainan anak-anak
ragabʡ : 1. gembira

2. canggung

/m/: Konsonan bibir, sengau[42]
Misalnya:
mɛmɛnɛran : berpacaran
kasumpɔnan : terpenuhi
kulicəm : muka masam
/w/: Konsonan bibir, luncuran[42]
Misalnya:
wadɛh : kurang pantas
hɛwaʔ : kurang pantas
ciŋcauw : cincau
/t/: Konsonan tak bersuara, ujung lidah, letus[42]
Misalnya:
tuguʔ : keluarga
talitian : arisan
badaratʡ : 1. jalan kaki

2. berburu babi

/d/: Konsonan bersuara, ujung lidah, letus[42]
Misalnya:
danas : nanas
cɛdol : gurau
ŋelodʡ : memutar
/s/: Konsonan tak bersuara, ujung lidah, geseran[42]
Misalnya:
sɛdol : tidak berhati-hati
kɔsaraʔ : tambang besar
nərpas : menerobos, memintas
/l/: Konsonan ujung lidah, sampingan[43]
Misalnya:
ligar : mekar
lələtʡ : berputar dengan cepat
[kɔdɔl] : tumpul
/r/: Konsonan ujung lidah, getar[43]
Misalnya:
rɔrɔs : (kata umpatan)
gɔrɔl : arisan pekerjaan
lilingir : tepi, sisi
/c/: Konsonan tak bersuara, daun lidah, letus[43]
Misalnya:
cɔdɛr : jahil
cɔcɔh : kata umpatan
/j/: Konsonan bersuara, daun lidah, letus[43]
Misalnya:
jahatʡ : 1. boros

2. jahat

titələjɔgʡ : terantuk
/ɳ/: Konsonan daun lidah, sengau[43]
Misalnya:
ɳasapʡ : persiapan berladang
babaɳɔn : mencuci tangan
/y/: Konsonan daun lidah, luncuran[43]
Misalnya:
yapʡ : mari ke sini
dayaŋ : wanita tuna susila
dɤy : 1. pemanja (bagi anak laki-laki)

2. sebutan (bagi orang yang lebih muda)

/k/: Konsonan tak bersuara, punggung lidah, letus[43]
Misalnya:
kalagian : tidak seperti biasanya
kɔwakan : cerukan air (di sawah atau di sungai)
bəsəŋɛkʡ : lodeh cabai
/g/: Konsonan bersuara, punggung lidah, letus[44]
Misalnya:
gambuh : dalang
digalɔkʡ : dicampur
ɳəntɔgʡ : 'itik manila'
/n/: konsonan punggung lidah, sengau[45]
Misalnya:
ŋalɔŋ : bertandang
ŋankriŋ : taluan lesung (waktu hendak selamatan)
ŋɔbɛŋ : menangkap ikan hanya dengan tangan
/h/: konsonan tak bersuara, anak tekak, geseran[45]
Misalnya:
hagɤy : ya
mahprahan : memberitahukan pertemuan
lɛmpɛh : reda
/i/: vokal depan, agak tinggi, tak bundar[45]
Misalnya:
ʔicakan : petak sawah kecil
bəlikan : cepat tersinggung
cipatiʔ : santan
/ɛ/: vokal depan, agak rendah, tak bundar[45]
Misalnya:
ʔɛtɛh : 'panggilan (untuk wanita yang lebih tua)'
bɛŋkoŋ : dukun sunat
gulɛʔ : gulai
/a/: vokal tengah, rendah, tak bundar[45]
Misalnya:
ʔamriŋ : habis
sanaɔn : berapa
muharaʔ : muara
/ə/: vokal tengah, sedang, tak bundar[45]
Misalnya:
ʔəndiʔ : mana
budəgʡ : tuli
/ɤ/: vokal belakang, tinggi, bundar[46]
Misalnya:
ʔɤcɤʔ : sebutan (untuk wanita yang lebih tua)
sɤsɤrian : tertawa-tawa
: mari ke sini
/ɔ/: vokal belakang, agak rendah, bundar[47]
Misalnya:
ʔɔgɔʔ : manja
ŋɔbɔs : berbincang-bincang
ŋalɛkoʔ : berliku-liku
/u/: vokal belakang, tinggi, bundar[47]
Misalnya:
ʔusumŋijih : musim hujan
ŋulucur : memancar
ləduʔ : malas

Catatan

sunting
  • Konsonan letus pada posisi akhir tidak dilepas.[47]
  • Konsonan /c/, /j/, sengau /ɳ/, serta vokal /ə/ tidak terdapat pada posisi akhir.[47]
  • Konsonan /k/ pada posisi akhir diucapkan jelas, tidak dilepas dan tidak berupa hamzah (glotal).[47]
  • Bunyi hamzah /ʔ/ pada awal kata yang dimulai dengan vokal, pada tengah kata di antara dua vokal yang sejenis, dan pada akhir kata dengan suku terbuka tidak bersifat fonemis.[47]

Gugus konsonan

sunting

Gugus konsonan yang dimiliki oleh bahasa Sunda Ciamis berupa konsonan letus yang diikuti oleh /r/, /l/, atau /y/, dan konsonan /s/ yang diikuti /r/ atau /l/. Di bawah ini dijabarkan beberapa contohnya[48]

pr : ʔamprok : berjumpa
pl : caplakʡ : alat pertanian
py : ampyaŋ : (panganan)
br : dɔbrah : bobol
bl : ʔɔblɔkʡ : sejenis bakul
by : ʔubyagʡ : umum
tr : kɔntraŋ : sejenis keranjang
dr : balɛndraŋ : sayur sisa
kr : ŋankriŋ : taluan lesung (waktu hendak selamatan)
kl : klandiŋan : petai cina
gr : jagragʡ : tersedia
gl : səglɔŋ : telan
cr : kancraʔ : ikan mas
cl : clɔbɛkan : petak sawah kecil
jr : gajrugʡ : gapai
jl : gajləŋ : lompat
sr : sraŋɛŋɛʔ : matahari

Kontras konsonan dan vokal

sunting

Dalam wilayah ucapan dicurigai adanya beberapa kontras konsonan dan vokal yang di antaranya:[49]

/p : t/ paraʔ : taraʔ : langit-langit : tak pernah
/c : k/ dicanduŋ : dikanduŋ : dimadu : dikandung
/b : d/ bukaʔ : dukaʔ : buka : tidak tahu
/j : g/ jəroʔ : gəroʔ : dalam : panggil
/s : h/ panas : panah : panas : panah
/m : n/ manah : nanah : hati : nanah
/l : r/ lanjaŋ : ranjaŋ : gadis : tempat tidur
/w : y/ ʔawi : ʔayi : bambu : adik
/i : u/ ʔirit : ʔirut : hemat : tarik
/ɤ : u/ tɤtɤp : tutup : tatap : tutup
/ɛ : ə/ sɛrah : sərah : bulir padi : serah
/a : ɔ/ jagaʔ : jagoʔ : kelak : jago

Unsur-unsur khas

sunting

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Prawiraatmaja, Suriamiharja & Hidayat dalam buku Geografi Dialek Bahasa Sunda di Kabupaten Ciamis (1979), ditemukan adanya unsur-unsur yang khas dipergunakan di wilayah Kabupaten Ciamis, juga di dalam buku Kamus Basa Sunda (2006) karya R.A. Danadibrata, tercatat beberapa entri yang memuat kosakata khas yang digunakan di wilayah Ciamis,[50] unsur-unsur tersebut dijabarkan di bawah ini.[51][52][53]

Unsur leksikal

sunting
No. Leksikon Glos Ref. No. Leksikon Glos Ref. No. Leksikon Glos Ref. No. Leksikon Glos Ref.
1 amring habis [54] 11 karari daun kelapa kering [55] 21 kosi pernah [56] 31 mantak kalau-kalau [57]
2 ligar mekar [58] 12 corabi serabi [59] 22 tugu keluarga [60] 32 kalagian tumben [55]
3 mantang ubi jalar [61] 13 bagedor pohon pisang [62] 23 lalangko alat pemikul [63] 33 sanaon berapa [64]
4 becis dingin [65] 14 géndot genjer [66] 24 kancra ikan mas [67] 34 kodol tumpul [68]
5 garit/garitan alat pertanian [69] 15 jahat boros [70] 25 amil lebai [71] 35 bagbagan tempat

mencuci di pinggir kolam

[72]
6 bedan jelek [65] 16 janggél (panganan) [73] 26 gembip tembam [74] 36 belis setan [75]
7 cipati santan [76] 17 tukang kemasan tukang mas [77] 27 hageuy ya [78] 37 béngkong dukun sunat [79]
8 pané dulang [80] 18 usuk kaso-kaso [80] 28 nyéréd menarik dari depan [81] 38 gandul pepaya [82]
9 gobag (permainan anak-anak) [83] 19 kuwu kepala desa [84] 29 padasan tempat wudu [85] 39 cuang (mari) kita [86]
10 danas nanas [87] 20 golongan kepala kampung [88] 30 roros (kata umpatan) [89] 40 ogén juga [90]
 
Frasa teu kosi (tak perlu) yang dibentuk dari perubahan fonologis dan semantik kosi dengan pemarkah negasi teu (tidak).

Selain unsur-unsur leksikal yang dihasilkan oleh inovasi internal maupun eksternal seperti pada tabel di atas, ada pula kosakata yang terdapat dalam kedua dialek (Sunda Priangan & Sunda Ciamis), tetapi memiliki makna yang berbeda, seperti contohnya isukan dalam dialek Priangan bermakna "besok", sementara dalam dialek Ciamis bermakna "kapan-kapan", "besok" sendiri dalam bahasa Sunda Ciamis adalah isuk, contoh lainnya adalah ngaruy yang dalam dialek Ciamis bermakna "gerimis", sementara dalam dialek Priangan bermakna "mengeluarkan air liur yang tak terbendung karena berhasrat ingin menghabiskan makanan".[91][92] Beberapa partikel juga khas digunakan di wilayah Ciamis, seperti beu 'berikanlah padaku' dan jih 'ih'.

Unsur morfologis

sunting

Unsur khas yang ditemukan dalam tataran leksikal di antaranya yaitu:[91]

  1. pak- (awalan), sebuah morfem sintaktik[93][d]

Unsur morfosintaksis

sunting
  1. ka-(A)/sing ka-(A) = sing (A) dalam bahasa Sunda Standar.[94]

Variasi kebahasaan

sunting

Berdasarkan daerah kebahasaannya, kekhasan bahasa Sunda Ciamis juga dapat dibagi lagi ke dalam beberapa sub-wilayah, seperti daerah utara dan daerah selatan. Perbandingan kekhasan daerah utara dan selatan tersebut dapat dijabarkan di bawah ini.[95]

No. Utara Selatan Ref. Glos No. Utara Selatan Ref. Glos No. Utara Selatan Ref. Glos
1 énéng gudél [96] anak kerbau 9 jango angkatan [97] tangkai sejenis

alat penangkap ikan

17 léngké langko/lalangko [63] alat pemikul
2 anak sapi gudél [98] anak sapi 10 galah gobag [83] permainan

anak-anak

18 muhara muara [99] muara
3 papangé bangbarung

babancik

[100] kayu bagian

pintu yang terlangkahi

11 bagedor gebog

gedebong

gedebog

[62] pohon pisang 19 oblok tolombon leutik [101] sejenis bakul
4 warang bésan [102] besan 12 janggél ganyél

baganyél

jalén

[73] panganan 20 raginang rangginang [103] panganan
5 (ka)lungguh(an) bengkok [104] sawah/tanah

inventaris desa

13 kacang

banten

kacang

manila

[105] kacang tanah 21 sangu poé sangu wadang [106] nasi sisa
6 cingcau camcau [107] cincau 14 lurah/rurah golongan [88] kepala kampung 22 sorabi surabi [59] serabi
7 cipatri cipatri [108] santan 15 icakan kotakan [109] petak sawah kecil 23
8 ganong derep [110] menuai 16 kungsi kosi [56] pernah 24

Variasi di daerah pesisir

sunting

Di daerah pesisir seperti Pangandaran, bahasa Sunda memiliki beberapa variasi lagi yang berkenaan dengan lafal, bentuk kata, dan arti. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Afsari & Muhtadin (2019) dalam jurnal kebahasaan Pustaka,[111] ditemukan adanya perbedaan fonologis, perbedaan morfologis, perbedaan semantis, dan perbedaan onomasiologis, seperti yang dijabarkan di bawah ini.[112][113][114]

Perbedaan fonologis Perbedaan morfologis Perbedaan semantis Perbedaan onosmasiologis
Variasi

bahasa

Bentuk

Standar

Glos Variasi

bahasa

Bentuk

Standar

Glos Variasi

bahasa

Bentuk

Standar

Glos Variasi

bahasa

Bentuk

Standar

Glos
cucun turun turun koh ongkoh (kata penujuk) kanjat meujeuhna cukup atau pas (sesuai) siram mandi mandi
uhun muhun iya curugan curug air terjun kunir konéng kunyit tangkar tulang sapi tulang sapi[e]
miando mindo menambah nasi harah har (interjeksi) balandongan panggung panggung pertunjukan
baé waé lagi, saja samarukeun sarukeun disamakan mendi mana mana

Begitu pula dengan hasil penelitian Widyastuti (2017) dalam jurnal bahasa sastra dan budaya Lokabasa,[115] ditemukan bermacam-macam istilah pemakaian bahasa Sunda di wilayah Sidamulih, Pangandaran yang berbeda dengan bahasa Sunda baku,[116] berkenaan dengan istilah keturunan,[117] kata ganti,[117] bagian rumah,[118] peralatan,[118] makanan dan minuman,[118] penyakit,[118] pekerjaan,[118] tumbuhan dan buah-buahan,[118] hewan,[119] sifat-sifat manusia,[119] musim dan keadaan alam,[119] serta istilah kehidupan desa dan masyarakat.[119] Ditemukan pula adanya perbedaan fonetik,[120] semantis,[121] onosmasiologis,[122] dan semasiologis.[123]

Gejala bahasa lainnya

sunting

Adanya gejala-gejala dalam bahasa Sunda Ciamis menimbulkan perbedaan bunyi yang menciptakan variasi berupa sinonoim atau kata-kata yang maknanya sama tetapi bunyinya berbeda. Gejala-gejala tersebut dijabarkan di bawah ini.[124]

Variasi bunyi

sunting
 
Variasi kosakata untuk menyatakan konsep "tumpul" di wilayah Ciamis
  1. ɤ dan e : lɤpɤt dan lepetʡ 'sejenis lontong'[125]
  2. a dan ɔ : dɔbrah dan dɔbroh 'bobol'[125]
  3. ɛ dan ɔ : cɛlɛbɛkan dan cɔlɔbɛkan 'petakan sawah kecil'[125]
  4. a dan ə : diharəbʡ dan dihərəbʡ 'diiris'[125]
  5. u dan ɔ : kusi dan kɔsi 'pernah'[125]
  6. a dan i : kalikibən dan kilikibən 'sakit perut setelah makan'[125]
  7. a dan ɛ : gandonɤn dan gɛndonɤn gondok'[125]
  8. i dan ɛ : niniʔ dan nɛnɛʔ 'nenek'[125]
  9. i dan ɔ : ʔəniŋ dan ʔənɔŋ 'sebutan untuk perempuan'[125]
  10. i dan ə : patimuʔ dan patemuʔ 'bertemu'[125]

Konsonan

sunting
  1. h dan k : digalɔh dan digalɔk 'dicampur'[125]
  2. g dan h : gədəbɔgʡ dan gədəbɔŋ 'pohon pisang'[125]
  3. g dan r : gədəbɔgʡ dan gədəbɔr 'pohon pisang'[125]
  4. ŋ dan r : gədəbɔŋ dan gədəbɔr 'pohon pisang'[125]
  5. b dan p : cɛlɛbɛkan dan cɛlɛpɛkan 'petakan sawah kecil'[125]
  6. c dan s : kacumpɔnan dan kasumpɔnan 'terpenuhi'[125]
  7. d dan g : danas dan ganas 'nanas'[125]
  8. l dan h : gaɳɔl dan gaɳɔh 'sejenis ubi'[125]
  9. l dan b : gudɛl dan gudɛbʡ 'anak kerbau'[125]
  10. p dan t : lɛspar dan lɛstar 'datar'[125]
  11. b dan g : bəncɔy dan gəncɔy 'sejenis kepundung'[125]
  12. t dan d : bɛtan dan bɛdan 'jelek'[125]
  13. ŋ dan n : taluŋtas dan taluntas 'beluntas'[125]
  14. n dan r : risban dan risbar 'bakau'[125]
  15. w dan t : waluntas dan taluntas 'beluntas'[125]
  16. w dan b : wakul dan bakul 'dicampur'[125]

Penggugusan

sunting
  1. pontan → pɔntran 'tempat membawa makanan'[126]
  2. cɔlɔbɛkan → clɔbɛkan 'petakan sawah kecil'[126]
  3. cipatiʔ → cipatriʔ 'santan'[126]

Penghilangan fonem di awal

sunting
  1. ŋaran → ʔaran 'nama'[126]
  2. tɛtɛh → ʔɛtɛh 'sebutan untuk wanita yang lebih tua[126]
  3. bibi → ʔibi 'bibi'[126]

Penghilangan fonem di tengah

sunting
  1. buhayaʔ → buayaʔ 'buaya'[126]
  2. muharaʔ → muaraʔ 'muara'[126]
  3. titiŋkuhɤn → titiŋkuɤn 'sejenis penyakit'[126]

Penghilangan fonem di akhir

sunting
  1. saladah → saladaʔ 'selada'[126]
  2. ganɔl → ganɔʔ 'sejenis ubi'[126]

Penambahan fonem di awal

sunting
  1. bal → ʔəbal 'bola'[126]
  2. bel → ʔəbel 'sejenis kapak'[126]
  3. wɔŋ → ʔəwɔŋ 'orang'[126]

Penambahan fonem di tengah

sunting
  1. mutuʔ → muntuʔ 'muntu'[126]
  2. matakʡ → mantakʡ 'kalau-kalau'[126]
  3. gəbɔgʡ → gədəbɔgʡ 'pohon pisang'[126]

Penambahan unsur ka di awal

sunting
  1. mɛntɛŋ → kamɛntɛŋ '(sejenis) dukuh'[f][126]

Penambahan unsur ra di awal

sunting
  1. mɛntɛŋ → ramɛntɛŋ '(sejenis) dukuh'[126]

Penggabungan

sunting
  1. saladah aɛr → saladaɛr 'selada air'[g][127]

Metatesis

sunting
  1. lɔgɔjɔ → gɔlɔjɔʔ 'algojo'[127]
  2. ŋədul → ŋəlud 'malas'[127]
  3. laduʔ → daluʔ 'terlalu masak'[127]

Perulangan suku kata awal

sunting
  1. bɛlɛcɛkʡ → bɛbɛlɛcɛkʡ 'petak sawah kecil'[127]
  2. caŋkir → cacaŋkir 'gelas'[127]
  3. dəmpəl → dədəmpəl 'panganan dari jagung'[127]
  4. gajih → gagajih 'lemak'[127]
  5. jəŋkɔk → jəjəŋkɔk 'kursi kecil'[127]
  6. kərak → kəkərakʡ 'intip'[127]
  7. lamukʡ → lalamukʡ 'mega'[127]
  8. mutuʔ → mumutuʔ 'muntu'[127]

Variasi perulangan utuh dan perulangan suku kata awal

sunting
  1. ʔɤrihʔ ɤrihɤn → ʔɤɤrihɤn 'sejenis penyakit'[127]
  2. kamiʔ kamian → kakamian 'masing-masing'[127]
  3. mɛnɛrmɛnɛran → mɛmɛnɛran 'berkasih-kasihan'[127]

Perulangan utuh dan perubahan vokal

sunting
  1. ʔumah ʔumah 'berumah tangga'[127]
  2. sanakʡ sanakʡ 'saudara sepupu'[127]
  3. rawas rawas 'sayup-sayup, samar-samar'[127]
  4. tabaŋ tabaŋ 'samar-samar'[127]
  5. camatʡ cimutʡ 'makan tidak bernafsu'[127]
  6. kulaŋ kalɛŋ 'tangkai alat penangkap ikan'[127]
  7. putar patɛr 'tak terkelola'[127]
  8. sipah sipih 'jahil'[127]
  9. ʔugaʔ ʔagɛʔ 'bergegas'[127]
  10. umplaŋampleŋ 'luntang-lantung'[127]
  11. uŋkal ɛŋkɔl 'berbelit-belit'[128]
  12. ʔurayʔaruy 'ke sana ke mari bersama-sama'[128]

Tambah unsur an di akhir

sunting
  1. garitʡ-garitan 'alat pertanian'[128]
  2. cəprɛtʡ-cəprɛtan 'alat tukang kayu'[128]

Homonim

sunting

Di samping gejala sinonim, ditemukan pula gejala homonim atau kata yang sebentuk tetapi mempunyai makna yang berbeda.[128]

ʔirigʡ 1. 'tempat menjemur opak' 2. 'alat penangkap ikan'
jahatʡ 1. 'boros' 2. 'jahat'
badaratʡ 1. 'jalan kaki' 2. 'berburu babi'
kaguguʔ 1. 'ingin tertawa' 2. 'terbawa'
ŋalɔŋ 1. 'bergadang' 2. 'menatap lama misalnya dari jendela'
kapiŋ 1. 'tanggal' 2. 'batas'
mancuŋ 1. 'mancung' 2. 'seludang kelapa'
ləpatʡ 1. 'lupa' 2. 'salah'
ligar 1. 'mekar' 2. 'luruh'
jarambah 1. 'senang bermain jauh' 2. 'tempat mencuci di atas kolam'
gəbɔgʡ 1. 'pohon pisang' 2. 'sejenis bakul'
ragabʡ 1. 'canggung' 2. 'senang'
katikʡ 1. 'didik' 2. 'pakai'
kəciŋ 1. 'penakut' 2. 'kecut' 3. 'malas'
ɳeredʡ 1. 'menarik' 2. 'mendorong' 3. 'menggeser'

Lihat pula

sunting

Rujukan

sunting

Keterangan

sunting
  1. ^ Didasarkan pada hitungan kasar jumlah penduduk di wilayah tersebut dan asumsi semua penduduk di wilayah tersebut menggunakan dialek ini.
  2. ^ Glottolog versi 4.8 menuliskan dialek Ciamis sebagai sebuah cabang dari bahasa Sunda Priangan.[9]
  3. ^ Kebenaran pendapat umum ini masih harus terus dibuktikan, antara lain dengan meneliti kekhasan kebahasaan di kabupaten-kabupaten dan daerah sekeliling Kabupaten Ciamis, dan kemudian membandingkannya dengan kekhasan kebahasaan di daerah Ciamis yang telah dikemukakan.
  4. ^ Contoh penggunaan unsur ini terdapat pada kata pakbeledug 'berbunyi beledug', bandingkan dengan bentuk bahasa Sunda baku ngabeledug.
  5. ^ Kata tangkar di daerah Pangadaran digunakan untuk menyatakan tulang sapi, sedangkan dalam bahasa Sunda Priangan, tangkar digunakan untuk menyatakan tulang hewan yang masih muda atau lunak, seperti tulang telinga dan tulang iga pada burung.
  6. ^ Unsur ka di sini bukan merupakan awalan karena ka berhadapan dengan kata benda. Dalam bahasa Sunda tidak ada ka awalan yang diikuti kata benda.
  7. ^ Kata saladah 'selada' dan aɛr 'air' diduga menjadi asal dari kata ini.

Sitiran

sunting
  1. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 32-33.
  2. ^ Wahyuni (2010), hlm. 72.
  3. ^ Hidayat (2014), hlm. 2.
  4. ^ Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis (2020).
  5. ^ Maarif (2021).
  6. ^ Kementerian Dalam Negeri (2020).
  7. ^ "UNESCO Interactive Atlas of the World's Languages in Danger" (dalam bahasa bahasa Inggris, Prancis, Spanyol, Rusia, and Tionghoa). UNESCO. 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 April 2022. Diakses tanggal 26 Juni 2011. 
  8. ^ "UNESCO Atlas of the World's Languages in Danger" (PDF) (dalam bahasa Inggris). UNESCO. 2010. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 31 Mei 2022. Diakses tanggal 31 Mei 2022. 
  9. ^ a b Hammarström, Forkel & Haspelmath (2022).
  10. ^ a b c Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 70.
  11. ^ a b Wagiati, Darmayanti & Zein (2021), hlm. 154.
  12. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 71.
  13. ^ a b c Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 18.
  14. ^ Wagiati, Darmayanti & Zein (2021), hlm. 153.
  15. ^ Wagiati, Darmayanti & Zein (2021), hlm. 151-152.
  16. ^ Nastiti & Djafar (2017), hlm. 102.
  17. ^ Nastiti & Djafar (2017), hlm. 104.
  18. ^ Nastiti & Djafar (2017), hlm. 108.
  19. ^ Nastiti & Djafar (2017), hlm. 107-111.
  20. ^ Nastiti & Djafar (2017), hlm. 106-107.
  21. ^ Nastiti & Djafar (2017), hlm. 113.
  22. ^ Nastiti & Djafar (2017), hlm. 113-114.
  23. ^ a b Nastiti & Djafar (2017), hlm. 115.
  24. ^ Wagiati, Darmayanti & Zein (2022), hlm. 271.
  25. ^ a b c d Wagiati, Darmayanti & Zein (2022), hlm. 275.
  26. ^ Wagiati, Darmayanti & Zein (2022), hlm. 276.
  27. ^ Wagiati, Darmayanti & Zein (2022), hlm. 276-277.
  28. ^ Wahya (2002), hlm. 5.
  29. ^ Dalby (1999), hlm. 261.
  30. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 13.
  31. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 11.
  32. ^ Wagiati, Darmayanti & Zein (2021), hlm. 160.
  33. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 12.
  34. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 13-14.
  35. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 14.
  36. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 15.
  37. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 16-17.
  38. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 17.
  39. ^ Rosidi (2011), hlm. 130.
  40. ^ a b Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 19.
  41. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 18-23.
  42. ^ a b c d e f g Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 20.
  43. ^ a b c d e f g Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 21.
  44. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 21-22.
  45. ^ a b c d e f Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 22.
  46. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 22-23.
  47. ^ a b c d e f Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 23.
  48. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 23-24.
  49. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 24.
  50. ^ Wahya (2018), hlm. 165.
  51. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 25-37.
  52. ^ Wahya (2018), hlm. 162.
  53. ^ Wahya (2018), hlm. 166.
  54. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 80.
  55. ^ a b Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 31.
  56. ^ a b Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 133.
  57. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 33.
  58. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 92.
  59. ^ a b Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 175.
  60. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 134.
  61. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 93.
  62. ^ a b Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 114.
  63. ^ a b Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 136.
  64. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 170.
  65. ^ a b Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 27.
  66. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 116.
  67. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 137.
  68. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 145.
  69. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 99.
  70. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 120.
  71. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 138.
  72. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 85.
  73. ^ a b Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 121.
  74. ^ Danadibrata (2006), hlm. 220.
  75. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 89.
  76. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 28.
  77. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 125.
  78. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 30.
  79. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 90.
  80. ^ a b Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 128.
  81. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 154.
  82. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 115.
  83. ^ a b Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 110.
  84. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 130.
  85. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 156.
  86. ^ Danadibrata (2006), hlm. 149.
  87. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 111.
  88. ^ a b Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 131.
  89. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 166.
  90. ^ Danadibrata (2006), hlm. 472.
  91. ^ a b Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 26.
  92. ^ Eriga (2016), hlm. 4-5.
  93. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 173.
  94. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 37.
  95. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 60-61.
  96. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 81.
  97. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 109.
  98. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 82.
  99. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 147.
  100. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 86.
  101. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 155.
  102. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 91.
  103. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 168.
  104. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 100.
  105. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 124.
  106. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 172.
  107. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 102.
  108. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 103.
  109. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 132.
  110. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 105.
  111. ^ Afsari & Muhtadin (2019), hlm. 13-16.
  112. ^ Afsari & Muhtadin (2019), hlm. 14.
  113. ^ Afsari & Muhtadin (2019), hlm. 15.
  114. ^ Afsari & Muhtadin (2019), hlm. 16.
  115. ^ Widyastuti (2017), hlm. 101-111.
  116. ^ Widyastuti (2017), hlm. 103.
  117. ^ a b Widyastuti (2017), hlm. 104.
  118. ^ a b c d e f Widyastuti (2017), hlm. 105.
  119. ^ a b c d Widyastuti (2017), hlm. 106.
  120. ^ Widyastuti (2017), hlm. 106-107.
  121. ^ Widyastuti (2017), hlm. 108.
  122. ^ Widyastuti (2017), hlm. 109-110.
  123. ^ Widyastuti (2017), hlm. 110.
  124. ^ Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 64-69.
  125. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 64.
  126. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 67.
  127. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 68.
  128. ^ a b c d e Prawiraatmaja et al. (1979), hlm. 69.

Bibliografi

sunting

Pranala luar

sunting

Bahasa Sunda Ciamis

sunting

Bahasa Sunda Umum

sunting
  NODES
admin 1
INTERN 1