Hazairin
Prof. Dr. Mr. Hazairin, S.H., M.Hum. (28 November 1906 – 11 Desember 1975) adalah seorang pakar hukum adat. Ia menjabat Menteri Dalam Negeri dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo I.
Hazairin | |
---|---|
Menteri Dalam Negeri Indonesia Ke-11 | |
Masa jabatan 30 Juli 1953 – 23 Oktober 1954 | |
Presiden | Soekarno |
Perdana Menteri | Ali Sastroamidjojo |
Informasi pribadi | |
Lahir | Bukittinggi, Sumatera Barat, Hindia Belanda | 28 November 1906
Meninggal | 11 Desember 1975 Jakarta, Indonesia | (umur 69)
Almamater | Rechtshoogeschool te Batavia |
Sunting kotak info • L • B |
Asal usul
suntingHazairin lahir di tengah-tengah keluarga taat beragama, dari pasangan Zakaria Bahri (Bengkulu) dan Aminah (Minangkabau). Ayahnya adalah seorang guru dan kakeknya, Ahmad Bakar, adalah seorang ulama. Dari kedua orang tersebut, Hazairin mendapat dasar pelajaran ilmu agama dan bahasa Arab.[1]
Kehidupan
suntingHazairin menamatkan pendidikannya di Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum Jakarta) pada tahun 1936, dengan gelar doktor hukum adat. Setamat kuliah, Hazairin bekerja sebagai kepala Pengadilan Negeri Padang Sidempuan (1938–1945). Selama menjabat, Hazairin juga melakukan penelitian terhadap hukum adat Tapanuli Selatan. Atas jasa-jasanya itu, dia diberikan gelar "Pangeran Alamsyah Harahap."
Pada April 1946, dia diangkat sebagai Residen Bengkulu, merangkap Wakil Gubernur Militer Sumatera Selatan. Ketika menjabat sebagai residen, dia mengeluarkan uang kertas yang dikenal sebagai "Uang Kertas Hazairin." Sesudah revolusi fisik berakhir, dia diangkat menjadi Kepala Bagian Hukum Sipil Kementerian Kehakiman.
Hazairin terjun di kancah perpolitikan Indonesia, dengan ikut mendirikan Partai Persatuan Indonesia Raya (PIR). Bersama Wongsonegoro dan Rooseno, dia menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara sebagai wakil Partai PIR. Dalam kapasitasnya sebagai wakil partai pula, Hazairin diangkat menjadi Menteri Dalam Negeri pada Kabinet Ali Sastroamidjojo I (1953–1955). Pada Pemilu 1955, Partai PIR terpecah menjadi dua, yakni PIR - Wongsonegoro dan PIR - Hazairin. Dalam pemilihan tersebut, PIR - Hazairin hanya memperoleh 114.644 suara atau setara dengan satu kursi.[2]
Selesai terjun di dunia politik, Hazairin menjadi Guru Besar Hukum Adat dan Hukum Islam di Universitas Indonesia. Dia juga menjadi Guru Besar di Universitas Islam Jakarta, Perguruan Tinggi Hukum Militer (PTHM), dan Pendidikan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
Kematian
suntingHazairin meninggal dunia pada tanggal 11 Desember 1975 dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Atas jasa-jasanya, pada tahun 1999 Pemerintah mengukuhkan Hazairin sebagai Pahlawan Nasional.[3]
Karya
sunting- Pergolakan Penyesuaian Adat Kepada Hukum Islam (1952)
- Tujuh Serangkai Tentang Hukum (1981)
- Hukum Kewarisan Bilateral menurut al-Qur’an dan Hadits (1982)
- Hendak Kemana Hukum Islam (1976)
- Perdebatan dalam Seminar Hukum tentang Faraidhh (1963)
- Hukum Kekeluargaan Nasional
- Tinjauan Mengenai Undang-undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974.
- Hukum Pidana Islam Ditinjau dari Segi-segi, dan Asas-asas Tata Hukum Nasional; Demokrasi Pancasila (1970
- Negara Tanpa Penjara (1981)
- Hukum Baru di Indonesia (1973)
- Ilmu Pengetahuan Islam dan Masyarakat (1973)
- Demokrasi Pancasila (1981)
Referensi
sunting- ^ Abu Bakar, Prof. Dr. Hazairin SH dan Pemikiran Hukum Kewarisan Bilateral, IAIN Antasari
- ^ http://www.kpu.go.id/Sejarah/pemilu1955.shtml Diarsipkan 2007-09-30 di Wayback Machine. Hasil pemilu dan sejarah
- ^ Pahlawan Indonesia, Media Pusindo, Jakarta, 2008
Jabatan politik | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Mohamad Roem |
Menteri Dalam Negeri Indonesia 1953–1954 |
Diteruskan oleh: R. Sunarjo |