Klasifikasi bintang

Klasifikasi bintang berdasarkan karakteristik spektralnya

Dalam astronomi, klasifikasi bintang adalah peng-klasifikasian bintang-bintang berdasarkan kuat beberapa garis serapan pada pola spektrum, dan besarnya luminositas. Kuat garis serapan, khususnya garis-garis serapan atom hidrogen, diperoleh dari analisis pola spektrum bintang yang didapatkan dari pengamatan spektroskopi. Garis-garis serapan tertentu hanya dapat diamati pada satu rentang temperatur tertentu karena hanya pada rentang temperatur tersebut terdapat populasi signifikan dari tingkat energi atom yang terkait. Pemeriksaan kuat garis-garis serapan ini pada akhirnya dapat memberikan informasi mengenai temperatur permukaan. Informasi luminositas dapat diperoleh dari pengamatan fotometri.

Sejarah awal

sunting

Fraunhofer pada 1814, mencatat dan memetakan sejumlah garis-garis gelap dalam spektrum Matahari jika cahayanya dilewatkan pada suatu prisma. Garis-garis ini kemudian disebut sebagai garis-garis Fraunhofer. Kirchhoff dan Bunsen kemudian manemukan bahwa seperangkat garis-garis tersebut berhubungan dengan suatu elemen kimia yang berada di lapisan atas matahari. Fraunhofer juga menemukan bahwa bintang-bintang lain juga memiliki spektrum seperti Matahari, tetapi dengan pola garis-garis gelap yang berbeda.

Pada 1867, Angelo Secchi, seorang astronom Yesuit, melakukan penyelidikan terhadap sekitar 4000 spektrum bintang hasil pengamatan yang dilakukannya menggunakan prisma objektif. Hanya dengan menggunakan mata, Secchi menggolongkan bintang-bintang tersebut ke dalam tiga kelas. Bintang dengan garis-garis serapan sangat kuat dari atom hidrogen digolongkan sebagai tipe I berwarna putih, bintang dengan garis-garis serapan sangat kuat dari ion logam digolongkan sebagai tipe II berwarna kuning, dan bintang dengan pita-pita serapan lebar digolongkan sebagai tipe III berwarna merah. Setahun kemudian Secchi memasukkan beberapa bintang yang memiliki garis-garis serapan dengan pola yang aneh, jarang ada, mirip tetapi tidak terlalu sama dengan pola tipe III, dan menggolongkannya sebagai tipe IV.

Pemakaian fotografi dalam astronomi membuka kesempatan lebih luas dalam mempelajari spektrum bintang. Pada tahun 1885, Edward Charles Pickering memulai penyelidikan spektrum bintang secara fotografi dengan prisma objektif di Observatorium Harvard, Amerika Serikat.[1] Berdasarkan pekerjaan awal Secchi, para astronom di Harvard meng-klasifikasikan bintang berdasarkan kuat garis-garis serapan pada deret Balmer dari hidrogen netral (H I), memperluas penggolongan dan menamakan kembali penggolongan dengan huruf A, B, C dan seterusnya hingga P, di mana bintang kelas A memiliki garis serapan atom hidrogen paling kuat, B terkuat berikutnya dan seterusnya.

Klasifikasi Harvard (kelas spektrum)

sunting

Asisten-asisten Pickering, Williamina Fleming, Annie Jump Cannon, Antonia Maury, dan Henrietta Swan Leavitt kemudian memulai sebuah proyek skala besar pengklasifikasian spektrum bintang. Antara 1911 dan 1949, 400.000 bintang didaftarkan ke dalam katalog Henry Draper (dinamai menurut sang penyandang dana dan perintis penelitian spektroskopi fotografi Amerika, Henry Draper). Pada 1924, Cannon memperluas katalog menjadi sembilan volume dan lebih dari seperempat juta bintang, mengembangkan Skema Klasifikasi Harvard yang digunakan di seluruh dunia pada tahun 1922.[1] Para ‘gadis’ Harvard ini, khususnya Cannon dan Maury, kemudian menyadari adanya sebuah keteraturan dalam semua garis-garis spektral (tidak hanya hidrogen) jika penggolongan bintang-bintang tersebut diurutkan menjadi O, B, A, F, G, K, M. Kelas lainnya dihilangkan karena ditemukan bahwa beberapa di antaranya sebenarnya merupakan kelas yang sama. Untuk mengingat urutan penggolongan ini biasanya digunakan kalimat "Oh Be A Fine Girl Kiss Me" atau yang lain.[2] Dengan kualitas spektrogram yang lebih baik memungkinkan penggolongan ke dalam 10 sub-kelas yang diindikasikan oleh sebuah angka arab (0 hingga 9) yang mengikuti huruf.

Pada mulanya urutan pola spektrum ini diduga karena perbedaan susunan kimia atmosfer bintang. Tetapi kemudian disadari bahwa urutan tersebut sebenarnya merupakan urutan temperatur permukaan bintang, setelah pada tahun 1925, Cecilia Payne-Gaposchkin berhasil membuktikan hubungan tersebut.

Bintang-bintang kelas O, B, dan A sering kali disebut sebagai kelas awal, sementara K dan M disebut sebagai kelas akhir. Sebutan ini muncul di awal-awal abad 20, karena A dan B terletak di awal urutan alfabet, sementara K dan M di akhir, tetapi kemudian berkembang teori bahwa bintang mengawali hidup mereka sebagai bintang “kelas awal” yang sangat panas dan secara gradual mendingin menjadi bintang “kelas akhir”. Teori ini sama sekali salah (lihat: evolusi bintang).

Berikut ini adalah daftar kelas bintang dari yang paling panas hingga yang paling dingin (dengan massa, radius dan luminositas dalam satuan Matahari):[3]

Kelas Temperatur Warna Bintang Massa Radius Luminositas Garis-garis Hidrogen
O 30,000 - 60,000 K Biru 60 15 1,400,000 Lemah
B 10,000 - 30,000 K Biru-putih 18 7 20,000 Menengah
A 7,500 - 10,000 K Putih 3.2 2.5 80 Kuat
F 6,000 - 7,500 K Kuning-putih 1.7 1.3 6 Menengah
G 5,000 - 6,000 K Kuning 1.1 1.1 1.2 Lemah
K 3,500 - 5,000 K Jingga 0.8 0.9 0.4 Sangat lemah
M 2,000 - 3,500 K Merah 0.3 0.4 0.04 Hampir tidak terlihat

Di bawah ini disajikan ciri-ciri dari tiap kelas. Harap diingat bahwa ciri-ciri ini terutama mendasarkan diri pada penampakan garis-garis serapan pola spektrumnya (bukan pada warna atau temperatur-efektifnya). Akan sangat membantu jika dapat memahami diagram Hertzsprung-Russel atau diagram HR terlebih dahulu.

Kelas O

sunting

Bintang kelas O adalah bintang yang paling panas, temperatur permukaannya lebih dari 25.000 Kelvin. Bintang deret utama kelas O merupakan bintang yang tampak paling biru, walaupun sebenarnya kebanyakan energinya dipancarkan pada panjang gelombang ungu dan ultraungu. Dalam pola spektrumnya garis-garis serapan terkuat berasal dari atom Helium yang terionisasi 1 kali (He II) dan karbon yang terionisasi dua kali (C III). Garis-garis serapan dari ion lain juga terlihat, di antaranya yang berasal dari ion-ion oksigen, nitrogen, dan silikon. Garis-garis Balmer Hidrogen (hidrogen netral) tidak tampak karena hampir seluruh atom hidrogen berada dalam keadaan terionisasi. Bintang deret utama kelas O sebenarnya adalah bintang paling jarang di antara bintang deret utama lainnya (perbandingannya kira-kira 1 bintang kelas O di antara 32.000 bintang deret utama). Namun karena paling terang, maka tidak terlalu sulit untuk menemukannya. Bintang kelas O bersinar dengan energi 1 juta kali energi yang dihasilkan Matahari. Karena begitu masif, bintang kelas O membakar bahan bakar hidrogennya dengan sangat cepat, sehingga merupakan jenis bintang yang pertama kali meninggalkan deret utama (lihat Diagram Hertzsprung-Russell).

Contoh: Zeta Puppis , Alnitak
 
Spektrum dari bintang kelas O5V

Kelas B

sunting

Bintang kelas B adalah bintang yang cukup panas dengan temperatur permukaan antara 11.000 hingga 25.000 Kelvin dan berwarna putih-biru. Dalam pola spektrumnya garis-garis serapan terkuat berasal dari atom Helium yang netral. Garis-garis Balmer untuk Hidrogen (hidrogen netral) tampak lebih kuat dibandingkan bintang kelas O. Bintang kelas O dan B memiliki umur yang sangat pendek, sehingga tidak sempat bergerak jauh dari daerah di mana mereka dibentuk, dan karena itu cenderung berkumpul bersama dalam sebuah asosiasi OB. Dari seluruh populasi bintang deret utama terdapat sekitar 0,13 % bintang kelas B.

Contoh: Rigel, Spica
 
Spektrum dari bintang kelas B2II

Kelas A

sunting

Bintang kelas A memiliki temperatur permukaan antara 7.500 hingga 11.000 Kelvin dan berwarna putih. Karena tidak terlalu panas maka atom-atom hidrogen di dalam atmosfernya berada dalam keadaan netral sehingga garis-garis Balmer akan terlihat paling kuat pada kelas ini. Beberapa garis serapan logam terionisasi, seperti magnesium, silikon, besi dan kalsium yang terionisasi satu kali (Mg II, Si II, Fe II dan Ca II) juga tampak dalam pola spektrumnya. Bintang kelas A kira-kira hanya 0.63% dari seluruh populasi bintang deret utama.

Contoh: Vega, Sirius
 
Spektrum dari bintang kelas A2I

Kelas F

sunting

Bintang kelas F memiliki temperatur permukaan 6000 hingga 7500 Kelvin, berwarna putih-kuning. Spektrumnya memiliki pola garis-garis Balmer yang lebih lemah daripada bintang kelas A. Beberapa garis serapan logam terionisasi, seperti Fe II dan Ca II dan logam netral seperti besi netral (Fe I) mulai tampak. Bintang kelas F kira-kira 3,1% dari seluruh populasi bintang deret utama.

Contoh: Canopus, Procyon
 
Spektrum dari bintang kelas F2III

Kelas G

sunting

Bintang kelas G mungkin adalah yang paling banyak dipelajari karena Matahari adalah bintang kelas ini. Bintang kelas G memiliki temperatur permukaan antara 5000 hingga 6000 Kelvin dan berwarna kuning. Garis-garis Balmer pada bintang kelas ini lebih lemah daripada bintang kelas F, tetapi garis-garis ion logam dan logam netral semakin menguat. Profil spektrum paling terkenal dari kelas ini adalah profil garis-garis Fraunhofer. Bintang kelas G adalah sekitar 8% dari seluruh populasi bintang deret utama.

Contoh: Matahari, Capella, Alpha Centauri A
 
Spektrum dari bintang kelas G5III

Kelas K

sunting

Bintang kelas K berwarna jingga memiliki temperatur sedikit lebih dingin daripada bintang sekelas Matahari, yaitu antara 3500 hingga 5000 Kelvin. Alpha Centauri B adalah bintang deret utama kelas ini. Beberapa bintang kelas K adalah raksasa dan maharaksasa, seperti misalnya Arcturus. Bintang kelas K memiliki garis-garis Balmer yang sangat lemah. Garis-garis logam netral tampak lebih kuat daripada bintang kelas G. Garis-garis molekul Titanium Oksida (TiO) mulai tampak. Bintang kelas K adalah sekitar 13% dari seluruh populasi bintang deret utama.

Contoh: Alpha Centauri B, Arcturus, Aldebaran
 
Spektrum dari bintang kelas K4III

Kelas M

sunting

Bintang kelas M adalah bintang dengan populasi paling banyak. Bintang ini berwarna merah dengan temperatur permukaan lebih rendah daripada 3500 Kelvin. Semua katai merah adalah bintang kelas ini. Proxima Centauri adalah salah satu contoh bintang deret utama kelas M. Kebanyakan bintang yang berada dalam fase raksasa dan maharaksasa, seperti Antares dan Betelgeuse merupakan kelas ini. Garis-garis serapan di dalam spektrum bintang kelas M terutama berasal dari logam netral. Garis-garis Balmer hampir tidak tampak. Garis-garis molekul Titanium Oksida (TiO) sangat jelas terlihat. Bintang kelas M adalah sekitar 78% dari seluruh populasi bintang deret utama.

Contoh: Proxima Centauri, Antares, Betelgeuse
 
Spektrum dari bintang kelas M0III
 
Spektrum dari bintang kelas M6V

Klasifikasi Yerkes (kelas luminositas)

sunting

Klasifikasi Yerkes, disebut juga sebagai klasifikasi MKK dari inisial para pengembangnya pada tahun 1943, yaitu William Wilson Morgan, Phillip C. Keenan dan Edith Kellman dari Observatorium Yerkes.

Klasifikasi ini mendasarkan diri pada ketajaman garis-garis spektrum yang sensitif pada gravitasi permukaan bintang. Gravitasi permukaan berhubungan dengan luminositas yang merupakan fungsi dari radius bintang.

Klasifikasi Yerkes atau kelas luminositas membagi bintang-bintang ke dalam kelas berikut:

  • 0 Hyper Raksasa (hypergiant) (penambahan yang dilakukan belakangan)
  • I maharaksasa (supergiants)
    • Ia maharaksasa terang
    • Iab kelas antara maharaksasa terang dan yang kurang terang
    • Ib maharaksasa kurang terang
  • II raksasa terang (bright giants)
  • III raksasa (giants)
  • IV sub-raksasa (subgiants)
  • V deret utama atau katai (main sequence atau dwarf)
  • VI sub-katai (subdwarfs)
  • VII katai putih (white dwarfs)

Penyebutan kelas sebuah bintang

sunting

Klasifikasi Yerkes yang menyatakan luminositas dan radius sebuah bintang, melengkapi klasifikasi Harvard yang menyatakan temperatur permukaan. Kelas sebuah bintang biasanya dinyatakan dalam dua klasifikasi ini. Dengan demikian kelas sebuah bintang menjadi 'dua dimensi' yang memberikan gambaran letaknya di dalam diagram HR dan selanjutnya dapat memberikan gambaran tahap evolusi bintang tersebut. Sebagai contoh, Matahari adalah bintang dengan kelas G2V, yang berarti merupakan bintang dengan temperatur permukaan sekitar 6000 Kelvin dan merupakan bintang katai yang sedang melakukan pembangkitan energi dari pembakaran hidrogen. Sebagai contoh lainnya, Betelgeuse merupakan bintang dengan kelas M2Iab, yang berarti bintang yang sudah ber-evolusi dari bintang katai menjadi maharaksasa di pojok kanan atas diagram HR.

Lihat pula

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ a b "Spectroscopy and the Birth of Astrophysics (Cosmology: Tools)". history.aip.org. Diakses tanggal 31 Oktober 2020. 
  2. ^ Allen, Jesse S. "The Harvard Stellar Spectral Classification Scheme". www.star.ucl.ac.uk. Diakses tanggal 31 Oktober 2020. 
  3. ^ Charity, Mitchell. "What color are the stars?". Diakses tanggal 2006-05-13. 
  NODES
Done 1
Story 1