Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah nama jenis hormon steroid yang merupakan senyawa regulator seluruh sistem homeostasis tubuh organisme agar dapat bertahan menghadapi perubahan lingkungan dan infeksi.[1] Kortikosteroid disekresikan oleh korteks adrenal.[2]
Kortikosteroid | |
---|---|
Kelas obat-obatan | |
Pengenal kelas | |
Sinonim | Kortikoid |
Penggunaan | Bermacam-macam |
Kode ATC | H02 |
_target biologis | Reseptor glukokortikoid, reseptor mineralokortikoid |
Kelas kimia | Steroid |
Dalam Wikidata |
Hormon kortikosteroid terdiri dari 2 sub-jenis yaitu hormon jenis glukokortikoid dan hormon jenis mineralokortikoid. Keduanya memiliki pengaruh yang sangat luas, seperti berpengaruh pada perubahan lintasan metabolisme karbohidrat, protein dan lipid, serta modulasi keseimbangan antara air dan cairan elektrolit tubuh; serta berdampak pada seluruh sistem tubuh seperti sistem kardiovaskular, muskuloskeletal, saraf, kekebalan, dan fetal termasuk mempengaruhi perkembangan dan kematangan paru pada masa janin.
Pada sistem endokrin, kortikosteroid mempengaruhi aktivitas beberapa hormon yang lain. Misalnya mengaktivasi hormon jenis katekolamin dan menstimulasi sintesis hormon adrenalin dari hormon noradrenalin, atau pada kelenjar tiroid, kortikosteroid menghambat sekresi hormon TSH dan menurunkan daya fisiologis tiroksin. Aktivitas hormon GH juga terhambat meskipun pada simtoma akromegali, kortikosteroid justru meningkatkan sekresi hormon GH dengan keberadaan hormon ACTH. Pada masa tumbuh kembang, terapi hormon kortikosteroid atau simtoma hiperkortisisme dapat menyebabkan pertumbuhan seorang anak terhenti sama sekali, sebagai akibat dari penurunan kematangan epiphyseal plates dan pertumbuhan tulang panjang. Dengan konsentrasi yang lebih tinggi, kortikosteroid akan menghambat sekresi hormon LH pada kelenjar gonad yang seharusnya dilepaskan sel gonadotrop sebagai respon atas stimulasi hormonal.
Pada sistem kardiovaskular, kortikosteroid memberikan efek pada respon miokardial, permeabilitas pembuluh darah kapiler dan pola denyut pembuluh darah arteriol.
Pada jaringan otot, kortikosteroid dengan konsentrasi yang setimbang, diperlukan bagi metabolisme pemeliharaan. Berubahnya kesetimbangan tersebut dapat menyebabkan berbagai kelainan, misalnya peningkatan aldosteron akan menyebabkan simtoma hipokalemia yang membuat otot menjadi tidak bertenaga, sedangkan kadar glukokortikoid yang tinggi akan menyebabkan degradasi otot melalui lintasan katabolisme protein.
Kortikosteroid juga berdampak pada sistem saraf secara tidak langsung dalam banyak hal. Adanya peningkatan eksitabilitas otak pada simtoma hiperkortisisme dan setelah terapi mineralokortikoid, lebih disebabkan oleh ketidaksetimbangan elektrolit daripada perubahan konsentrasi sodium. Kortikosteroid juga meningkatkan hemoglobin dan sel darah merah, mungkin disebabkan oleh melemahnya mekanisme eritrofagositosis. Efek ini terlihat sebagai simtoma polisitemia pada sindrom Cushing dan, anemia normokromik ringan pada penyakit Addison.
Klasifikasi
suntingBerdasarkan struktur kimianya
suntingSecara umum, kortikosteroid dikelompokkan menjadi empat kelas, berdasarkan struktur kimianya. Reaksi alergi terhadap salah satu anggota kelas biasanya menunjukkan intoleransi seluruh anggota kelas. Hal ini dikenal sebagai "klasifikasi Coopman".[3][4]
Steroid yang disorot sering digunakan dalam skrining alergi terhadap steroid topikal.[5]
Grup A – Jenis hidrokortison
sunting- Hidrokortison
- Hidrokortison asetat
- Kortison asetat
- Tiksokortol pivalat
- Prednisolon
- Metilprednisolon, dan
- Prednison
Grup B – Asetonida dan zat terkait
sunting- Amsinonid
- Budesonid
- Desonid
- Fluosinolon asetonida
- Fluosinonid
- Halsinonid
- Triamsinolon asetonida
- Deflazakort (turunan O-isopropilidena)
Grup C – Tipe betametason
suntingGrup D – Ester
suntingGrup D1 – Halogenasi (kurang labil)
sunting- Alklometason dipropionat
- Betametason dipropionat
- Betametason valerat
- Klobetasol propionat
- Klobetason butirat
- Flupredniden asetat dan
- Mometason furoat
Grup D2 – Ester bakal obat yang labil
sunting- Siklesonid
- Kortison asetat
- Hidrokortison aseponat
- Hidrokortison asetat
- Hidrokortison buteprat
- Hidrokortison butirat
- Hidrokortison valerat
- Prednikarbat dan
- Tiksokortol pivalat
Berdasarkan jalur pemberiannya
suntingSteroid topikal
suntingUntuk digunakan secara topikal pada kulit, mata, dan membran mukosa.
Kortikosteroid topikal dibagi dalam kelas potensi I hingga IV di sebagian besar negara (A hingga D di Jepang). Tujuh kategori digunakan di Amerika Serikat untuk menentukan tingkat potensi kortikosteroid topikal tertentu.
Steroid yang dihirup
suntingUntuk mukosa hidung, sinus, bronkus, dan paru-paru.[6]
Kelompok ini meliputi:[7]
- Flunisolid
- Flutikason furoat
- Flutikason propionat
- Triamsinolon asetonida
- Beklometason dipropionat
- Budesonida
- Mometason furoat
- Siklesonid
Terdapat juga sediaan kombinasi tertentu seperti "Advair" Diskus di Amerika Serikat, yang mengandung flutikason propionat dan salmeterol (bronkodilator kerja panjang), dan "Symbicort" yang mengandung budesonid dan formoterol fumarat dihidrat (bronkodilator kerja panjang lainnya).[7] Keduanya disetujui untuk digunakan pada anak di atas 12 tahun.
Bentuk oral
suntingSeperti prednison, prednisolon, metilprednisolon, atau deksametason.[8]
Bentuk sistemik
suntingTersedia dalam bentuk suntikan untuk rute intravena dan parenteral.[8]
Rujukan
sunting- ^ (Inggris) Kufe, Donald W.; Pollock, Raphael E.; Weichselbaum, Ralph R.; Bast, Robert C., Jr.; Gansler, Ted S.; Holland, James F.; Frei III, Emil. (2003). Holland-Frei Cancer medicine - Multistage Carcinogenesis. Dana-Farber Cancer Institute, Harvard Medical School Boston, Department of Surgical Oncology, University of Texas, MD Anderson Cancer Center, Department of Radiation and Cellular Oncology, University of Chicago Hospital, Chicago Tumor Institute, University of Chicago Chicago, University of Texas, MD Anderson Cancer Center, Houston, American Cancer Society, Derald H Ruttenberg Cancer Center, Mount Sinai School of Medicine New York (edisi ke-6). Hamilton on BC Decker Inc.,. hlm. Physiologic and Pharmacologic Effects of Corticosteroids. ISBN 1-55009-213-8. Diakses tanggal 2011-05-12.
- ^ Parker, Sybil, P (1984). McGraw-Hill Dictionary of Biology. McGraw-Hill Company.
- ^ Rietschel RL (2007). Fisher's Contact Dermatitis, 6/e. Hamilton, Ont: BC Decker Inc. hlm. 256. ISBN 978-1-55009-378-0.
- ^ Coopman S, Degreef H, Dooms-Goossens A (July 1989). "Identification of cross-reaction patterns in allergic contact dermatitis from topical corticosteroids". The British Journal of Dermatology. 121 (1): 27–34. doi:10.1111/j.1365-2133.1989.tb01396.x. PMID 2757954.
- ^ Wolverton SE (2001). Comprehensive Dermatologic Drug Therapy. WB Saunders. hlm. 562.
- ^ "Asthma Steroids: Inhaled Steroids, Side Effects, Benefits, and More". Webmd.com. Diakses tanggal 2012-11-30.
- ^ a b Mayo Clinic Staff (September 2015). "Asthma Medications: Know your options". MayoClinic.org. Diakses tanggal 2018-02-27.
- ^ a b "Systemic steroids (corticosteroids). DermNet NZ". . DermNet NZ. 2012-05-19. Diakses tanggal 2012-11-30.