Maturidiyah

salah satu mazhab akidah Islam Sunni

Maturidiyah[1] (bahasa Arab: الماتريدية, translit. al-Māturīdiyyah) [1] adalah salah satu mazhab akidah dalam Islam Sunni,[1] yang didirikan oleh ulama Persia, fakih Hanafi, pembaharu (mujaddid), dan teolog skolastik, Abu Mansur al-Maturidi pada abad ke-9 hingga ke-10.[1][2][3][4]

Al-Maturidi mengkodifikasi akidah Islam di antara kelompok mazhab Hanafi di Balkh dan Transoksiana[5] dalam satu mazhab akidah berlandaskan ilmu kalam;[6][7] ia menekankan penggunaan akal pikiran dan rasionalisme teologis terkait penafsiran kitab suci Islam.[2][5][6][8][9][10] Mazhab akidah Maturidiyah dianggap sebagai salah satu mazhab akidah ortodoks Sunni, bersama Atsariyah dan Asy'ariyah,[1][4][11] dan diterapkan di mazhab Hanafi.[1] [4][5][12]

Awalnya Maturidiyah berkembang di Transoksiana di Asia Tengah[1][3][4][5][7][11] serta menjadi mazhab akidah yang dominan di kalangan Muslim Sunni Persia sebelum Dinasti Safawiyah memaksa warga Persia masuk Syiah pada abad ke-16, serta Ahlur-Ra'y. Mazhab akidah ini berkembang diKesultanan Utsmaniyah dan Mughal India.[1][4][7][11] Di luar kekaisaran Utsmaniyah dan Mughal, masyarakat MuslimTurkik, Hui, Asia Tengah, dan Asia Selatan juga mengikuti mazhab akidah Maturidiyah.[7] Ada juga ulama Arab yang Maturidiyah.[13]

Keyakinan dan akidah

sunting

Abu Mansur al-Maturidi, yang merupakan pengikut mazhab Hanafi, mendasarkan pendapat teologis dan perspektif epistemologisnya pada ajaran pendiri mazhab tersebut, Abu Hanifah (abad ke-8 M).[14]

Mazhab akidah Maturidiyah berpendapat bahwa:

  • Sifat-sifat Allah bersifat kekal dan tidak terpisah dari Allah.[15]
  • Eksistensi etika bersifat objektif dan manusia mampu mengenalinya cukup dengan akal.[16]
  • Meski manusia mampu menyadari adanya Allah, manusia membutuhkan wahyu dan bimbingan para nabi dan rasul, karena keinginan manusia dapat mengalihkan akal dan karena pengetahuan tertentu tentang Allah telah diberikan secara khusus kepada para nabi (misalnya Al-Qur'an diturunkan kepada Muhammad menurut Islam, yang diyakini Muslim diberi pengetahuan khusus ini dari Allah dan hanya melalui Muhammad pemahaman ini dapat diakses oleh orang).[15]
  • Manusia bebas menentukan tindakannya dalam ruang lingkup kemungkinan yang diberikan Allah. Dengan demikian, Allah telah menciptakan segala kemungkinan, tetapi manusia bebas untuk memilih.[15]
  • Enam rukun iman.[17]
  • Otoritas agama membutuhkan argumen yang masuk akal untuk membuktikan klaim mereka.
  • Mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat.[18]
  • Pengikut Maturidiyah menyatakan bahwa iman tidak bertambah atau berkurang bergantung pada perbuatan seseorang; melainkan takwa yang bertambah dan berkurang.[19]
  • Maturidiyah menekankan monoteisme.

Mengenai akidah, tidak seperti ulama penganut Atsariyah (teologi tradisionalis), al-Maturidi tidak berpendapat bahwa malaikat itu pasti sempurna. Merujuk pada ayat Surah al-Baqarah, al-Maturidi mencatat bahwa malaikat juga telah diuji.[20] Merujuk pada Surah al-Anbiyāʼ, ia menunjukkan, malaikat yang mengeklaim sifat-sifat Ketuhanan untuk diri mereka sendiri akan diazab di neraka.[21] Tentang Iblis, juga disebut sebagai Setan, memperdebatkan bahwa Iblis termasuk malaikat atau jin tidak berguna, karena yang lebih penting untuk diketahui, dia telah menjadi musuh manusia.[22]

Maturidiyah meyakini bahwa manusia adalah makhluk yang diberi akal, sehingga berbeda dari binatang. Hubungan antara manusia dan Allah berbeda dengan hubungan alam dan Allah; karena manusia diberkahi dengan kehendak bebas, tetapi karena kedaulatan Tuhan, Tuhan menciptakan tindakan yang berhak dipilih manusia, sehingga manusia dapat melakukannya. Etika dapat dipahami hanya dengan pemikiran rasional dan tidak memerlukan tuntunan kenabian. Al-Maturidi juga menganggap hadis tidak dapat diandalkan jika bertentangan dengan akal.[23] Lebih lanjut, teologi Maturidiyah menentang antropomorfisme (tasybih) dan keserupaan, tetapi tidak mengingkari sifat-sifat ketuhanan.

Maturidiyah membela gagasan bahwa Surga dan Neraka hidup berdampingan dengan dunia yang fana, berbeda dengan pernyataan Muktazilah bahwa Surga dan Neraka akan diciptakan hanya setelah Hari Penghakiman. Sifat-sifat surga dan neraka sudah berlaku di dunia. Abul-Laith as-Samarqandi (944–983 M) menyatakan bahwa tujuan keberadaan kedua alam akhirat tersebut secara bersamaan adalah agar mereka memahami pentingnya takut kepada Allah.[24]:168

Konsep iman

sunting

Doktrin al-Maturidi, berdasarkan teologi dan mahzab fikih Ḥanafī,[25] menegaskan kemampuan dan kehendak manusia di samping pengagungan Allah dalam tindakan manusia, memberikan kerangka doktrinal untuk fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi yang lebih besar. Maturidiyah berkembang dan menyebar di antara populasi Muslim di Asia Tengah sejak abad ke-10 dan seterusnya.[26]

Menurut Maturidiyah, iman tidak bertambah atau berkurang, bergantung pada pengamatan hukum agama. Sebaliknya, perbuatan selalu mengikuti keimanan. Berdasarkan Surah Ṭā Hā (ayat 112), jika seorang Muslim tidak melakukan perbuatan yang ditentukan oleh hukum Islam (syariat), dia tidak dianggap keluar dari agama selama dia tidak menyangkal kewajibannya.[27] Menurut al-Maturidi, iman berasal dari hati, bukan perbuatan atau tindakan. Ia mendukung ajarannya dengan mengacu pada Surah Ali ʿImrān (ayat 3:22): "Mereka itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya di dunia dan di akhirat, dan mereka tidak punya penolong." Orang dalam ayat ini adalah orang yang melaksanakan ibadah tanpa iman yang benar di dalam hati mereka. Oleh karena itu, tindakan harus berlandaskan iman untuk dapat diterima Allah.[28] Maturidiyah dikenal dengan posisinya yang tertutup tentang takfir: Berdasarkan Surah Al-Baqarah 30, Kitāb al-ʿĀlim menyatakan bahwa manusia maupun malaikat tidak dapat mengetahui isi hati manusia, sehingga tidak dapat dikatakan siapa yang di dalam hatinya adalah seorang Muslim atau tidak, kecuali pelaku kekafiran.[29] Seseorang yang melakukan dosa belum tentu kafir, tetapi kafir adalah orang yang secara terang-terangan menjauhkan diri dari Allah.[30]

Dikatakan pula bahwa ketaatan kepada Allah yang dipantau oleh para malaikat dan nabi berasal dari pengetahuan orang tentang sifat Allah dan bukan hasil dari penciptaan mereka.[20] Abū al-Qāsim al-Ḥakīm as-Samarqandī (abad ke-9 hingga ke-10 M) menjelaskan tentang kisah Harut dan Marut, yang dianggap berdosa tetapi bukan kafir dalam tradisi Islam.[31] As-Samarqandī lebih lanjut menyatakan bahwa anak-anak tidak dapat dianggap kafir dan semuanya masuk surga.[31] Menurut al-Maturidi, akal manusia harus mengakui keberadaan Tuhan yang menciptakan (bāriʾ) semata-mata berdasarkan pemikiran rasional dan lepas dari wahyu ilahi.[25] Ia berbagi keyakinan ini dengan guru dan pendahulunya Abu Hanifah an-Nu'man (abad ke-8 M), sedangkan ulama abad ke-10 Abū al-Ḥasan al-Asyʿarī tidak pernah memiliki pandangan seperti itu.[25] Meskipun penganut Maturidiyah, seperti kaum Muktazilah, pada realisme etis, yang pertama berpendapat bahwa objek moral pada akhirnya diciptakan oleh Tuhan, sehingga Tuhan tidak terikat olehnya, tetapi akal manusia dapat mendeteksi kebenaran moral itu sendiri.[32]

Yohei Matsuyama menjelaskan kata-kata al-Maturidi tentang iman, merujuk pada kewajiban untuk beriman pada satu pencipta (bāriʾ) atau pembuat (sanī), tidak semata-mata kepada Allah, dan menyimpulkan, keselamatan diperlukan untuk membangun keimanan kepada pencipta, tidak serta merta menerima formulasi teologis atau doktrinal Islam.[33] Toshihiko Izutsu juga berpendapat bahwa "beriman pada Islam" mengacu pada ketundukan kepada sang pencipta, dengan secara sukarela tunduk pada kehendak-Nya, tanpa harus menerima rumusan agama.[34]

Akan tetapi, al-Maturidi tidak memandang semua agama setara.[25] Ia mengkritik orang Kristen, Yahudi, Zoroastrian, dan ateis atau materialis (dahriyah).[25][35] Namun, ia membuat perbedaan antara agama monoteistik Abrahamik lainnya dan agama non-monoteistik non-Abrahamik, serta mengkritik Yahudi dan Kristen tentang masalah nubuatan dan nabi individu, bukan tentang Ketuhanan.[36] Agama-agama dualistik dikritik al-Maturidi mengenai konsepsi mereka tentang Tuhan,[25] dengan alasan bahwa Tuhan Yang Maha Baik, yang hanya menciptakan kebaikan, saling berlawanan dengan iblis, yang melambangkan kejahatan, mengingkari kemahakuasaan Tuhan dan tidak sesuai dengan kesempurnaan sifat Tuhan.[37]

Sebaran geografis

sunting

Secara khusus dan tak terpisahkan, Maturidiyah spesifik sebagai mazhab akidah bagi pengikut mazhab Hanafi.[38] [39][40] Maturidiyah semula tersebar di dunia Islam belahan timur, khususnya di Samarkand dan Transoksiana, serta tersebar luas di antara orang Turkik di Asia Tengah dan diperkenalkan ke Timur Tengah dengan munculnya Seljuk.[41] Juga populer di kalangan orang Persia yang telah di-Arabisasi di Khurasan timur dan merupakan mazhab orang Asia Tengah dan Turki Ottoman. Dari asal-usulnya di Asia tengah, Maturidiyah menyebar ke seluruh negeri Islam, dari Mesir di barat hingga Tiongkok dan India di timur. Dalam kapasitas ini, setidaknya selama Puncak Abad Pertengahan.[42] [40] Wilferd Madelung menjelaskan hubungan antara Turki Seljuk, mazhab Hanafi, dan akidah Maturidiyah:[43]

Sebagai akhir dari ekspansi Turki, mazhab teologis Hanafiyyah dan Maturidiyyah tersebar di seluruh Persia, Irak, Anatolia barat, Suriah, dan Mesir. Banyak ulama Transoksiana dan Hanafi timur lainnya bermigrasi ke wilayah ini dan mengajar di sana dari akhir abad ke-5/11 hingga abad ke-8/14. Doktrin Maturidi secara bertahap menjadi dominan di kalangan komunitas Hanafi di seluruh dunia.

Saat ini, penganut Maturidiyah tersebar di Afganistan, Asia Tengah, Turki, India, Pakistan, Bangladesh, Balkan (terutama Bosnia, Albania, Kosovo, dan Skopje), Tiongkok barat laut, Levant/Syam (terutama Suriah, Lebanon, dan Palestina), Kaukasus, Tatarstan, dan Bashkortostan.[44]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g h Rudolph, Ulrich (2016) [2014]. "Part I: Islamic Theologies during the Formative and the Early Middle period – Ḥanafī Theological Tradition and Māturīdism". Dalam Schmidtke, Sabine. The Oxford Handbook of Islamic Theology. Oxford and New York: Oxford University Press. hlm. 280–296. doi:10.1093/oxfordhb/9780199696703.013.023. ISBN 9780199696703. LCCN 2016935488. 
  2. ^ a b Oxford Bibliographies – Islamic Studies. Oxford University Press. doi:10.1093/obo/9780195390155-0232. 
  3. ^ a b Rudolph, Ulrich (2015). "An Outline of al-Māturīdī's Teachings". Al-Māturīdī and the Development of Sunnī Theology in Samarqand. Islamic History and Civilization. 100. Diterjemahkan oleh Adem, Rodrigo. Leiden and Boston: Brill Publishers. hlm. 231–312. doi:10.1163/9789004261846_010. ISBN 978-90-04-26184-6. ISSN 0929-2403. LCCN 2014034960. 
  4. ^ a b c d e Henderson, John B. (1998). "The Making of Orthodoxies". The Construction of Orthodoxy and Heresy: Neo-Confucian, Islamic, Jewish, and Early Christian Patterns. Albany, New York: SUNY Press. hlm. 55–58. ISBN 978-0-7914-3760-5. 
  5. ^ a b c d Hartmann, R.; Arnold, T. W.; Basset; Houtsma, Martijn Theodoor Houtsma, ed. (2012) [1936]. Encyclopaedia of Islam, First Edition. 3. Brill Publishers. doi:10.1163/2214-871X_ei1_SIM_4608. ISBN 9789004082656. 
  6. ^ a b Harvey, Ramon (2021). "Chapter 1: Tradition and Reason". Transcendent God, Rational World: A Māturīdī Theology. Edinburgh Studies in Islamic Scripture and Theology. Edinburgh: Edinburgh University Press. ISBN 9781474451673. 
  7. ^ a b c d Bruckmayr, Philipp (January 2009). "The Spread and Persistence of Māturīdi Kalām and Underlying Dynamics". Iran and the Caucasus. Leiden and Boston: Brill Publishers. 13 (1): 59–92. doi:10.1163/160984909X12476379007882. ISSN 1609-8498. JSTOR 25597393. 
  8. ^ Zhussipbek, Galym; Nagayeva, Zhanar (September 2019). Taliaferro, Charles, ed. "Epistemological Reform and Embracement of Human Rights. What Can be Inferred from Islamic Rationalistic Maturidite Theology?". Open Theology. Berlin and Boston: De Gruyter. 5 (1): 347–365. doi:10.1515/opth-2019-0030. ISSN 2300-6579. 
  9. ^ Жусипбек, Галым, Жанар Нагаева, and Альберт Фролов. "Ислам и плюрализм: Что могут предложить идеи школы аль-Матуриди? Журнал Аль-Фараби, Алматы, No 4 (56), 2016 (p. 117-134)." "On the whole, the authors argue that the Maturidi school which is based on 'balanced theological rationalism', 'metaphysics of diversity', 'subjectivity of faith' and 'to be focused on justice and society-centeredness'"
  10. ^ Schlesinger, Sarah J. "The Internal Pluralization of the Muslim Community of Bosnia-Herzegovina: From Religious Activation to Radicalization." Master’s Research Paper. Boston University (2011).
  11. ^ a b c Gilliot, C.; Paket-Chy, A. (2000). "Maturidite theology". Dalam Bosworth, C. E.; Dani, Ahmad Hasan; Masson, Vadim Mikhaĭlovich. History of Civilizations of Central Asia. IV. Paris: UNESCO Publishing. hlm. 124–129. ISBN 92-3-103654-8. 
  12. ^ Cook, Michael (2012) [2003]. "Chapter 1: Introduction". Forbidding Wrong in Islam: An Introduction. Themes in Islamic History. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 6. doi:10.1017/CBO9780511806766.003. ISBN 9780511806766. 
  13. ^ Pierret, Thomas (25 March 2013), Religion and State in Syria: The Sunni Ulama from Coup to Revolution, Cambridge University Press, hlm. 102, ISBN 9781139620062 
  14. ^ Akimkhanov, Askar Bolatbekovich, et al. "Principles of Abu Mansur al-Maturidi, Central Asian Islamic theologian preoccupied with the question of the relation between the Iman/Credo and the action in Islam." European Journal of Science and Theology 12.6 (2016): 165-176.
  15. ^ a b c Cenap Çakmak Islam: A Worldwide Encyclopedia [4 volumes] ABC-CLIO 2017 ISBN 978-1-610-69217-5 page 1014
  16. ^ Oliver Leaman The Biographical Encyclopedia of Islamic Philosophy Bloomsbury Publishing 2015 ISBN 978-1-472-56945-5 page 311
  17. ^ Oliver Leaman The Qur'an: An Encyclopedia Taylor & Francis 2006 ISBN 978-0-415-32639-1 page 41
  18. ^ Ulli Roth, Armin Kreiner, Gunther Wenz, Friedo Ricken, Mahmut Ay, Roderich Barth, Halis Albayrak, Muammer Esen, Engin Erdem, Hikmet Yaman Glaube und Vernunft in Christentum und Islam Kohlhammer Verlag 2017 ISBN 978-3-170-31526-6 page 83
  19. ^ Cenap Çakmak Islam: A Worldwide Encyclopedia [4 volumes] ABC-CLIO 2017 ISBN 978-1-610-69217-5 page 1015
  20. ^ a b Rudolph, Ulrich (2015). "The Foundation and Establishment of Ḥanafite Theology in the Second/ Eighth and Early Third/Ninth Centuries". Al-Māturīdī and the Development of Sunnī Theology in Samarqand. Islamic History and Civilization. 100. Diterjemahkan oleh Adem, Rodrigo. Leiden and Boston: Brill Publishers. hlm. 21–71. doi:10.1163/9789004261846_003. ISBN 978-90-04-26184-6. ISSN 0929-2403. LCCN 2014034960. 
  21. ^ Yüksek Lisans Tezi Imam Maturidi'nin Te'vilatu'l-kur'an'da gaybi konulara İstanbul-2020 2501171277
  22. ^ T.C. İSTANBUL ÜNİVERSİTESİ SOSYAL BİLİMLER ENSTİTÜSÜ TEMEL İSLAM BİLİMLERİ ANABİLİM DALI YÜKSEK LİSANS TEZİ İMAM MÂTURİDÎ’NİN TE’VÎLÂTU’L-KUR’ÂN’DA GAYBÎ KONULARA YAKLAŞIMI ELİF ERDOĞAN 2501171277 DANIŞMAN Prof. Dr. Yaşar DÜZENLİ İstanbul-202
  23. ^ Rico Isaacs, Alessandro Frigerio Theorizing Central Asian Politics: The State, Ideology and Power Springer, 2018 ISBN 9783319973555 p. 108
  24. ^ Lange, Christian (2016). Paradise and Hell in Islamic Traditions. Cambridge United Kingdom: Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-50637-3. 
  25. ^ a b c d e f Rudolph, Ulrich (2016) [2014]. "Part I: Islamic Theologies during the Formative and the Early Middle period – Ḥanafī Theological Tradition and Māturīdism". Dalam Schmidtke, Sabine. The Oxford Handbook of Islamic Theology. Oxford and New York: Oxford University Press. hlm. 285–290. doi:10.1093/oxfordhb/9780199696703.013.023. ISBN 9780199696703. LCCN 2016935488. 
  26. ^ Marlène Laruelle Being Muslim in Central Asia: Practices, Politics, and Identities Brill Publishers, 11.01.2018 ISBN 978-90-04-35724-2 p. 21
  27. ^ Yerzhan, K. "Principles of Abu Mansur Al-Maturidi, Central Asian Islamic Theologian Preoccupied With.pdf." A. Akimkhanov, A.Frolov, Sh.Adilbaeyva, K.Yerzhan (2016): n. pag. Print.
  28. ^ Akimkhanov, Askar Bolatbekovich, et al. "Principles of Abu Mansur al-Maturidi, Central Asian Islamic theologian preoccupied with the question of the relation between the Iman/Credo and the action in Islam." European Journal of Science and Theology 12.6 (2016): 165-176.
  29. ^ Rudolph, Ulrich. al-Māturīdī and the Development of Sunnī Theology in Samarqand. Brill, 2014.
  30. ^ Rudolph, Ulrich. al-Māturīdī and the Development of Sunnī Theology in Samarqand. Brill, 2014.
  31. ^ a b Tritton, A. S. "An Early Work from the School of Al-Māturīdī." Journal of the Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland, no. 3/4, Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland, 1966, pp. 96–99, http://www.jstor.org/stable/25202926.
  32. ^ The Biographical Encyclopedia of Islamic Philosophy. (2015). Vereinigtes Königreich: Bloomsbury Publishing. p. 311
  33. ^ Zhussipbek, Galym, and Bakhytzhan Satershinov. "Search for the theological grounds to develop inclusive Islamic interpretations: Some insights from rationalistic Islamic Maturidite theology." Religions 10.11 (2019): 609. p. 5
  34. ^ Zhussipbek, Galym, and Bakhytzhan Satershinov. "Search for the theological grounds to develop inclusive Islamic interpretations: Some insights from rationalistic Islamic Maturidite theology." Religions 10.11 (2019): 609. p. 6
  35. ^ Rudolph, Ulrich (2015). "Index of Religious and Political Movements". Al-Māturīdī and the Development of Sunnī Theology in Samarqand. Islamic History and Civilization. 100. Diterjemahkan oleh Adem, Rodrigo. Leiden and Boston: Brill Publishers. hlm. 353–354. doi:10.1163/9789004261846_015. ISBN 978-90-04-26184-6. ISSN 0929-2403. LCCN 2014034960. 
  36. ^ Zhussipbek, Galym, and Bakhytzhan Satershinov. "Search for the theological grounds to develop inclusive Islamic interpretations: Some insights from rationalistic Islamic Maturidite theology." Religions 10.11 (2019): 609. p. 3
  37. ^ Bürgel, J. Christoph. "Zoroastrianism as Viewed in Medieval Islamic Sources." Muslim Perceptions of Other Religions (1999): 202-212.
  38. ^ "MÂTÜRÎDİYYE". islamansiklopedisi.org.tr (dalam bahasa Turki). İslâm Ansiklopedisi. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 Mar 2023. 
  39. ^ John L. Esposito, ed. (2003). The Oxford Dictionary of Islam. Oxford University Press. hlm. 196. ISBN 9780195125597. 
  40. ^ a b Sherman A. Jackson (2009). Islam and the Problem of Black Suffering. Oxford University Press. hlm. 102. ISBN 9780195382068. 
  41. ^ Suleiman A. Mourad (2021). Ibn 'Asakir of Damascus: Champion of Sunni Islam in the Time of the Crusades. Simon and Schuster. hlm. 118. ISBN 9780861540464. 
  42. ^ "من هم "الماتريدية" وهل يعدون من أهل السنة وما موقف "الأزهر" منهم؟". youm7.com (dalam bahasa Arab). Youm7. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 Mar 2023. انتشرت أفكار الماتريدية انتشارا كبيرا ما بين 700ـ1300هـ وكثر أتباعها فى بلاد الهند والصين، وبنجلاديش، وباكستان، وأفغانستان وتركيا، وفارس، وبلاد ما وراء النهر، والمغرب 
  43. ^ Taraneh R. Wilkinson (2019). Dialectical Encounters: Contemporary Turkish Muslim Thought in Dialogue. Edinburgh University Press. hlm. 153. ISBN 9781474441568. 
  44. ^ Dilshodakhon Muminova (Senior teacher of International Islamic Academy of Uzbekistan, Doctor of Philosophy in Philological sciences); Sayyora Rashidova (March 2022). "Ideological Doctrine and History of Moturidism" (PDF). Academic Research in Educational Sciences. 3 (3): 401–404. doi:10.24412/2181-1385-2022-3-401-404. ISSN 2181-1385. 

Pranala luar

sunting
  NODES
Community 1
Intern 4
Note 3
os 20
todo 1