Puncak Jaya

gunung di Indonesia

Puncak Jaya atau Nemangkawi Ninggok adalah sebuah puncak tertinggi yang menjadi bagian dari Pegunungan Barisan Sudirman yang terdapat di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, Indonesia. Puncak Jaya atau Piramida Carstensz mempunyai ketinggian 4.884 mdpl dan di sekitarnya terdapat gletser dengan nama yang sama yakni gletser Carstensz, satu-satunya gletser tropika di Indonesia, yang tersisa dan secara perlahan mulai menipis akibat pemanasan global.[3][4]

Puncak Jaya
Nemangkawi Ninggok (Amungkal)
Puncak Jaya terlihat dari Helikopter (c. 2020)
Titik tertinggi
Ketinggian4.884 m (16.024 ft)[1]
Masuk dalam daftarTujuh Puncak
Koordinat04°04′44″S 137°09′31″E / 4.07889°S 137.15861°E / -4.07889; 137.15861
Geografi
LetakPapua Tengah, Indonesia
PegununganBarisan Sudirman
Jayawijaya
Geologi
Usia batuanBatu: Miosen[2]
Gunung: Pliosen[2]
Jenis gunungIgir batu gamping[2]
Pendakian
Rute termudahIlaga (jalur utara), Singa dan Tembagapura (jalur selatan)
Barisan Sudirman memiliki salju abadi

Puncak ini merupakan gunung tertinggi di Indonesia dan ke-7 tertinggi di Asia Tenggara. Puncak Jaya adalah salah satu dari tujuh puncak tertinggi di dunia.

Sejarah

sunting

Penemuan

sunting

Dataran tinggi di sekitar puncak awalnya sudah dihuni sebelum adanya kontak dengan bangsa Eropa, dan puncaknya dikenal sebagai Nemangkawi di Amungkal. Puncak Jaya sebelumnya bernama Piramida Carstensz setelah penjelajah Belanda Jan Carstenszoon menamainya ketika pertama kali melihat gletser di puncak gunung pada hari yang cerah pada tahun 1623.[5]

Padang salju (gletser) Puncak Jaya berhasil didaki pada awal tahun 1909 oleh seorang penjelajah Belanda, Hendrikus Albertus Lorentz dengan enam orang suku Kenyah yang direkrut dari Apau Kayan di Kalimantan Utara. Taman Nasional Lorentz yang juga meliputi Piramida Carstensz, didirikan pada tahun 1919 menyusul laporan ekspedisi ini.

Pendakian

sunting

Pada tahun 1936, ekspedisi Carstensz yang diprakarsai Belanda, tidak mampu menetapkan dengan pasti yang mana dari ke tiga puncak adalah yang tertinggi, memutuskan untuk berusaha mendaki masing-masing puncak. Anton Colijn, Jean Jacques Dozy, dan Frits Julius Wissel mencapai padang gletser Carstensz Timur dan Puncak Ngga Pulu pada 5 Desember. Karena gletser yang mencair, ketinggian Puncak Ngga Pulu menjadi 4.862 meter, tetapi telah diperkirakan bahwa pada tahun 1936 (ketika gletser masih tertutup puncak seluas 13 kilometer persegi), Ngga Pulu memang puncak yang tertinggi dengan ketinggian lebih dari 5.000 meter.

Setelahnya Puncak Jaya tidak pernah didaki sampai tahun 1962, oleh sebuah ekspedisi yang dipimpin oleh pendaki gunung Austria, Heinrich Harrer, dengan tiga anggota ekspedisi lainnya, Robert Philip Temple, Russell Kippax, dan Albertus Huizenga. Philip Temple dari Selandia Baru, sebelumnya memimpin ekspedisi ke daerah dan merintis rute akses ke pegunungan.

Pada tahun 1963, puncak ini berganti nama menjadi Puncak Soekarno, setelah itu kemudian diganti menjadi Puncak Jaya. Nama Piramida Carstensz sendiri masih digunakan di kalangan para pendaki. .

Gletser

sunting
 
Gunung Gletser Di Puncak Jaya

Sementara Puncak Jaya masih sedikit tertutup es, ada beberapa gletser di lereng, termasuk Gletser Carstensz, Gletser Northwall Firn Barat, dan Gletser Northwall Firn Timur, baru-baru ini dikabarkan lenyap.

Gletser di Puncak Trikora di Pegunungan Maoke menghilang sama sekali dalam kurun waktu antara 1939 dan 1962.[6] Sejak tahun 1970-an, bukti dari citra satelit menunjukkan gletser Puncak Jaya telah menyusut dengan cepat. Gletser Meren mencair antara tahun 1994 dan 2000.[7] Sebuah ekspedisi yang dipimpin oleh paleoklimatologi Lonnie Thompson pada tahun 2010 menemukan bahwa gletser menghilang pada tingkat ketebalan 7 meter per tahun dan akan lenyap sama sekali pada tahun 2015.[8]

Nama Lain

sunting

Nama-nama/ejaan lain:

  • Nemangkawi (dalam Bahasa Amungkal)
  • Ngga Pulu ("Ngga" berarti gunung)
  • Gunung Carstensz
  • Piramida Carstensz
  • Puncak Carstensz
  • Puncak Jayadikesuma
  • Ndugundugu
  • Gunung Soekarno.[9]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Ketinggian yang diberikan di sini ditentukan oleh Ekspedisi Universitas Australia Diarsipkan 2016-03-03 di Wayback Machine. 1971–73 dan didukung oleh otoritas Seven Summits dan data radar resolusi tinggi modern. Ketinggian yang lebih tua tetapi masih sering dikutip 5.030 meter (16.503 kaki) sudah usang.
  2. ^ a b c Hope, Geoffrey S.; Peterson, James A.; Allison, Ian; Radok, Uwe (1976). The Equatorial Glaciers of New Guinea. Rotterdam: A.A. Balkema. 
  3. ^ "Papua Glacier's Secrets Dripping Away: Scientists". Jakarta Globe. Agence France-Presse. July 2, 2010. Diakses tanggal 3 July 2010. 
  4. ^ Wang, Shan-shan; Veettil, Bijeesh Kozhikkodan (2018-03-01). "State and fate of the remaining tropical mountain glaciers in australasia using satellite imagery". Journal of Mountain Science (dalam bahasa Inggris). 15 (3): 495–503. doi:10.1007/s11629-017-4539-0. ISSN 1993-0321. 
  5. ^ Neill, Wilfred T. (1973). Twentieth-Century Indonesia. Columbia University Press. hlm. 14. ISBN 978-0-231-08316-4. 
  6. ^ Ian Allison and James A. Peterson. "Glaciers of Irian Jaya, Indonesia and New Zealand". U.S. Geological Survey, U.S.Department of the Interior. Diakses tanggal 28 April 2000. 
  7. ^ Joni L. Kincaid and Andrew G. Klein. "Retreat of the Irian Jaya Glaciers from 2000 to 2002 as Measured from IKONOS Satellite Images" (PDF). 61st Eastern Snow Conference Portland, Maine, USA 2004. Diarsipkan dari versi asli (pdf) tanggal 2017-05-17. Diakses tanggal 2004. 
  8. ^ "Papua Glacier's Secrets Dripping Away: Scientists". Jakarta Globe. Agence France-Presse. 2 Juli 2010. Diakses tanggal 3 Juli 2010. 
  9. ^ Greater Atlas of the World, Mladinska knjiga, Ljubljana, Slovenia, 1986.

Pranala luar

sunting


  NODES