Takeda Shingen

merupakan seorang daimyo zaman Sengoku dari provinsi Kai
(Dialihkan dari Takeda Harunobu)

Takeda Shingen (武田 信玄)(1 Desember 1521 atau 3 November tahun pertama era Daiei13 Mei 1573 atau 12 April tahun ke-14 era Genki) atau dikenal sebagai Takeda Harunobu adalah daimyo zaman Sengoku dari provinsi Kai.

Takeda Shingen
1 Desember 1521 - 13 Mei 1573
Lukisan oleh Utagawa Kuniyoshi
Zaman Sengoku
Tanggal lahir 1 Desember 1521
Tahun wafat 13 Mei 1573
Penggantian nama Katsuchiyō, Harunobu, Tokueiken Shingen
Nama alias Tarō
Nama anumerta Hōshōinkizan Shingen
Jabatan Jūshi-i-ka Daizen daibu, Shinano no kami, Jusan-i (diterima secara anumerta)
Majikan Ashikaga Yoshiaki
Klan klan Takeda, klan Kai Genji garis keturunan Seiwa Genji dan Kawachi Genji
Orangtua Takeda Nobutora, Ōi no kata (Zuiunin)
Kakak adik Shingen, Nobushige, Nobukado, Nene, Ichijō Nobutatsu, Matsuo Nobukore, Kawakubo Nobuzane dan lain-lain
Istri Sanjō no kata, Suwagoryōnin, Nezugoryōnin, Aburakawa fujin
Keturunan Yoshinobu, Nobuchika, Takeda Nobuyuki, Ōbaiin, Takeda Katsuyori, Kenshōin, Nishina Morinobu, Morinobu, Nobusada, Putri Matsu, Nobukiyo dan lain-lain

Takeda Shingen dilahirkan sebagai putra sah pewaris klan Takeda yang secara turun temurun menjabat shugo di Kai. Setelah berhasil menaklukkan provinsi tetangga Shinano, Takeda Shingen bertarung melawan musuh besarnya Uesugi Kenshin dalam Pertempuran Kawanakajima. Takeda Shingen terus memperluas wilayah kekuasaan hingga mencakup provinsi Kai, Shinano, Suruga, Kōzuke, Tōtōmi, berikut sebagian wilayah Mikawa dan Mino. Takeda Shingen dikabarkan meninggal karena sakit di tengah perjalanan untuk menaklukkan Kyoto.

Shingen merupakan nama kaimyō sedangkan Harunobu merupakan nama kehormatan (imina). Nama resmi yang diberikan kaisar adalah Minamoto no Harunobu.

Dalam pertempuran, Takeda Shingen yang dijuluki "Harimau dari Kai" mengibarkan bendera perang yang disebut Fūrinkazan (風林火山, angin, rimba, api, gunung). Pasukan berkuda yang dipimpin Takeda Shingen merupakan pasukan kavaleri terkuat di zaman Sengoku. Pada zaman Taishō, Shingen secara anumerta menerima jabatan Jusan-i yang berkedudukan tiga tingkat di bawah jabatan perdana menteri.

Perjalanan hidup

sunting

Penjaga provinsi Kai

sunting

Takeda Shingen lahir pada tanggal 3 November 1521 sebagai putra pewaris Takeda Nobutora di provinsi Kai. Tarō atau Katsuchiyō adalah nama panggilannya sewaktu kecil.

Ayah Shingen (Takeda Nobutora) adalah daimyō zaman Sengoku yang mempersatukan provinsi Kai sekaligus pendiri klan Takeda. Nobutora adalah pemimpin generasi ke-18 klan Kai Genji atau klan Takeda yang turun temurun menjabat shugo di provinsi Kai sejak zaman Kamakura.

Pada saat kelahiran Shingen, provinsi Kai sedang diserang oleh 15.000 prajurit dari pasukan Imagawa yang dipimpin oleh Fukushima Masanori atas perintah Imagawa Ujichika. Semangat tempur pasukan Takeda menjadi berkobar-kobar begitu mengetahui berita kelahiran si kecil Shingen, sehingga pasukan Imagawa yang berjumlah berkali-kali lipat bisa dikalahkan.

Klan Takeda berdamai dengan klan Imagawa segera setelah Imagawa Yoshimoto diangkat sebagai kepala keluarga (katoku) menggantikan Imagawa Ujiteru yang wafat tahun 1536. Takeda Shingen yang waktu itu masih dipanggil Tarō menikah dengan putri dari keluarga Sanjō berkat pertolongan Imagawa Yoshimoto.

Pada tahun yang sama (1536), Ashikaga Yoshiaki yang merupakan shogun ke-12 Keshogunan Muromachi memberi nama kehormatan (imina) "Harunobu" untuk si kecil Tarō pada upacara genbuku (peresmian sebagai orang dewasa). Karier Takeda Harunobu dimulai dari penyerbuan Istana Uminokuchi yang dikuasai oleh Hiraga Genshin. Setelah kelahiran adiknya yang bernama Takeda Nobushige pada tahun 1525, Harunobu mulai dijauhkan karena kasih sayang sang ayah telah beralih kepada adiknya.

Pada tahun 1541, Harunobu memaksa ayahnya (Takeda Nobutora) untuk mengundurkan diri atas saran penasehat senior Itagaki Nobukata dan Amari Torayasu. Takeda Harunobu diangkat menjadi pemimpin ke-19 klan Takeda setelah mengasingkan Nobutora ke Provinsi Suruga (wilayah kekuasaan Imagawa). Alasan Takeda Harunobu mengusir ayahnya masih merupakan kontroversi sampai sekarang ini. Dalam buku sejarah ditulis "kelakuan buruk" sebagai alasan pengusiran Takeda Nobutora yang kabarnya terus melakukan invasi ke provinsi tetangga. Nobutora disukai para samurai lokal (kokujin) sebagai pemimpin, tetapi para penasehat tidak menyenanginya dan memimpin pemberontakan. Dalam buku sejarah juga ditulis bahwa rakyat Kai menyambut gembira pengusiran Nobutora.

Penaklukan Shinano

sunting

Harunobu yang menjadi pewaris klan Takeda berhasil membentuk pemerintahan yang kuat berkat bantuan pengikutnya yang bernama Itagaki Nobukata dan Amari Torayasu. Harunobu kembali menghidupkan rencana penaklukan provinsi Shinano yang sudah dirintis sejak masa pemerintahan Nobutora. Harunobu turut campur dalam perang saudara antara anggota klan Suwa. Pada tahun 1542, Harunobu menguasai distrik Shuwa di Shinano setelah menewaskan Suwa Yorishige dengan bantuan Takatō Yoritsugu dari distrik Ina. Perselisihan antara Haronobu dan Yoritsugu kemudian terjadi akibat perbedaan pendapat soal wilayah kekuasaan. Pada tahun 1545, pasukan klan Takeda menyerang Istana Takatō. Dalam pertempuran ini, Harunobu berhasil menewaskan Takatō Yoritsugu, Ōi Sadataka dan Fujisawa Yorichika, sehingga Shinano bagian selatan seluruhnya berhasil ditaklukkan. Takeda Nobukata kemudian diangkat menjadi penguasa distrik Suwa.

Pada tahun 1547, Harunobu melanjutkan ambisi ekspansi wilayah kekuasaannya dengan menyerang bagian timur provinsi Shinano. Pasukan Takeda berhasil menaklukkan Istana Shiga yang dikuasai oleh Kasahara Kiyoshige. Dalam penaklukan Istana Shiga, pasukan Takeda menyandera wanita dan anak-anak serta menghukum mati 3.000 orang prajurit lawan yang tertangkap. Peristiwa ini menjadi sebab Harunobu keterlambatan penaklukan provinsi Shinano. Pada tahun 1547, pemerintah Takeda Shingen mengeluarkan Bunkokuhō (分国法, kitab undang-undang di dalam wilayah kekuasaan sengokudaimyō) yang disebut Kōshūhatto no shidai (undang-undang wilayah Kai) atau Shingen kahō (hukum wilayah Shingen).

Pada tahun 1548, Harunobu memimpin pasukan untuk menyerang distrik Saku tetapi mendapat perlawanan sengit dari Murakami Yoshikiyo. Pada tahun yang sama, Harunobu kembali melancarkan serangan yang gagal terhadap Yoshikiyo yang disebut Pertempuran Uedahara. Pada tahun 1550 Harunobu melakukan serangan ke Istana Toishi, tetapi juga gagal sehingga dikenal sebagai drama Toishigure. Pengikut Harunobu yang sudah berpengalaman seperti Itagaki Nobukata dan Amari Torayasu banyak yang tewas akibat kekalahan berturut-turut dalam dua kali pertempuran. Keadaan Harunobu yang sedang lemah dimanfaatkan oleh Ogasawara Nagatoki dari bagian barat provinsi Shinano yang menyerbu masuk ke wilayah klan Takeda, tetapi dipukul mundur pasukan Takeda dalam pertempuran di lintasan pegunungan Shiojiri.

Pada tahun 1553 Harunobu dengan strategi yang disusun Sanada Yukitaka akhirnya berhasil mengalahkan pasukan Murakami Yoshikiyo, tetapi Yoshikiyo dan Ogasawari Nagatoki meminta bantuan dari Nagao Kagetora (Uesugi Kenshin) dari Echigo sehingga berhasil lolos. Pada tahun 1555, Harunobu berhasil menundukkan Kiso Yoshimasa yang menguasai Istana Kiso fukushima sehingga sebagian besar provinsi Shinano berhasil ditaklukkan.

Pertempuran Kawanakajima

sunting
 
Pertempuran Kawanakajima yang ke-4

Pada tahun 1553, pasukan Nagao (Uesugi Kenshin) tiba untuk menolong pasukan Yoshikiyo dan menggelar pasukan di Kawanakajima (sekarang kota Nagano) untuk menghadang pasukan Takeda yang sudah memasuki dataran Zenkōjidaira (lembah Nagano). Bentrokan bersenjata yang terjadi antara pasukan Takeda dan pasukan Nagao terkenal sebagai Pertempuran Kawanakajima tahap pertama. Pertempuran sempat terhenti tetapi kemudian pecah secara berulang-ulang hingga 5 kali (tahun 1553, tahun 1555, tahun 1557, tahun 1561, tahun 1564).

Harunobu menggunakan segala upaya untuk menghadapi Uesugi Kenshin, antara lain dengan mengawinkan putranya yang bernama Takeda Yoshinobu dengan putri dari Imagawa Yoshimoto. Anak perempuan Harunobu juga dikawinkan dengan putra pertama Hōjō Ujiyasu yang bernama Hōjō Ujimasa agar bisa bersekutu dengan Hōjō Ujimasa. Klan Imagawa dan klan Hōjō juga menjalin persekutuan dengan bantuan klan Takeda yang berperan sebagai penengah. Persekutuan ini disebut Persekutuan Tiga Negara Kōsōsun. Pada tahun 1555 pecah Pertempuran Kawanakajima yang kedua kali tanpa ada pihak yang kalah atau menang. Kedua belah pihak mundur berkat klan Imagawa yang bertindak sebagai penengah.

Pada tahun 1559, Harunobu memutuskan untuk menjadi pendeta Buddha dan mengganti namanya menjadi Shingen. Pada tahun 1561 pecah Pertempuran Kawanakajima yang ke-4 kali antara pasukan Takeda dan pasukan Uesugi. Pertempuran ini merupakan pertempuran terbesar yang memakan korban tewas di kedua belah pihak hingga 6.000 prajurit. Pasukan Takeda kehilangan tokoh-tokoh seperti Takeda Nobushige (adik laki-laki Shingen) Murozumi Torasada dan Yamamoto Kansuke. Lembah Kawanakajima menjadi tempat pelampiasan dendam kedua belah pihak.

Takeda Shingen kemudian mengganti sasaran dengan menyerang provinsi Kōzuke. Perlawanan Nagano Narimasa membakar semangat bertempur Shingen, tetapi Narimasa keburu meninggal karena sakit. Pasukan Takeda berhasil menguasai bagian barat Kōzuke setelah berturut-turut menaklukkan Istana Minowa, Istana Kuragano dan Istana Sōja.

Penaklukan Kyoto hingga wafat

sunting

Pada tahun 1560, Oda Nobunaga dan pasukannya berhasil membunuh Imagawa Yoshimoto yang merupakan sekutu klan Takeda. Klan Imagawa mulai kelihatan melemah dengan terbunuhnya Imagawa Yoshimoto sehingga Shingen memutuskan untuk membatalkan persekutuan dengan klan Imagawa dan menyerang masuk ke provinsi Suruga. Putra pewaris Shingen yang bernama Takeda Yoshinobu menentang rencana ini dan memimpin pemberontakan melawan kekuasaan ayahnya. Pada tahun 1565, pembantu terdekat Takeda Yoshinobu yang bernama Obu Toramasa dipaksa melakukan seppuku, sedangkan Takeda Yoshinobu dicabut haknya sebagai pewaris kekuasaan klan Takeda dan dipaksa melakukan bunuh diri.

Penyerangan ke provinsi Suruga yang dinanti-nanti Takeda Shingen akhirnya bisa dimulai pada tahun 1568. Pasukan Takeda Shingen bisa memasuki wilayah Sunpu setelah berhasil mengalahkan pasukan Ogi Kiyotaka di gunung Matsuno dan pasukan Imagawa Ujizane di gunung Satta.

Pasukan Takeda kemudian harus berhadapan dengan pasukan gabungan Hōjō Ujiyasu dan Hōjō Ujimasa yang datang membantu pasukan klan Imagawa. Pada waktu itu klan Hōjō bersekutu dengan Uesugi Kenshin, sehingga Shingen menarik pasukannya kembali ke Kai. Pada bulan Oktober 1569, pasukan Takeda kembali menyerang klan Hōjō. Markas klan Hōjō di Istana Odawara kali ini berhasil dikepung oleh pasukan Takeda. Shingen kembali harus memerintahkan pasukannya untuk mundur dari Istana Odawara. Pasukan Hōjō yang dipimpin oleh Hōjō Ujiteru dan Hōjō Ujikuni segera melakukan pengejaran terhadap pasukan Takeda, tetapi pihak yang mengejar justru dikalahkan dalam Pertempuran Mimasetōge. Dengan berhasil ditaklukkannya pasukan Hōjō, Takeda Shingen berhasil menganeksasi provinsi Suruga pada tahun 1570.

Pada waktu itu wilayah kekuasaan klan Takeda sudah mencakup provinsi Kai, Shinano, Suruga, Kōzuke, Tōtōmi, Mikawa dan sebagian Mino. Penaklukan wilayah kekuasaan klan Tokugawa merupakan langkah berikut Takeda Shingen. Pada tahun 1571 setelah Hōjō Ujiyasu meninggal karena sakit, putranya yang bernama Hōjō Ujimasa membatalkan persekutuan dengan Uesugi Kenshin dan kembali menjalin persekutuan dengan Takeda Shingen. Ujimasa konon menjalankan kata terakhir dari ayahnya Hōjō Ujiyasu agar memutuskan hubungan dengan Kenshin dan bersekutu dengan Shingen.

Pada bulan Oktober 1572, Shingen melakukan penyerangan atas provinsi Tōtōmi dan merebut secara berturut-turut istana milik Tokugawa seperti Istana Futamata sebagai jawaban atas undangan dari shogun Ashikaga Yoshiaki. Shingen sudah lama menanti-nanti kesempatan bertugas di Kyoto. Pada bulan Desember 1572, pasukan gabungan Oda Nobunaga dan Tokugawa Ieyasu berhasil ditaklukkan oleh Pasukan Takeda dalam Pertempuran Mikatagahara.

Pada saat itu, Asakura Yoshikage sedang menggelar pasukan sejumlah 15.000 prajurit di bagian utara provinsi Ōmi untuk membantu Azai Nagamasa yang diserang pasukan Oda Nobunaga. Ketika Shingen sedang merayakan kemenangan atas pasukan Nobunaga-Ieyasu, pasukan Asakura Yoshikage yang sedang mempertahankan wilayah kekuasaan Azai secara tiba-tiba ditarik pulang ke markasnya di Echizen. Takeda Shingen menjadi sangat marah mendengar berita penarikan mundur pasukan Ashikage. Takeda Shingen berada di bawah Oda Nobunaga dalam soal kokudaka yang menentukan jumlah prajurit yang dapat direkrut. Gerak pasukan Takeda bisa terhambat tanpa adanya pasukan Yoshikage yang memecah kekuatan pasukan Tokugawa Ieyasu dan Oda Nobunaga. Shingen lalu menulis surat yang meminta agar Yoshikage menggelar kembali pasukan yang ternyata tidak ditanggapi. Surat ini kemudian dikenal sebagai Dokumen Inō. Yoshikage Asakura Yoshikage bersikeras untuk mempertahankan pasukan di Echizen walaupun sudah dibujuk oleh para daimyo yang tergabung pada koalisi anti Nobunaga agar Yoshikage mau bekerjasama dengan Shingen.

Langkah berikut Takeda Shingen adalah penaklukan provinsi Mikawa. Pada bulan Februari 1573, Shingen berhasil merebut Istana Noda dalam pertempuran yang kemudian dikenal sebagai Pertempuran Istana Noda. Keadaan kesehatan Takeda Shingen makin menurun setelah Pertempuran Istana Noda berakhir. Pengobatan Shingen ternyata tidak berhasil sehingga pasukan harus ditarik mundur pada pertengahan bulan Maret. Pada tanggal 12 April 1573, sewaktu memimpin pasukan dalam perjalanan pulang ke Kai, Takeda Shingen wafat pada usia 53 tahun di Komanba, provinsi Shinano.

Takeda Shingen meninggalkan buku jurnal dan strategi militer berjudul "Kōyō gunkan" yang di dalamnya tertulis pesan terakhir yang berbunyi "Ashita wa seta ni hata o tateyo" (「明日は瀬田に旗を立てよ」, "Besok kita naikkan bendera di Seta"). Seta adalah tempat di bagian selatan danau Biwa yang menurut pandangan orang pada zaman itu merupakan pintu gerbang ke Heian kyō. Menurut catatan lain, Takeda Shingen dalam pesan terakhirnya meminta para pengikutnya untuk merahasiakan kematian dirinya selama 3 tahun.

Puisi kematian yang ditulis Shingen berbunyi Taiteiwa, chi ni makasete, kikotsu eshi, kōfun o nurazu, mizukara fūryū (「大ていは 地に任せて 肌骨好し 紅粉を塗らず 自ら風流」, Seperti biasa, serahkan pada tanah, baik untuk kulit dan daging, tanpa perlu berlumur merah dan putih, sendiri bersama hembusan angin). Lokasi makam Takeda Shingen di kuil Erinji (sekarang terletak di kota Kōshū, Prefektur Yamanashi).

Kebijakan politik

sunting
Pembukaan lahan sawah baru
Pemasukan dari pajak tanah tidak bisa banyak diharapkan karena wilayah klan Takeda di provinsi Kai hanya memiliki sedikit lahan di dataran rendah. Agar pendapatan dari pajak bisa ditingkatkan, pemerintahan klan Takeda berusaha keras dalam pembukaan lahan-lahan sawah baru. Lahan yang selama ini selalu banjir karena luapan air sungai juga diusahakan agar bisa digunakan untuk bertani. Pembukaan hutan untuk lahan sawah dilakukan di dataran tinggi dan aliran sungai dialihkan dengan membangun bendungan yang dinamakan sebagai "Bendungan Shingen."
Mata uang
Pemerintahan Takeda Shingen mencetak mata uang berupa koin emas pertama di Jepang yang disebut Kōshū kin (emas Kōshū). Provinsi Kai memiliki gunung yang kaya dengan cadangan emas. Eksplorasi emas di provinsi Kai dilakukan dengan menggunakan teknik penggalian dan pemurnian emas dari Barat. Emas yang ditambang dalam jumlah besar-besaran digunakan untuk biaya pengendalian banjir dan pengeluaran militer, termasuk biaya diplomasi dan konflik militer dengan Oda Nobunaga dan Uesugi Kenshin.

Profil

sunting

Patung perunggu Takeda Shingen di depan stasiun Kōfu didasarkan pada lukisan potret Takeda Shingen yang kebenarannya diragukan oleh para sejarawan. Kemungkinan besar lukisan potret Takeda Shingen yang banyak dikenal orang sebenarnya adalah lukisan potret orang lain dari zaman yang lebih modern.

Peran sumber daya manusia
Takeda Shingen terkenal dengan ucapannya yang berbunyi "Hito wa shiro, hito wa ishigaki, hito wa hori. Nasake wa mikata, ada wa teki nari" (人は城、人は石垣、人は堀。情けは味方、仇は敵なり, Istana atau tembok batu yang dibangun sekuat apapun tidak ada artinya jika orang yang berada di belakangnya tidak berusaha sepenuh hati. Kasih sayang adalah tali pengikat antara manusia, hasilnya negara menjadi makmur atau musuh yang bertambah banyak yang akibatnya negara hancur). Sesuai dengan ucapannya yang terkenal, Takeda Shingen selama hidupnya tidak pernah membangun istana barang satu pun juga. Rumah kediaman Shingen disebut Tsutsujigasaki yang merupakan warisan dari ayahnya. Konon rumah kediaman ini dikelilingi sebuah parit sehingga bisa disebut sebagai istana.
Pengagum Sun Tzu
Bendera perang Takeda Shingen bertuliskan Fūrinkazan yang mengutip buku seni berperang oleh Sun Tzu yang berbunyi "Dalam bergerak hendaknya cepat laksana angin, diam laksana rimba, menyerang dengan ganas laksana api, dalam bertahan hendaknya tidak tergoyahkan laksana gunung." Bendera perang Fūrinkazan yang dikibarkan oleh Takeda Shingen kabarnya ditulis sendiri pendeta kuil Erinji yang bernama Kaisen Jōki.
Takeda Shingen pernah menulis surat bernada penyesalan kepada kekasih lelakinya yang bernama Kasuga Gensuke (nantinya dikenal sebagai Kōsaka Masanobu).
Di rumah kediaman Takeda Shingen yang bernama Tsutsujigasaki diciptakan toilet dengan air penggelontor yang pertama di Jepang. Air yang mengalir di belakang rumah digunakan sebagai air penggelontor kotoran. Toilet ini bisa digunakan sebagai tempat membaca selain buang air.

Kontroversi

sunting
Sebab kematian
Sebagian sejarawan yang mengatakan Takeda Shingen menderita penyakit batuk yang menahun, walaupun ada juga penjelasan yang mengatakan Shingen menderita Tuberkulosa. Penjelasan lain mengatakan Shingen menderita kanker perut. Ada juga cerita yang mengatakan Shingen meninggal akibat luka infeksi yang disebabkan tembakan senapan pasukan Tokugawa. Luka tembak yang diderita Shingen kabarnya didapat sewaktu pasukan Takeda sedang mengepung Istana Noda di provinsi Mikawa. Shingen terpancing suara peluit dari dalam istana dan tertembak sewaktu mendekati sumber suara. Kematian Takeda Shingen merupakan salah satu sebab kemunduran klan Takeda yang membuka kesempatan bagi Oda Nobunaga dan Tokugawa Ieyasu untuk memusnahkan klan Takeda.
Pengusiran sang ayah
Ada penjelasan yang mengatakan Takeda Shingen cuma dijadikan sekadar boneka oleh para menteri senior. Ayah Shingen (Takeda Nobutora) diasingkan atas petunjuk para menteri senior dalam kudeta tidak berdarah. Ada pendapat yang meragukan Takeda Shingen pertama kali memimpin pasukan di usia 16 tahun. Pada waktu itu, buku harian yang ditulis pengikut Shingen yang bernama Akiyama Nobutomo justru mengisahkan pertikaian untuk merebut jabatan kepala keluarga (katoku) di keluarga Imagawa dan tidak menyinggung soal Shingen memimpin pasukan untuk pertama kali di usia 16 tahun. Para sejarawan umumnya sepakat bahwa Shingen baru bertempur pertama kali di usia 20 tahun, tetapi pendapat ini bertentangan dengan tradisi daimyō zaman Sengoku yang tampil bertempur untuk pertama kali dalam usia muda.

Silsilah

sunting

Takeda Shingen merupakan generasi ke-19 klan Takeda yang juga dikenal sebagai klan Kai Genji penguasa (shugo) provinsi Kai secara turun temurun. Klan Takeda berasal dari garis keturunan Minamoto no Yoshimitsu yang merupakan keturunan dari klan Kawachi Genji yang merupakan percabangan dari klan Seiwa Genji.

Klan Takeda merupakan klan samurai ulung dari generasi ke generasi. Pada masa peperangan antara klan Minamoto dan klan Taira, Takeda Nobushige bersama-sama Minamoto no Yoritomo dan Minamoto no Yoshinaka menerima perintah untuk menghancurkan Taira no Kiyomori.

Istri Shingen yang bernama Sanjō no kata (Sanjō fujin) adalah putri dari Sanjō Kimiyori yang menjabat sadaijin yang satu tingkat di bawah jabatan perdana menteri. Takeda Shingen konon memiliki banyak sekali wanita yang dijadikan istri, tetapi istri yang dapat dibuktikan kebenarannya berdasarkan catatan sejarah hanya terdiri dari empat orang: Sanjō no kata, Suwagoryōnin, Nezugoryōnin dan Aburakawa fujin.

Pengikut

sunting

Para pengikut Takeda Shingen memiliki keahlian bertempur yang tinggi. Para ksatria pengikut Shingen dikenal sebagai "Dua Puluh Empat Ksatria Takeda," walaupun sering dikatakan berjumlah 25 orang. Kisah 24 orang ksatria pengikut Shingen mulai dikenal pada zaman Edo berkat lukisan Ukiyo-e yang menggambarkan para ksatria pengikut Shingen, dan seni bercerita diiringi musik (Jōruri). Nama-nama ksatria yang dipilih sebagai "Dua Puluh Empat Ksatria Takeda" juga tidak berasal dari zaman yang sama. Kriteria pemilihan 24 ksatria yang menjadi pengikut Shingen kemungkinan besar didasarkan pada selera rakyat zaman itu. Nama tokoh yang termasuk masuk ke dalam anak haram

Kesusastraan dan budaya

sunting
Film layar lebar
Drama televisi
Manga

Pranala luar

sunting
  NODES
mac 2
musik 1
os 33