Triklosan
Triklosan adalah agen antimikroba spektrum luas yang telah digunakan sebagai antiseptik, disinfektan, atau pengawet dalam lingkungan rumah sakit, dalam berbagai produk konsumen termasuk kosmetik, produk kebersihan rumah tangga, bahan plastik, mainan, cat, dan sebagainya.[1] Triklosan [TCS, singkatan dari Triclosan; 5-chloro-2-(2,4- dichloro-phenoxy)-phenol] adalah nama umum untuk turunan fenil eter yang berbentuk serbuk kristal keputihan, dan merupakan bisphenol fenil eter terklorinasi sintetis.[2][3]
Nama | |
---|---|
Nama IUPAC (preferensi)
5-Chloro-2-(2,4-dichlorophenoxy)phenol | |
Nama lain
2,4,4'-Trichloro-2'-hydroxydiphenyl ether
5-Chloro-(2,4-dichlorophenoxy)phenol Trichloro-2'-hydroxydiphenyl ether CH-3565 Lexol 300 Irgasan DP 300 Ster-Zac | |
Penanda | |
Model 3D (JSmol)
|
|
3DMet | {{{3DMet}}} |
ChEBI | |
ChEMBL | |
ChemSpider | |
DrugBank | |
Nomor EC | |
KEGG | |
PubChem CID
|
|
Nomor RTECS | {{{value}}} |
UNII | |
CompTox Dashboard (EPA)
|
|
| |
| |
Sifat | |
C12H7Cl3O2 | |
Massa molar | 289,54 g·mol−1 |
Penampilan | Putih padat |
Densitas | 1.49 g/cm3 |
Titik lebur | 55–57 °C (131–135 °F; 328–330 K) |
Titik didih | 120 °C (248 °F; 393 K) |
Farmakologi | |
Kode ATC | D08 D09AA06 (perban) |
Bahaya | |
Lembar data keselamatan | MSDS |
Titik nyala | 1.622 °C (2.952 °F; 1.895 K) |
Kecuali dinyatakan lain, data di atas berlaku pada suhu dan tekanan standar (25 °C [77 °F], 100 kPa). | |
verifikasi (apa ini ?) | |
Referensi | |
Triklosan banyak digunakan sebagai bahan antimikroba dalam penyanitasi dan pencucian tangan sebelum pembedahan di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Dalam pasta gigi, triklosan dapat membantu membasmi bakteri penyebab gingivitis. Triklosan ditemukan dalam berbagai produk antiseptik konsumen yang dijual bebas seperti penyanitasi tangan dalam bentuk tisu basah, cair atau gel, yang dapat digunakan untuk membersihkan tangan ketika air tidak tersedia.[4] Triklosan juga dapat ditemukan dalam pakaian, peralatan dapur, dan mebel.[5]
Bersama triklokarban, triklosan merupakan antiseptik yang mendapat peringatan karena potensi bahayanya.[6] Pada Desember 2017, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) mengeluarkan aturan final mengenai produk antiseptik perawatan kesehatan yang dijual bebas seperti pada sabun antibakteri. Akibatnya, perusahaan tidak dapat menggunakan triklosan atau 23 bahan aktif lainnya dalam produk tersebut tanpa tinjauan pra pemasaran karena data yang tidak memadai mengenai keamanan dan efektivitasnya.[5]
Di Indonesia, aturan yang jelas tentang penggunaan triklosan belum ada sehingga masih bisa ditemukan berbagai produk dengan kandungan zat aktif ini.[7]
Sejarah penggunaan
suntingBaru pada akhir tahun 1930-an dan awal tahun 1940-an, triklosan dan senyawa kimia yang mirip, triklokarban disintesis oleh para ahli kimia di laboratorium dengan mengganti atom hidrogen yang ada pada cincin aromatik fenol dengan atom klor untuk menghasilkan kelompok baru fenol terklorinasi yang dikenal sebagai organohalida.[8]
Paten pertama untuk triklosan dikeluarkan pada tahun 1966 untuk perusahaan kimia Ciba. Meskipun awalnya terbatas pada pengaturan medis, pada tahun 1972 triklosan mulai merintis jalannya masuk ke pasar konsumen. Pada tahun 1974, FDA pertama kali mengusulkan pembuatan peraturan untuk menyusun sebuah monograf bagi produk obat antimikroba topikal yang dijual bebas, termasuk triklosan. Namun, pembuatan peraturan belum selesai. Selama beberapa dasawarsa berikutnya, triklosan diizinkan menembus pasar konsumen dalam deodoran, mainan, plastik dan tekstil, sabun, pasta gigi, peralatan dapur, dan sebagainya yang pada dasarnya tanpa pengawasan pemerintah.[9]
Pada tahun 1988, triklosan diketahui berbahaya. Dalam model hewan, banyak laporan menunjukkan bahwa 5-Chloro-(2,4-dichlorophenoxy)phenol (triklosan) memengaruhi fungsi endokrin, fungsi hormon tiroid, dan resistansi antibiotik.[10]
Dalam sebuah studi yang dilakukan tahun 2009 pada tikus, paparan triklosan telah dikaitkan dengan menurunnya kadar hormon testosteron, hormon pelutein, hormon perangsang folikel, dan produksi sperma.[6][11]
Pada tahun 2016, FDA melarang penggunaan triklosan dalam sabun cair, tetapi masih mengizinkan penggunaannya dalam pasta gigi, sementara penggunaan yang luas berlanjut pada produk-produk di bawah yurisdiksi Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA). FDA pada Desember 2017 mengumumkan telah mengeluarkan 24 bahan disinfektan atau antimikroba dari peredaran, termasuk triklosan, yang digunakan oleh para penyedia layanan kesehatan terutama dalam pengaturan medis, seperti rumah sakit, klinik perawatan kesehatan, dan kantor dokter.[12]
Sinonim dan nama dagang
suntingBahan kimia triklosan ini dapat diidentifikasi dengan berbagai nama, beberapa antaranya merupakan nama dagang:[1][13][14]
|
|
|
Penggunaan
suntingDalam kosmetik
suntingPada tahun 1986, Triklosan terdaftar pada European Community Cosmetics Directive untuk digunakan sebagai pengawet dalam produk kosmetik dengan konsentrasi hingga 0,3%. Penilaian risiko yang dilakukan oleh Komite Ilmiah tentang Produk Konsumen Uni Eropa (SCCP) tahun 2010 menyimpulkan bahwa meskipun penggunaannya pada konsentrasi maksimum 0,3% dalam pasta gigi, sabun cuci tangan, sabun mandi, dan deodoran dianggap aman dari sudut pandang toksikologis dalam produk-produk individu, besarnya paparan agregat triklosan dari semua produk kosmetik adalah tidak aman.[1]
Dalam perawatan kesehatan dan peralatan medis
suntingTriklosan telah secara efektif digunakan secara klinis untuk membasmi mikroorganisme seperti Staphylococcus aureus yang resisten metisilin (MRSA), terutama dengan rekomendasi untuk menggunakan rendaman triklosan 2%. Triklosan digunakan sebagai penyanitasi tangan sebelum pembedahan, dan banyak digunakan dalam mencuci tangan dan sebagai pembersih tubuh untuk membasmi MRSA dari operator sebelum pembedahan.[1]
Dalam rumah tangga dan produk konsumen lainnya
suntingAktivitas antimikroba spektrum luas dari triklosan telah menyebabkan inkorporasinya dalam berbagai formulasi produk yang ditujukan untuk penggunaan di rumah seperti sabun cair, deterjen, talenan, mainan anak-anak, karpet, dan wadah penyimpanan makanan.[1]
Pada tahun 1999/2000, triklosan atau triklokarban terdapat dalam 75% sabun cair dan 29% sabun batangan di pasar Amerika Serikat.[15]
Mekanisme kerja
suntingTriklosan merupakan senyawa biosidal dengan berbagai _target dalam sitoplasma dan membran sel. Namun, pada konsentrasi yang lebih rendah, triklosan tampaknya bersifat bakteriostatik dan terlihat menargetkan bakteri terutama dengan menghambat sintesis asam lemak.[16] Ketika digunakan pada konsentrasi rendah, triklosan berhasil menghambat pertumbuhan mikroorganisme, akan tetapi konsentrasi yang lebih tinggi dari bahan kimia ini secara langsung akan membunuh mikroorganisme.[17]
Aktivitas antimikroba dari triklosan telah terbukti menghambat pertumbuhan beberapa spesies bakteri dan jamur, bahkan menghambat pertumbuhan spesies parasit Apicomplexa Plasmodium falciparum, yang menyebabkan malaria serebral, dan Toxoplasma gondii agen penyebab toksoplasmosis.[17]
Triklosan berfungsi sebagai agen antimikroba dengan mengganggu produksi lipid bakteri. Lebih khusus, triklosan memblokir tapak aktif dari enzim bakteri yang dikenal sebagai reduktase protein pembawa enoyl-acyl.[17] Triklosan berikatan dengan enzim reduktase protein pembawa enoyl-acyl (ENR). Kompleks ini telah meningkatkan afinitas untuk NAD+ dan membentuk kompleks terner. Kompleks ini tidak dapat berpartisipasi dalam sintesis asam lemak, melemahkan membran sel, dan menyebabkan kematian sel. Manusia tidak memiliki enzim ENR, dan karenanya tidak terpengaruh.[16]
Konsensus The Florence Statement on Triclosan and Triclocarban
suntingThe Florence Statement on Triclosan and Triclocarban atau "Pernyataan Florence tentang Triklosan dan Triklokarban" diperkenalkan pada Simposium Internasional ke-36 tentang Polutan Organik Persisten Halogenasi (DIOXIN 2016) di Florence, Italia. Pernyataan konsensus ini memiliki lebih dari 200 penandatangan dari 29 negara, yang mewakili keahlian tentang dampak kesehatan dan lingkungan serta efektivitas zat antimikroba. Pernyataan itu diterbitkan dalam Environmental Health Perspectives pada Juni 2017.[18]
The Florence Statement on Triclosan and Triclocarban atau "Pernyataan Florence tentang Triklosan dan Triklokarban" mendokumentasikan konsensus lebih dari 200 ilmuwan dan profesional medis tentang bahaya dan kurangnya bukti dari manfaat penggunaan umum triklosan dan triklokarban.[11][6]
Berdasarkan penelitian penelaahan sejawat yang ekstensif, pernyataan ini menyimpulkan bahwa triklosan dan triklokarban adalah pengganggu endokrin berkajang terhadap lingkungan yang bersifat bioakumulasi dan toksik bagi organisme akuatik dan lainnya.[11]
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ a b c d e Scientific Committee on Consumer Safety (SCCS): Opinion on Triclosan Antimicrobial Resistance (PDF). European Comission: Directorate-General for Health & Consumers. 22 Juni 2010. doi:10.2772/11162. ISBN 978-92-79-12484-6. ISSN 1831-4767. Diakses tanggal 1 Juni 2020.
- ^ Fran Slone (1 Maret 2016). "Triclosan". MedCrave Group Kft. doi:10.15406/mojt.2016.02.00031. Diakses tanggal 2 Juni 2020.
- ^ Kyung-A. Hwang, Kyung-Chul Choi (2015). "Endocrine-Disrupting Chemicals with Estrogenicity Posing the Risk of Cancer Progression in Estrogen-Responsive Organs". Dalam James C. Fishbein, Jacqueline M. Heilman. Advances in Molecular Toxicology: Volume 9. Elsevier. hlm. 17. ISBN 978-0-12-802229-0. ISSN 1872-0854. Diakses tanggal 3 Juni 2020.
- ^ "Triclosan". ChemicalSafetyFacts.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-09-21. Diakses tanggal 1 Juni 2020.
- ^ a b "5 Things to Know About Triclosan". U.S. Food & Drug Administration. Diakses tanggal 1 Juni 2020.
- ^ a b c dr. Immanuela Hartono. "Bahaya Kandungan Triclosan dan Triclocarban pada Sabun Antiseptik". Alomedika. Diakses tanggal 3 Juni 2020.
- ^ Irene Anindyaputri (7 Oktober 2019). "Bahaya Kandungan Triclosan dalam Produk Antibakteri". Hello Sehat. Diakses tanggal 4 Juni 2020.
- ^ Teri Shors, PhD (2020). "Identifying the Challenge". Krasner's Microbial Challenge. Jones & Bartlett Learning. hlm. 89. ISBN 9781284159264. Diakses tanggal 4 Juni 2020.
- ^ "FDA 2016 Decision and History". Beyond Pesticides. Diakses tanggal 2 Juni 2020.
- ^ Bela Torok, Timothy Dransfield, ed. (2018). Green Chemistry: An Inclusive Approach. Elsevier. hlm. 120. ISBN 978-0-12-809270-5. Diakses tanggal 2 Juni 2020.
- ^ a b c Rolf U. Halden, Avery E. Lindeman, Allison E. Aiello, David Andrews, William A. Arnold, Patricia Fair, Rebecca E. Fuoco, Laura A. Geer, Paula I. Johnson, Rainer Lohmann, Kristopher McNeill, Victoria P. Sacks, Ted Schettler, Roland Weber, R. Thomas Zoeller, and Arlene Blum (20 Juni 2017). "The Florence Statement on Triclosan and Triclocarban". Environmental Health Perspectives. National Center for Biotechnology Information, U.S. National Library of Medicine. doi:10.1289/EHP1788. Diakses tanggal 3 Juni 2020.
- ^ "Antibacterial Triclosan Banned by FDA for Medical Use" (PDF) (edisi ke-Winter 2017–2018). Beyond Pesticides. Diakses tanggal 2 Juni 2020.
- ^ "PATIENT INFORMATION SHEET: Triclosan" (PDF). Dormer Laboratories Inc. 24 Maret 2009. Diakses tanggal 2 Juni 2020.
- ^ Triclosan (PDF). NATIONAL INDUSTRIAL CHEMICALS NOTIFICATION AND ASSESSMENT SCHEME. 2009. ISBN 0-9803124-4-2. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-01-12. Diakses tanggal 2 Juni 2020.
- ^ Rolf U. Halden (3 Maret 2014). "On the Need and Speed of Regulating Triclosan and Triclocarban in the United States". Environmental Science & Technology. National Center for Biotechnology Information, U.S. National Library of Medicine. 48(7): 3603–3611. doi:10.1021/es500495p. Diakses tanggal 2 Juni 2020.
- ^ a b "Triclosan". DrugBank.ca. Diakses tanggal 2 Juni 2020.
- ^ a b c Benedette Cuffari, M.Sc. (2 Juli 2019). "What is Triclosan and Why is it Banned?". News-Medical.net. Diakses tanggal 2 Juni 2020.
- ^ "The Florence Statement". Green Science Policy Institute. Diakses tanggal 6 Juni 2020.