Peribahasa Minangkabau

Minangkabau amat kaya dengan peribahasa. Seorang pendeta Buddha pengelana dari Tiongkok, I Tsing, pernah mempelajari sekitar 500.000 peribahasa dalam bentuk pepatah-petitih, mamangan adat, bidal, pantun, gurindam, dan lainnya, ketika ia melancong ke pedalaman Minangkabau pada abad-7.[1][2]

Sampai kini dalam setiap pembicaraan atau komunikasi dalam masyarakat Minangkabau selalu disertai/terselip peribahasa. Begitu pula dalam upacara adat Minangkabau, para datuk atau penghulu akan berpepatah-petitih dan berpantun sebagai bentuk komunikasi dan interaksi.[3]

Peribahasa Minangkabau banyak yang sudah terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti "Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung" atau "Tak lapuk karena hujan tak lekang karena panas", dan banyak peribahasa lainnya. Begitu membudayanya peribahasa/pepatah/ungkapan dalam kehidupan masyarakat Minangkabau, sehingga ada ahli sosiologi yang menjuluki Minangkabau sebagai Negeri Kata-kata (A Kingdom of Words).[3]

Induk dari semua peribahasa Minangkabau adalah Alam takambang jadi guru, karena semua peribahasa itu mengambil pelajaran dari alam. Berikut adalah beberapa peribahasa Minangkabau.

Lihat pula

sunting

Rujukan

sunting
  1. "Peribahasa Minang Bidang Sosial Budaya" Idrus Hakimy, Cimbuak.net, 12-12-2013. Diakses 02-01-2015.
  2. "Hak Asasi Manusia Dalam Pepatah Minang Yang Terpilih" Mohd Faizal Musa, Academia.edu. Diakses 16-09-2015.
  3. 3,0 3,1 "Haji Agus Salim (1884-1954): tentang perang, jihad, dan pluralisme" Gramedia Pustaka Utama, 2004. Diakses 22-12-2014.

Pranala luar

sunting
Peribahasa Minang
A-B C-K
L-R S-Z
  NODES