Bibliometrik (bahasa Inggris: bibliometric) adalah analisis statistik terhadap buku, artikel, atau publikasi lainnya. Analisis secara bibliometrik dilakukan dengan menggunakan data jumlah dan penulis publikasi ilmiah serta artikel dan kutipan di dalamnya yang bertujuan untuk mengukur luaran individu atau tim peneliti, institusi, dan negara, mengidentifikasi jaringan nasional dan internasional serta memetakan pengembangan bidang sains dan teknologi baru (multidisiplin).[1] Bibliometrik berguna untuk mengevaluasi dan memetakan penelitian seorang peneliti, organisasi peneliti dan negara pada suatu periode waktu. Bibliometrik juga dikenal sebagai Scientometrik[2].

Penulisan kajian, penelitian, dan karya ilmiah memerlukan dukungan dari berbagai literatur yang relevan. Sumber literatur tersebut berasal dari karya peneliti lain sebagai bahan rujukan atau bahan referensi. Pada dasarnya, terjadi komunikasi antara pengarang yang menyitir dan pengarang yang disitir ketika seorang pengarang menyitir karya ilmiah orang lain. Ini menghasilkan hubungan antara dokumen yang disitir dan dokumen yang menyitir. Dalam bibliometrika, berbagai metode analisis sitiran, seperti pasangan bibilografi (co-bibliographic), kolaborasi, dan sebagainya, dapat digunakan untuk menganalisis hubungan-hubungan itu.[3]

Seorang peneliti atau spesialis bibliometrika disebut biometrikawan.

Fungsi

sunting

Tinjauan bibliometrika dengan menggunakan pemetaan ilmu pengetahuan dapat menjadi sangat berharga, karena memberikan beberapa keuntungan dibandingkan dengan metode kualitatif dan meta-analisis klasik. Pertama, pendekatan bibliometrika lebih berorientasi makro karena memungkinkan analisis bidang penelitian yang komprehensif. Peneliti tidak perlu menentukan hubungan tepat yang ingin mereka telusuri sehingga meningkatkan objektivitas dalam mengkaji literatur. Kedua, pemetaan ilmu pengetahuan terdiri atas klasifikasi, dan visualisasi penelitian sebelumnya. Hal ini menghasilkan "representasi spasial" mirip dengan peta geografis yang dapat menunjukkan bagaimana domain pengetahuan, dan studi individu berhubungan satu sama lain. Hal ini tampaknya sangat berguna untuk berbagai penelitian termasuk BDA (Big Data Analysis), sebab dapat menjangkau domain penelitian yang berbeda.[4]

Ketiga, beberapa metode bibliometrika yang saling melengkapi dapat dengan mudah digabungkan dalam satu studi melalui analisis kutipan bersama dokumen dan algoritme historiografi, dalam konteks BDA (Big Data Analysis) memudahkan mengeksplorasi struktur/fondasi intelektual masa lalu, dan evolusi perdebatan kinerja BDA (Big Data Analysis), sedangkan penggabungan bibliografi memfasilitasi eksplorasi objektif tentang kemungkinan kondisi penelitian di masa depan.[4]

Sejarah

sunting

Terminologi bibliometrik berasal dari bahasa Yunani yang berupa gabungan kata biblion ‘buku’ dan kata metron ‘pengukuran’. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Alan Pritchard (1969) dalam artikelnya yang berjudul Statistical Bibliography or Bibliometrics?.[5]

Semantik website dan penerapan bibliometrika

sunting
 
Jaringan bimodal disiplin ilmu dan kata kunci

Tujuh belas tahun sejak artikel dari Berners Lee, Hendler dan Lassila yang menjelaskan fungsi dan teknologi inti "Semantic Web". Banyak upaya penelitian yang berkaitan dengan pengembangan, dan penerapan teknologi ini telah dilakukan dalam berbagai domain. Semantic Web mengusulkan sebuah cara untuk memproses informasi, dan datanya di WorldWide Web (WWW). Meskipun dapat dipahami oleh manusia, informasi dan data yang terdapat pada halaman web tidak terstruktur serta tidak memiliki nilai semantik, sehingga mesin tidak dapat memproses apalagi memahaminya. Dengan bantuan standar dan teknologi khusus yang memungkinkan "pemahaman" oleh mesin, tujuan Web Semantik adalah untuk memungkinkan manusia dan komputer menemukan, berbagi, menggunakan kembali, serta memodifikasi informasi dengan lebih cepat dan efisien.[6]

Gambar pada "jaringan bimodal disiplin ilmu dan kata kunci" menyajikan karakteristik dari lima klaster jaringan yang dibangun dalam grafik, dan kata kunci teratas untuk setiap disiplin ilmu. Kata kunci yang paling sering muncul, seperti grafik pada gambar memberikan beberapa wawasan tentang fokus penelitian yang khas dari disiplin ilmu tersebut.[6]

Tersedianya representasi pengetahuan dari LOD (Linked of Data) yang memungkinkan mesin dan komputer memproses secara bersamaan di seluruh dunia adalah tujuan dari arsitektur web semantik. Web semantik adalah sekumpulan teknologi yang memungkinkan komputer memahami arti informasi menggunakan metadata, yaitu informasi tentang isi dari informasi. Dengan metadata, diharapkan bahwa komputer dapat mengartikan hasil pemasukan data, sehingga hasil pencarian menjadi lebih detil dan tepat. W3C (World Wide Web Consortium) menetapkan RDF sebagai format metadata. Subject, predicate, dan object adalah tiga komposisi yang terdiri dari setiap unit RDF. Subject adalah entitas yang ditunjukkan oleh teks, sedangkan predicate adalah komposisi yang menjelaskan sudut pandang dari subjek yang dijelaskan oleh object. Salah satu keunggulan RDF adalah bahwa objek dapat menjadi subjek yang dapat diterangkan oleh objek lain, sehingga masukan atau objek dapat diterangkan dengan jelas dan mendetil sesuai dengan keinginan pengguna yang memberikan masukan. W3C menyebut arsitektur web semantik sebagai cake layer web semantik. W3C juga merekomendasikan bahwa ada beberapa lapisan arsitektur web semantik untuk kegiatan web semantik, antara lain[7]:

  • URI/IRI, memastikan penggunaan sekumpulan karakter yang telah disepakati secara internasional dan menyediakan alat untuk mengidentifikasi obyek di web semantik
  • Layer XML dan RDF, sebagai format pertukaran data
  • Layer SPARQL, merupakan bahasa query sekaligus protokol yang digunakan dalam mengakses data di web semantik.
  • Layer RDF Schema dan OWL, digunakan untuk mengekspresikan semantik dari data yang ada danditulis dalam format RDF.5. RIF (Rule Interchange Format), dirancang untuk menangani masalah interoperabilitas pada bahasa rule yang digunakan.

Pada tahun 2010, W3C membentuk Library LinkedData Incubator Group yang terdiri atas tiga belas pengadopsi awal dari berbagai institusi. Kemudian, pada tahun 2012, Library of Congress (LC) mengumumkan bahwa perusahaan Zepheira ditugaskan untuk mengembangkan alternatif standar MARC berdasarkan prinsip-prinsip LinkedData. Model BIBFRAME2 terus berkembang dan semakin banyak perpustakaan yang mengupayakan implementasinya, yang menunjukkan pentingnya perpustakaan menggunakan teknologi ini. Pada tahun yang sama, OCLC merilis proyek eksperimental WorldCat Linked Data, yang merupakan versi Linked Open Data (LOD) dari katalog mereka. Akhirnya, beberapa perpustakaan telah mengembangkan proyek yang mengimplementasikan teknologi Web Semantik seperti Perpustakaan Nasional Swedia, Perpustakaan Nasional Prancis, Perpustakaan Nasional Jerman, Perpustakaan Inggris dan Perpustakaan Nasional Spanyol.[6]

Oslo Public Library, yang mengambil keputusan pada tahun 2014 untuk bekerja sama dengan pengembangan sistem perpustakaan baru yang sepenuhnya didasarkan pada Resource Description Framework (RDF), model data di balik Semantic Web. Ketertarikan baru dari komunitas profesional informasi ini juga ditandai dengan proyek-proyek kolaboratif seperti Linked Data for Production (LD4P) dan Canadian Linked Data Initiative.[6]

Para profesional informasi tidak asing lagi dengan kebutuhan untuk beradaptasi dengan evolusi teknologi dan mengembangkan keterampilan mereka untuk memenuhi berbagai tantangan yang dibawa oleh perubahan ini. Mereka dilatih untuk menggunakan standar, menganalisis informasi terstruktur, dan berpartisipasi dalam definisi dan evolusi format untuk melestarikan, memanipulasi, dan bertukar data. Kekhawatiran di balik pengembangan teknologi Web Semantik serupa dengan yang diungkapkan oleh komunitas perpustakaan dan fakta bahwa standar seperti MARC sekarang dianggap ketinggalan jaman mendorong para profesional informasi untuk mempertimbangkan teknologi ini sebagai pilihan yang layak. Mengingat bahwa ilmu informasi, seperti halnya Web Semantik, bersifat interdisipliner dan multidisipliner serta berhubungan langsung dengan teknologi informasi, ilmu komputer, dan bahwa teknologi Web Semantik dapat relevan di hampir semua disiplin ilmu, maka menarik untuk mempelajari kontribusi ilmu informasi dalam lanskap penelitian tersebut serta umpan balik disiplin ilmu tersebut kepada komunitas Web Semantik yang lebih luas.[6]

Penerapan dalam Analisa Big Data

sunting

Tinjauan bibliometrika mengenai hubungan antara BDA (Big Data Analysis), dan kinerja organisasi misalnya berkontribusi pada literatur dengan dua cara. Pertama, metode bibliografi melengkapi tinjauan kualitatif sebelumnya. Dibandingkan dengan tinjauan sebelumnya, mengambil cakupan yang lebih luas dan menyertakan sampel dokumen yang lebih banyak, sehingga memberikan eksplorasi yang lebih komprehensif, dan obyektif mengenai sejarah evolusi perdebatan kinerja BDA (Big Data Analysis) di masa lalu, serta mengungkap topik-topik yang lebih khusus dalam penelitian BDA (Big Data Analysis).[4]

Kedua, pendekatan bibliometrika memberikan perspektif yang lebih objektif tentang potensi masa depan penelitian BDA (Big Data Analysis). Melalui penggabungan bibliografi, harapannya dapat mengalihkan perhatian dari tradisi kepada tren masa depan, menyoroti area pengembangan saat ini, dan masa depan untuk evolusi berkelanjutan dari debat BDA (Big Data Analysis). Ulasan ini menghasilkan: aplikasi BDA (Big Data Analysis) apa yang telah, sedang, dan akan dipelajari dalam kaitannya dengan kinerja organisasi, bagaimana perspektif yang jauh dan terputus dapat dihubungkan melalui teori, atau aplikasi empiris. Bagaimana bidang penelitian yang sedang berkembang dapat belajar dari domain yang lebih mapan. Berapa tingkat dan topik perkembangan BDA (Big Data Analysis) saat ini, dan bagaimana hal ini dapat dirangsang lebih jauh menyesuaikan abad ke-21.[4]

Referensi

sunting
  1. ^ Lukman, Deden S. Hidayat, Shidiq Al- Hakim, Irene M. Nadhiroh (2019). Pengukuran Kinerja Riset: Teori dan Implementasi. Jakarta: LIPI Press. ISBN 978-602-496-016-2. 
  2. ^ Ronald Rousseau, Leo Egghe, Raf Guns (2018). Becoming Metric-Wise: A Bibliometric Guide for Researchers. Cambridge: Chandos Publishing - Elsevier. ISBN 978-0-08-102474-4. 
  3. ^ Rudianto. "Analisis Bibliometrika untuk Co-Authorship, Co Bibliographic, Co-Descriptor Pada Jurnal Ilmiah Ilmu Komputer IPB Tahun 2006-2008". Media Pustakawan. 26 (2): 151–158. ISSN 0852-9248. 
  4. ^ a b c d Sasa Batistic and Paul van der Laken (2019). "History, Evolution and Future of Big Data and Analytics: A Bibliometric Analysis of Its Relationship to Performance in Organizations". British Journal of Management. 30: 229–251. doi:10.1111/1467-8551.12340. 
  5. ^ Pritchard, Alan (1969). "Statistical Bibliography or Bibliometrics". Journal of Documentation. 25. [pranala nonaktif permanen]
  6. ^ a b c d e Marielle St-Germain and Philippe Mongeon (2018). "The Contribution of Information Science in the Semantic Web Research Landscape". 81st Annual Meeting of the Association for Information Science & Technology: 140–147.  line feed character di |title= pada posisi 56 (bantuan)
  7. ^ Lasmedi Afuan dan Khabib Mustofa (2016). "Penerapan SWRL (Semantic Web Rule Language) pada domain ontologi universitas". Seminar Riset Teknologi Informasi (SRITI). 
  NODES
Association 1
INTERN 2