Lensa gravitasi

efek optis

Suatu lensa gravitasi terbentuk ketika cahaya dari sumber yang sangat jauh dan terang (seperti quasar) "dibelokkan" disekitar objek yang sangat besar (seperti gugusan galaksi) di antara benda sumber cahaya dan pengamat. Proses ini dikenal sebagai pelensaan gravitasi dan merupakan salah satu prediksi dari teori relativitas umum dari Albert Einstein.

Meskipun Orest Chwolson tercatat sebagai yang pertama mendiskusikan efek ini dalam cetakan (tahun 1924), efek ini biasanya lebih diasosiasikan dengan Einstein, yang mempublikasikan artikel yang lebih terkenal tentang subjek ini tahun 1936.

Fritz Zwicky mengemukakan tahun 1937 bahwa efek tersebut dapat memungkinkan gugusan galaski bertindak sebagai lensa gravitasi. Efek ini baru dibuktikan kebenarannya tahun 1979 melalui pengamatan terhadap apa yang disebut "Quasar Kembar" Q0957+561.

Deskripsi

sunting
 
Cahaya yang membelok di sekitar benda raksasa dari sumber yang jauh. Panah jingga menunjukkan letak kelihatannya sumber di latar belakang. Panah putih menunjukkan jalur cahaya dari letak yang sebenarnya sumber cahaya itu.

Gravitasi dari benda yang sangat besar seperti gugusan galaksi atau lubang hitam dapat membengkokkan ruang-waktu, membengkokkan apapun di dalamnya - termasuk jalur yang dilalui berkas cahaya dari sumber yang terang di latar belakang. Ini mengubah waktu yang ditempuh cahaya untuk mencapai seorang pengamat, dan dapat memperbesar dan mengubah bentuk citra tampak dari sumber latar.

Tidak seperti lensa optik, "pembelokan" maksimum terjadi terdekat dari, dan "pembelokan" minimum terjauh dari pusat lensa gravitasi. Akibatnya, sebuah lensa gravitasi tidak punya satu titik fokus, melainkan garis fokus. Jika sumber, benda pelensa yang sangat besar, pengamat berada pada garis lurus, sumber akan kelihatan sebagai cincin di belakang benda raksasa itu. Fenomena ini pertama kali disebutkan pada tahun 1924 oleh fisikawan dari St. Petersburg, Orest Chwolson [1], dan dikuantifikasi oleh Albert Einstein tahun 1936. Biasanya ia disebut dalam literatur sebagai cincin Einstein, karena Chwolson tidak memedulikan dirinya dengan fluks atau jari-jari gambar cincin itu. Secara lebih umum, jika lensa tersebut agak tidak lurus, sumbernya akan menyerupai lengkungan parsial di sekitar lensa itu. Pengamat tersebut dapat melihat lebih dari satu citra sumber yang sama; jumlah dan bentuk sumber ini tergantung pada posisi relatif dari sumber, lensa, dan pengamat, dan sumber gravitasi dari benda lensa.

 
Di bentukan yang dikenal sebagai Einstein's Cross empat citra dari quasar jauh sama terlihat di sekitar galaksi muka karena pelensaan gravitasi kuat.

Ada tiga macam pelensaan gravitasi;

  1. Pelensaan kuat: dimana ada distorsi (perubahan bentuk) citra yang mudah dilihat seperti bentukan cincin Einstein, busur, dan citra ganda.
  2. Pelensaan lemah: dimana perubahan bentuk sumber latar lebih kecil dan hanya dapat dideteksi dengan menganalisis sejumlah besar sumber untuk menemukan distorsi koheren yang hanya beberapa persen. Pelensaan tersebut muncul secara statistik sebagai penguluran yang dilebihkan dari benda latar tegak lurus terhadap arah pusat lensa.
  3. Pelensaan mikro: dimana tidak ada distorsi bentuk yang terlihat tetapi jumlah cahaya yang diterima dari objek latar berubah dari waktu ke waktu. Sumber latar dan lensa tersebut dapat berupa bintang di galaksi Bimasakti dalam satu kasus tertentu, dan bintang di galaksi jauh dan bahkan quasar yang lebih jauh pada kasus lainnya.

Efek pelensaan gravitasi kecil, sedemikian hingga (pada pelensaan kuat) bahkan galaksi dengan massa lebih dari 100 miliar kali massa Matahari akan menghasilkan citra ganda yang terpisah hanya beberapa detik busur. Gugusan galaksi dapat menghasilkan pemisahan beberapa menit busur. Dalam kedua kasus galaksi dan sumber cukup jauh, ratusan megaparsek dari galaksi kita.

Pelensaan gravitasi bertindak sama pada semua jenis radiasi elektromagnetik, tidak hanya cahaya tampak. Efek pelensaan lemah sedang dipelajari untuk radiasi latar gelombang mikro kosmik maupun survei galaksi. Lensa kuat telah diamati juga pada gelombang radio dan sinar X. Jika lensa kuat menghasilkan gambar ganda, akan ada penundaan waktu relatif antara dua jalur: yaitu, pada satu citra benda pelensa akan teramati sebelum citra lainnya.

Simulasi

sunting
 
Pelensaan gravitasi yang disimulasikan (lubang hitam berlalu di depan galaksi latar).

Pada gambar sebelah kanan adalah simulasi lensa gravitasi yang ditimbulkan oleh sebuah lubang hitam Schwarschild yang berlalu di depan sebuah galaksi. Citra sekunder galaksi tersebut dapat dilihat dalam jari-jari Einstein lubang hitam itu pada sisi yang berlawanan dengan galaksi itu. Citra sekunder berkembang (tetap dalam cincin Einstein) saat citra primer mendekati lubang hitam. Terang permukaan dari kedua citra itu tetap, tetapi ukuran sudut mereka berubah-ubah, dan karenanya menghasilkan penguatan terang galaksi seperti yang dilihat oleh pengamat di kejauhan. Penguatan maksimum terjadi ketika galaksi tersebut tepat berada di belakang lubang hitam itu.

Sejarah

sunting

Menurut relativitas umum, massa "melengkungkan" ruang-waktu menghasilkan medan gravitasi dan menyebabkan berbeloknya cahaya. Teori ini dibuktikan kebenarannya tahun 1919 saat terjadi gerhana matahari, ketika Arthur Eddington mengamati cahaya dari bintang-bintang yang berlalu dekat dengan matahari agak berbelok, sehingga bintang-bintang tersebut tampak agak tidak berada pada posisi sebenarnya.

Einstein menyadari bahwa juga mungkin benda langit membelokkan cahaya, dan pada kondisi yang benar, seseorang dapat mengamati citra ganda dari satu sumber, hal ini disebut lensa gravitasi atau kadang-kadang mirage gravitasi. Namun, karena Einstein hanya memperhitungkan pelensaan gravitasi oleh bintang tunggal, ia menyimpulkan bahwa fenomena itu mungkin tetap tidak teramati pada masa yang akan datang. Tahun 1937, Fritz Zwicky pertama kali memperhitungkan kasus dimana galaksi dapat bertindak sebagai sumber, sesuatu yang menurut perhitungannya mesti ada dalam jangkauan pengamatan.

Tidak sampai tahun 1979 lensa gravitasi pertama ditemukan. ia menjadi dikenal sebagai "Quasar Kembar" karena mulanya ia tampak seperti dua quasar identik; ia secara resmi diberi nama Q0957+561. Lensa gravitasi ini tak sengaja ditemukan oleh Dennis Walsh, Bob Carswell, dan Ray Weymann menggunakan teleskop 2,1 meter di Kitt Peak National Observatory.

Pada tahun 1980-an, para astronom menyadari bahwa paduan dari pencitra CCD dan komputer dapat memungkinkan terang dari jutaan bintang diukur tiap malam. Pada tempat yang padat, seperti pusat galaksi atau awan Magellan, banyak even pelensaan mikro tiap tahun berpotensi untuk ditemukan. Ini membawa pada usaha seperti Optical Gravitational Lensing Experiment, atau OGLE, yang mencirikan ratusan peristiwa yang demikian.

Penjelasan dari segi lengkungan ruang-waktu

sunting

Pada relativitas umum, gravitasi tidak diuraikan sebagai suatu gaya; oleh karenanya, jika gaya netto dari interaksi non-gravitasi dapat diabaikan, hukum yang mendeskripsikan gerak adalah Hukum Pertama Newton bukan Hukum Kedua Newton. Hukum Pertama Newton memodelkan posisi sebagai fungsi waktu pada mekanika non-relativistik, akan tetapi dalam relativitas umum hukum tersebut ditulis ulang untuk memenuhi gerakan sepanjang geodesik ruang-waktu. kelengkungan ruang-waktu ini menyebabkan jalur dari benda yang bahkan tak bermassa seperti foton menyimpang dari garis lurus yang diharapkan dari intuisi Euclid; dan, terutama, jalur tersebut diamati melengkung tepat sama seperti geodesik yang diprediksikan oleh relativitas umum.

Karena kecepatan radiasi elektromagnetik dalam ruang hampa tidak bervariasi pada kedua teori relativitas, pelensaan mengubah arah vektor kecepatan tapi tidak besarnya. Pelensaan lemah dan mikro yang terutama menyebabkan pembelokan sebesar sudut

 

terhadap massa M pada jarak r dari radiasi yang dipengaruhi, dimana G adalah tetapan gravitasi universal dan c adalah kecepatan cahaya dalam ruang hampa. Perlu perhatian dalam mendefinisikan jarak ini karena gravitasi tidak instan (sesaat itu juga): seperti cahaya, ia melaju pada kecepatan c. Jalur dari gelombang gravitasi dan radiasi elektromagnetik berpotongan pada koordinat ruang-waktu tertentu, dan pelensaannya ditentukan oleh komponen dari gelombang gravitasi insiden yang tegak lurus pada arah gerak radiasi elektromagnetik.

Penerapan

sunting
 
Efek pelensaan gravitasi aktual seperti yang diamati oleh teleskop Luar Angkasa Hubble di gugusan galaksi Abell 1689 - Perbesar gambar untuk melihat lengkungan lensa

Mempelajari sumber latar

sunting

Lensa-lensa gravitasi dapat dipakai sebagai teleskop gravitasi, karena mereka mengumpulkan cahaya dari benda yang terlihat di belakangnya, membuat benda yang sangat redup tampak lebih terang, lebih besar dan karenanya lebih mudah dipelajari. Peneliti di Caltech telah menggunakan pelensaan gravitasi kuat dari gugusan galaksi Abell 2218 untuk mendeteksi galaksi paling jauh yang diketahui (15 Februari, 2004) melalui pencitraan dengan Teleskop luar angkasa Hubble. Benda pada jarak sedemikian biasanya tidak kelihatan, menyediakan informasi dari masa lalu yang tidak mungkin tanpa pelensaan gravitasi.

Sama seperti it, peristiwa pelensaan mikro dapat digunakan untuk memperoleh informasi tambahan tentang bintang sumber. Selain terang yang bertambah, peredupan tepi dapat diukur selama peristiwa pembesaran tinggi.[1] Jika bintang sumber merupakan bagian dari sistem bintang ganda, gerakan orbit sumber tersebut kadang dapat diukur (disebut efek ksalarap, dengan analogi pada paralaks yang disebabkan oleh gerakan orbit dari bumi.

Mempelajari lensa depan

sunting

Pengamatan pelensaan gravitasi juga bisa dibalik untuk memeriksa lensa itu sendiri. Pengukuran langsung massa benda astronomis apapun jarang, dan selalu mendapat sambutan. Sementara kebanyakan pengamatan benda langit lain hanya peka terhadap cahaya yang dipancarkan, teori-teori umumnya mengenai sebaran massa. Membandingkan massa dan cahaya terutama melibatkan asumsi tentang proses astrofisika ayng rumit. Pelensaan gravitasi terutama berguna jika lensa tersebut sulit dilihat.

Pelensaan gravitasi mikro dapat memberi informasi tetnag benda langit kecil, seperti MACHO dalam galaksi kita, atau eksoplanet (planet di luar Tata Surya kita). Tiga planet luar Tata Surya ditemukan dengan cara ini, dan metode ini menjanjikan penemuan planet bermassa-Bumi di sekitar bintang mirip Matahari dalam abad ke-21. Kolaborasi MOA dan PLANET berfokus pada penelitian ini.

 
Peta 3D dari sebaran skala-besar dari materi gelap, direkonstruksi dari pengukuran pelensaan gravitasi lemah dengan Teleskop Angkasa Hubble.

Pelensaan kuat dan lemah dari galaksi jauh oleh gugusan depan dapat memeriksa jumlah dan sebaran massa, yang didominasi oleh materi gelap yang tidak kentara. Selain menentukan berapa banyak materi hitam yang terkandung, distribusinya pada sistem ini tergantung pada properti termasuk massa dari partikel penyusun (yang tidak diketahui) dan bagian yang bertubrukan. Jumlah lensa gravitasi kuat di langit dapat juga dipakai untuk mengukur nilai parameter kosmologis, sebagian karena jumlah lensa kuat yang ditemukan relatif kecil (kurang dari seratus). Pelensaan gravitasi lemah dapat memperluas analisis dari gugusan paling masif ini dan, contohnya, merekonstruksi sebaran massa skala-besar. Hal ini sensitif terhadap parameter kosmologis termasuk rata-rata kerapatan materi, properti pengelompokannya dan konstanta kosmologis

Geometri alam semesta

sunting

Sebagai efek yang murni geometris, pelensaan gravitasi dapat digunakan untuk mengukur sejarang mengembangnya alam semesta (ukurannya sebagai fungsi waktu sejak big bang), yang terkodekan dalam hukum Hubble. jika distribusi massa pada lensa depan dipahami dengan baik (biasanya dari beberapa lengkungan pelensaan kuat, dan mungkin pelensaan lemah di tepian luarnya), dua parameter bebas lain dapat digunakan untuk memberi batasan konstanta Hubble, atau penyimpangan hukum Hubble yang disebabkan energi gelap. Prinsipnya, pada kedua kasus, hanya satu lensa gravitasi untuk pengukuran terbaik yang mungkin. Pencarian berlanjut untuk lensa sempurna, dengan banyak lengkungan bercitra-ganda.

Akan ada selang waktu (sekitar beberapa hari atau minggu) antara citra ganda dari sumber yang sama karena

  1. Penundaan karena perbedaan pada panjang jalur optis antara dua berkas cahaya.
  2. Efek Shaphiro relativistik umum, yang mendeskripsikan berkas cahaya sebagai lebih lama menempuh daerah denga gravitasi yang lebih kuat. Karena kedua berkas itu melintas pada bagian yang berbeda dari sumber potensial yang dibuat oleh pembelok, jam yang membawa sinyal sumber akan berbeda sedikit.

Jika sumber atau spektrum cahaya dipancarkan oleh sumber latar berubah-ubah sepanjang waktu, variasi karakteristik dapat dilihat muncul pertama kali pada satu citra kemudia pada citra lainnya.

Lensa gravitasi lebih memperbesar dan mendistorsi sumber yang sangat jauh daripada sumber yang tak jauh di belakangnya (dan ia tidak mendistorsi benda yang berada di depannya). Memang, geometri sederhana dapat digunakan untuk menghitung efisiensi sebuah lensa gravitasi sebagai fungsi jarak diameter angular dari sumber tersebut. Jika distorsinya dapat diukur pada berbagai jarak, jarak ini dapat dibandingkan dengan pergeseran merah sumber itu: diagram Hubble langsung. Lebih jauh, teknik ini secara efektif hanya membutuhkan rasio dari distorsi pada dua jarak. Massa total dari lensa depan dapat diabaikan dan tidak perlu diberi batasan (meskipun profil radialnya begitu). Menggunakan lensa yang lebih besar meningkatkan sinyal pada keriuhan pengukuran.

Pencarian lensa gravitasi

sunting

Banyak lensa gravitasi dahulu ditemukan secara tidak sengaja. Pencarian lensa gravitasi di belahan bumi utara (Cosmic Lens All Sky Survey, CLASS), dilakukan pada frekuensi radio menggunakan Very Large Array (VLA) di New Mexico, membawa pada penemuan 22 sistem pelensaan baru, batu pijakan besar dalam sejarah lensa gravitasi. hal ini membuka jalan baru untuk riset dari pencarian benda yang sangat jauh sampai pencarian nilai parameter kosmologis agar pemahaman terhadap alam semesta menjadi lebih baik.

Pencarian yang sama di belahan bumi selatan akan menjadi langkah yang sangat baik untuk melengkapi pencarian di belahan bumi utara maupun mendapat hal lain untuk dipelajari. Seperti yang dapat diharapkan, jika pencarian demikian dilakukan menggunakan peralatan dan data yang terkalibrasi dan terparameter dengan baik, kita dapat mengharapkan mendapat hasil yang baik. Penggunaan data Australia Telescope 20GHz (AT20G) Survey dikumpulkan menggunakan Australia Telesope Compact Array (ATCA) merupakan kumpulan data yang demikian. Karena data yang dikumpulkan dengan instrumen yang sama menjaga kualitas data yang sangat ketat maka dapat diharapkan hasil yang baik dari riset tersebut. Survei AT20G adalah survei buta pada frekuensi 20 GHz pada domain radio pada spektrum elektromagnetik. karena frekuensi tinggi yang dipakai, peluang menemukan lensa gravitasi menjadi lebih besar karena jumlah relatif dari objek inti kompak (contoh quasar) lebih tinggi (Sadler et al. 2006). Ini penting karena pelensaan lebih mudah dideteksi dan diidentifikasi pada objek sederhana daripada objek yang rumit. Pencarian ini melibatkan pengukuran interferometrik untuk mengenali calon dan mengikutinya pada resolusi lebih tinggi untuk mengidentifikasinya. Rincian lengkap dari proyek tersebut sedang dikerjakan untuk dipublikasikan.

Paper dan rujukan historis

sunting

Kutipan

sunting
  1. ^ "Stellar Atmospheres". MOA collaboration. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-05-25. Diakses tanggal 2009-02-21. 

Rujukan

sunting

Pranala luar

sunting

Bacaan lanjutan

sunting
  NODES
3d 1
HOME 1
mac 8
os 22
visual 1