Prangko

secarik kertas berperekat sebagai bukti telah melakukan pembayaran untuk jasa layanan pos

Prangko (dari bahasa Belanda: franco, "dengan ongkos kirim yang dibayar oleh pengirim") adalah label atau carik, atau teraan di atas kertas dengan bentuk dan ukuran tertentu, baik bergambar maupun tidak bergambar, yang memuat nama negara penerbit atau tanda gambar yang merupakan ciri khas negara penerbit, dan mempunyai nilai nominal tertentu berupa angka dan/atau huruf.[1] Prangko ditempelkan pada amplop, kartu pos, atau benda pos lainnya sebelum dikirim. Pembayaran menggunakan prangko menjadi cara pembayaran yang paling populer dibanding cara lain, seperti menggunakan aerogram. Prangko pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1 Mei 1840 di Britania Raya sebagai reformasi pos oleh Rowland Hill. Oleh karena itu sampai sekarang Britania Raya mendapat perlakuan khusus. Negara ini adalah satu-satunya negara yang tidak perlu mencantumkan nama negara di atas prangko.

Salah satu prangko yang diterbitkan dalam acara Pekan Olahraga Nasional XVII, 2008
Salah satu prangko yang diterbitkan dalam acara Peringatan 50 tahun berdirinya PBB tahun 1995

Prangko pada hakikatnya adalah secarik kertas bergambar yang diterbitkan oleh pemerintah yang pada bagian belakang umumnya memuat perekat, sedangkan pada bagian depannya memuat suatu harga tertentu yang dimaksudkan untuk direkatkan pada kiriman pos. Dengan menempelkan prangko pada sepucuk surat berarti biaya pengiriman surat tersebut telah dilunasi oleh pengirim surat, dan sebagai imbalannya pos berkewajiban menyampaikan surat tersebut kepada alamatnya di tempat tujuan.

Kegiatan surat-menyurat dan sistem perposan sebenarnya sudah dikenal manusia sebelum dikenalnya prangko. Dan setiap pemerintahan membangun sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan sistem perposan. Sebagai contoh, Jalan Raya Anyer-Panarukan yang dibangun oleh gubernur jenderal Hindia Belanda (Herman Willem Daendels), dikenal dengan nama Jalan Pos Raya.

Sejarah

sunting

Sebelum tanggal tersebut sudah ada prangko pula tetapi tidak resmi, tidak dapat dipakai oleh masyarakat umum, tetapi hanya oleh kaum bangsawan tertentu. Prangko pertama resmi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  • Memuat gambar kepala Ratu Victoria.
  • Dicetak dalam warna hitam.
  • Memuat kata postage pada bagian atasnya.
  • Memuat kata-kata one penny pada bagian bawahnya.

Mengingat warna tintanya hitam serta tulisan one penny yang menunjukkan harga nominalnya, prangko tersebut kemudian dikenal oleh masyarakat luas dengan julukan Penny Black.

Kisah timbulnya gagasan untuk menerbitkan prangko oleh Sir Rowland Hill ternyata cukup menarik. Suatu ketika dilihatnya seorang pengantar menyerahkan sepucuk surat kepada seorang gadis. Sejenak setelah mengamati surat itu dengan teliti, gadis itu pun segera mengembalikan surat itu kepada pengantar pos dan menolak melunasi biaya pengiriman surat dengan alasan bahwa ia tidak punya uang.

Sir Rowland Hill mendekati gadis seraya bertanya apa sebab ia menolak menerima surat tersebut. Jawaban gadis tersebut ternyata mengejutkan. Surat yang ternyata datang dari kekasihnya itu memuat beberapa tanda/kode yang hanya diketahui oleh mereka berdua. Tanpa harus membuka surat itu pun gadis tersebut telah tahu apa sebenarnya maksud/isi surat. Jadi, buat apa ia harus susah-susah membayar ongkos kirim surat. Hal ini membuat Sir Rowland gusar, karena bila hal tersebut sering terjadi, alangkah ruginya dinas pos dan juga bagaimana nasib karyawan yang bekerja di dalamnya. Selain kasus tersebut, yang membuat Sir Rowland juga memikirkan prangko adalah ketika Sir Rowland menekuni bidang perpajakan dan ilmu administrasi, sekaligus mengamati perkembangan sosial ekonomi di Inggris pada masa itu.

Pada tahun 1830, ketika negara Inggris berkembang menjadi negara industri, transportasi mengalami kemajuan yang cukup menggembirakan. Jalan kereta api mulai membentang dari Barat ke Timur dan dari Utara ke Selatan. Pada waktu itu, Rowland Hill memikirkan bagaimana mendapatkan pemasukan uang untuk kas-kerajaan dari pajak pengiriman surat-surat. Bahkan pikiran dari pajak pengiriman surat-surat. Bahkan pikiran Rowland Hill juga diganggu dengan pemberian hak bagi anggota Majelis Rendah dan Majelis Tinggi dalam parlemen untuk dapat mengirim surat secara cuma-cuma tanpa batas selain itu sistem pembayaran biaya pengiriman surat oleh penerima juga banyak merugikan dinas pos. Hal tersebut dilihat oleh Rowland Hill sebagai suatu pemborosan dan sangat merugikan kas kerajaan.

Prangko dipergunakan untuk pertama kali oleh Sir Rowland Hill, di Inggris pada tanggal 6 Mei 1840, dan merupakan prangko pertama yang resmi di dunia. Sebelumnya pada tahun 1837, ia mengajukan proposal dalam bentuk pamflet dengan judul "Post Office Reform its Importance and Practibility". Di dalamnya berisikan :[2]

  1. Biaya untuk mengirimkan surat menyurat, harus diturunkan. Dengan penuruan biaya, maka akan meningkatkan jumlah surat yang dikirimkan.
  2. Tarif pos yang seragam, dengan tidak memandang jarak tempuh surat tersebut.
  3. Biaya harus dibayar muka, agar tidak terjadi penyalahgunaan biaya pengiriman surat.

Pada awalnya, Parlemen di Britania Raya, menolak usulannya dan baru tahun 1840, usulan itu diterima pokok-pokoknya, dan ia, Rowland, diangkat menjadi Sekretaris General Postmaster pada Administrasi Pos Britania Raya sehingga ia mewujudkan usulannya.[2]

Indonesia

sunting

Prangko dan perposan, memiliki akar tradisi ke masa silam Indonesia, yang didasarkan pada kebutuhan untuk saling berkomunikasi jarak jauh antar kelompok-kelompok masyarakat untuk saling bertukar pesan, khususnya dalam urusan berkenegaraan dan kekuasaan. Di masa itu, budaya tulis menulis belum berkembang, sehingga kebutuhan akan berkomunikasi jarak jauh mempergunakan alat bantu seperti asap, berteriak, bunyi kentongan dan lainnya.[3]

Perkembangan prangko di seluruh dunia

sunting

Setelah Inggris menerbitkan prangko pada tahun 1840, beberapa negara-negara lain pun segera mengikutinya antara lain Zurich, Jenewa, Basel (ketiganya di Swiss), Mauritius, Prancis, Bavaria, Amerika Serikat, dan Brasil.

Pada tanggal 1 April 1864, pemerintah Hindia Belanda yang waktu itu menguasai seluruh Nusantara menerbitkan prangko pertama kali. Prangko Hindia Belanda yang baru lahir itu berwarna merah anggur dengan harga nominal 10 sen dan menampilkan gambar Raja Willem III.

Perkumpulan bagi para pengumpul prangko di Indonesia muncul tanggal 29 Maret 1922. Sampai dengan kini (25/5/2016) bernama Perkumpulan Filatelis Indonesia.

Pada tanggal 1 September 2012 satu lagi perkumpulan Filatelis di Indonesia dengan nama Komunitas Kolektor Prangko Indonesia (KKPI). URL nya di http://www.kkpi.us/

Prangko di Indonesia memiliki beberapa ragam sebagai berikut:

Prangko definitif

sunting

Prangko definitif adalah prangko yang dapat dicetak secara berulang-ulang untuk memenuhi kebutuhan perposan.[1] Prangko tersebut terdiri dari beberapa pecahan harga mulai dari harga nominal rendah sampai yang harga nominal tinggi. Oplah cetak untuk tiap pecahan harga juga tidak sama tergantung mana yang lebih banyak digunakan. Prangko jenis ini apabila persediaannya menipis akan dicetak ulang sesuai dengan kebutuhan. Masa jual prangko tersebut tidak terbatas sampai ada instruksi dari Pemerintah. Beberapa contohnya adalah prangko seri Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto.[4]

Perangko non-definitif

sunting

Prangko non-defitif adalah prangko yang tidak dapat dicetak secara berulang-ulang.[1] Penerbitan perangko ini, sangat erat kaitannya pesan yang ingin disampaikan yang terkandung dalam "muatan" visualnya. Prangko dalam jenis ini terbagi menjadi empat jenis, yaitu:[4]

Prangko istimewa

sunting

Prangko Istimewa adalah prangko yang penerbitannya dimaksudkan dengan memuat suatu keistimewaan tertentu sebagaimana yang diyakini oleh administrasi pos.[1] Tingkat keistimewaannya sangat bersifat subyektif dan sangat dipengaruhi oleh pemahaman dan kebijakan administrasi pos. Tahun 1930 prangko jenis ini untuk pertama kalinya diterbitkan oleh administrasi pos Hindia Belanda, dengan seri bahasa Belanda: Jeugdzorg (Pemuda). Prangko itu menampilkan serangkaian bangunan arsitektur di Indonesia seperti Candi Borobudur dari Jawa, Pura dari Bali dan Rumah adat dari Sumatera.[4]

Prangko peringatan

sunting

Prangko peringatan adalah prangko yang penerbitannya dikaitkan dengan penambahan fungsi sebagai penanda bagi suatu peristiwa maupun tokoh yang dianggap sangat berpengaruh dalam kehidupan bangsa.[1] Pemerintah Indonesia menetapkan sebuah peristiwa dapat dipertimbangkan untuk diterbitkan prangko peringatannya, jika masa atau jangka periodiknya adalah kelipatan dari 25 tahun. Prangko peringatan Sumpah Pemuda adalah contoh prangko jenis ini yang diterbitkan secara periodik setiap 25 tahun.[4]

Prangko amal

sunting

Prangko Amal yaitu prangko yang penerbitannya dimaksudkan dengan penambahan fungsi sebagai media pengumpulan dana bantuan bagi penanganan masalah sosial seperti bencana amal atau penanggulangan masalah kesehatan seperti penyakit kanker dan jantung.[1] Prangko jenis ini memiliki ciri khas dengan adanya penambahan nilai nominal pada face value dari prangkonya. Ketika tejadi bencana Tsunami di Aceh tahun 2004, Administrasi Pos Indonesia, menerbitkan prangko seri Bencana Alam Aceh 2004 untuk mengumpulkan dana bantuan dari masyrakat luas bagi penanggulangan bencananya.[4]

Prangko Prisma

sunting

Prangko Identitas Milik Anda (personalised stamps), yang selanjutnya disebut PRISMA, adalah prangko yang bertuliskan Prisma dan menyediakan bidang kosong untuk memuat foto dan/ atau gambar.[1] Prangko jenis ini biasanya berbasiskan olah pencetakan dijital.[4]

Bentuk, ukuran, dan komposisi prangko

sunting
 
Komponen pokok pada sebuah prangko:
1. Gambar
2. Perforasi
3. Harga
4. Nama negara

Pada mulanya prangko-prangko diterbitkan dalam bentuk persegi panjang sesuai dengan bingkai potret raja (yang dijadikan gambar prangko) dari negara penerbitnya. Kemudian digunakan bentuk persegi panjang mendatar yang lebih serasi untuk prangko-prangko peringatan. Beberapa bentuk prangko di antaranya ialah bentuk bujur sangkar yang pertama kali dipergunakan oleh Bavaria pada tahun 1849, bentuk segitiga yang pertama kali dipergunakan oleh Cape of Good Hope (Afrika Selatan) pada tahun 1853, bentuk segi delapan dipergunakan Yunani pada tahun 1898 dan masih ada lagi bentuk-bentuk lainnya.

Prangko-prangko yang pernah digunakan di Indonesia diterbitkan dalam bentuk persegi panjang, segiempat sama sisi dan segitiga sama sisi (terbitan pemerintah Hindia Belanda).

Ukuran prangko

sunting

Pada mulanya prangko-prangko dibuat sepraktis munkin, tidak terlalu besar tetapi juga tidak terlalu kecil. Prangko-prangko pertama kebanyakan diterbitkan dalam ukuran 25 x 18 mm. Kemudian ukurannya disesuaikan denga kebutuhan penerbitannya. Prangko terkecil adalah prangko Bolivar (Bolivia) yang diterbitkan pada tahun 1863 dan berukuran 8 mm x 9,5 mm, sedangkan prangko terbesar adalah prangko Amerika Serikat yang diterbitkan pada tahun 1856 berukuran 53 x 97 mm. Umumnya prangko-prangko yang harga nominalnya lebih tinggi diterbitkan lebih besar daripada yang harga nominalnya rendah seperti halnya dengan prangko-prangko terbitan Hindia Belanda, Inggris, dan Belanda.

Komposisi prangko

sunting

Komposisi prangko atau susunan prangko biasanya berjajar, satu dengan yang lainnya dipisahkan dengan perforasi dan dalam satu lembar (sheet) terdapat prangko dengan desain dan harga nominal yang sama. Namun dewasa ini beberapa negara termasuk Indonesia telah menerbitkan prangko bergandengan yaitu beberapa macam prangko dicetak menjadi satu sehingga membentuk suatu kesatuan prangko. Setiap prangko memuat harga nominal sendiri-sendiri dan antara prangko yang satu dengan prangko yang lainnya diberi perforasi sehingga mudah dipisahkan. Termasuk dalam katagori prangko bergandengan ialah:

  • Prangko Se-tenant (atau Prangko Damping, diciptakan kata ini oleh Richard Yani Susilo tahun 1985)
    • Beberapa prangko yang dicetak bergandengan dan keseluruhannya membentuk sebuah gambar yang utuh. Contoh prangko seri Borobudur 1868, Olimpiade Mexico 1968, Seni Lukis Tradisional 1981, Bangsa Peduli Lingkungan 1993.
    • Beberapa prangko yang masing-masing memuat gambar yang berlainan, tetapi dicetak bergandengan. Contoh Prangko seri Amphilex 1971, Sensus Ekonomi 1986 dan Cinta Puspa dan Satwa 1993.
  • Tete-Beche (atau Damping Sungsang, diciptakan kata ini oleh Richard Yani Susilo tahun 1985): Dua keping dicetak bergandengan yang satu terletak terbalik terhadap yang lainnya. Apabila letak 2 prangko tersebut berdampingan, maka disebut tete-beche horizontal, dan apabila letak 2 prangko tersebut yang satu berada di bawah yang lainnya, maka disebut tete-beche vertikal.
  • Gutter-Pair: Antara dua prangko terdapat satu bidang berbentuk prangko tanpa harga nominal dan tidak dapat digunakan untuk harga nominal dan ridak dapat digunakan untuk melunasi biaya pengeposan. Pada bidang tersebut biasanya dimuat suatu pesan khusus, logo, atau disain lain yang menarik. Prangko seri "100 Tahun Museum Zoologicum Bogoriense" dengan harga nominal Rp 1000,- (1994).

Data teknis prangko

sunting
 
Prangko peringatan Hari Filateli Indonesia
 
Prangko peringatan Hari Filateli Indonesia

Teknik pencetakan prangko

sunting

Pada umumnya prangko dicetak oleh percetakan negara. Di Indonesia, prangko dicetak oleh Perum Peruri. Dewasa ini, pencetakan dilakukan dengan menggunakan mesin-mesin modern namun secara garis besar tetap mengikuti prinsip-prinsip di bawah ini:

Dalam keadaan darurat, ada prangko-prangko yang dicetak dengan klise terdiri dari huruf-huruf lepas (typeset) seperti halnya orang mencetak kartu nama sebagai contoh prangko yang dikeluarkan oleh Malta pada tahun 1925. Kadang-kadang masih disetai klise gambar seperti pada prangko milik British Guiana (1856) yang merupakan prangko termahal di dunia. Prangko-prangko yang dicetak dengan menggunakan cetaktindih umumnya menggunakan typeset sebagai contoh prangko edisi RIS, RIAU, UNTEA.

Umumnya ada prangko-prangko yang tercetak menyimpang dari prangko umumnya. Karena jumlahnya sedikit, prangko-prangko yang cetakannya menyimpang menjadi incaran para filatelis, karena langka dan harganya sangat mahal. Sebagai gambaran bila prangko yang bergambar penari piring tercetak dengan piring yang menghadap ke atas, maka ada prangko yang bergambar penari piring tercetak dengan piring yang menghadap ke bawah, dan prangko inilah yang kemudian menjadi incaran para kolektor.

Kertas

sunting

Dewasa ini prangko dicetak pada kertas putih, tetapi ada juga yang dicetak pada kertas berwarna dengan maksud tertentu. Kertas juga menggambarkan masa atau negara mana yang mengeluarkan prangko tersebut.

Perekat

sunting

Prangko-prangko umumnya sudah diberi perekat (gom) yang akan menempel apabila terkena air. Perekat ini dirancang untuk membuat prangko menempel dengan aman pada permukaan yang diinginkan, seperti amplop atau kertas.

Gambar

sunting

Sebagai identitas negara, maka prangko-prangko diterbitkan dengan gambar kepala negara, raja atau tokoh terkenal suatu negara, kemudian memuat angka tahun atau harga nominal dengan hiasan seperlunya. Namun selain gambar tokoh atau kepala negara, prangko diterbitkan dengan gambar-gambar lain sebagai sarana promosi, peringatan atau lainnya.

Nama negara

sunting

Prangko memuat nama negara, ada yang memuat nama resmi negara baik dalam bahasa Inggris atau bahasa resmi negaranya, ada yang memuat dua bahasa seperti prangko Belgia, Kanada, Afrika Selatan, Srilanka dan Finlandia, bahkan ada yang mempergunakan 3 bahasa seperti Cyprus dan Israel. Swiss menggunakan nama latinnya "Helvetia".

Nama-nama negara ada juga yang disingkat sebagai contoh DDR (Jerman Timur), CCCP (Uni Sovyet), RSA (Afrika Selatan), UAR (Mesir), USA (Amerika Serikat) dan lain sebagainya. Di Indonesia, pada masa revolusi, prangko-prangko Hindia Belanda dan Jepang dicetak tindih dengan NRI.

Adakalanya prangko-prangko yang sama digunakan 2 atau 3 negara bersama-sama, sehingga nama negaranya dicantumkan bersama seperti Rhodesia-Nyassa dan Kenya-Uganda-Tanganyika.

Satu-satunya negara tanpa menuliskan nama negaranya pada prangko adalah Inggris. karena dianggap pelopor penerbitan prangko di dunia dimana prangko resmi pertama di dunia berasal dari Inggris (Richard Yani Susilo, Mengenal Filateli di Indonesia).

Dari teks yang terdapat pada prangko dapat diketahui bahwa beberapa prangko tertentu diterbitkan untuk keperluan khusus misalnya prangko dengan teks "pos Udara", "dinas", dan lain lain.

Pemberian warna pada prangko bertujuan untuk membedakan jenis maupun harga prangko. Selain itu, variasi warna pada prangko bertujuan untuk menarik perhatian konsumen.

Tanda air

sunting

Tanda air atau watermark adalah identitas yang diberikan oleh pembuat kertas berharga seperti uang, prangko atau sertifikat. Watermark adalah gambar yang khusus dilihat bila kertas tersebut dibentangkan cahaya atau detektor khusus, hal ini digunakan untuk menghindari pemalsuan.

Prangko yang dikeluarkan oleh persemakmuran Inggris bertanda air "mahkota" yang bentuknya berlainan dan memakai huruf CC (Crown Colony) atau CA (Crown Agency). Prangko-prangko Jepang bertanda air garis-garis gelombang dan prangko Belanda bertanda air lingkara-lingkaran kecil, Jerman menggunakan garis-garis silang. Selain itu, gambar lambang negara juga diguanakan sebagai tanda air prangko. Prangko Republik Indonesia tidak bertanda air, hanya seri porto 1950 cetak tindih pada prangko Ned. Indie (Nederland Indie atau Hindia Belanda) bertanda air C of A karena prangko tersebut dicetak di Australia dengan kertas prangko negara tersebut yang bertanda air Cof A (Commonwealth of Australia).

Prangko-prangko pada zaman revolusi Indonesia ada yang dicetak pada kertas bertanda air "Padalarang" atau "Made in USA" (1949).

Perforasi

sunting

Perforasi merupakan baris lubang-lubang di antara deretan prangko dalam lembaran, diadakan dengan maksud agar prangko-prangko tersebut mudah disobek. Preforasi yang disobek merupakan "gigi-gigi" pada prangko.

Perforasi pada prangko diberlakukan oleh Archer di Inggris pada tahun 1864, sebelumnya prangko diterbitkan tanpa perforasi sehingga untuk menggunakan, prangko tersebut perlu digunting dari lembarannya. Prangko tanpa perforasi memiliki harga yang lebih mahal daripada prangko dengan jenis yang sama yang diterbitkan tanpa gigi.

Perforasi ada 3 macam:

  • Perforasi baris
  • Perforasi sisir
  • Perforasi blok

Perforasi sendiri tidakhanya berbentuk lubang, tetapi dapat berbentuk:

  • Tusuk jarum (pin perporation)
  • Tusuk pisau (roulette)

Cetak tindih

sunting

Prangko yang sudah beredar kemudian diberi tanda cetakan lagi disebut cetak tindih. Kadang-kadang tambahan cetakan ini dilakukan dengan mesin cetak yang sederhana yang dapat menimbulkan bermacam-macam perbedaan, penyimpangan dan kesalahan. Adapula yang hurufnya rusak (cetak tindih UNTEA 1962) . Adapula yang dilakukan dengan cap tangan/cap karet (Pendudukan Jepang dan masa Revolusi Indonesia). Prangko-prangko yang diberi cetak tindih berjumlah lebih sedikit daripada prangko aslinya, sehingga nilainya menjadi lebih tinggi dan menjadi incaran kolektor, dengan cetak tindih yang ada, para kolektor dapat memahami peristiwa sejarah yang dialami suatu negara atau wilayah. Umumnya, cetaktindih dilakukan secara darurat atau lokal oleh kantor pos setempat.

Perubahan harga nominal yang mendadak

sunting

Biasanya bila terjadi perubahan tarif pos untuk menghabiskan persediaan lama yang masih banyak. Sebagai contoh pada Desember 1965 prangko Indonesia dibubuhi cetak tindih "sen" menggantikan "rupiah" berhubung revaluasi mata uang rupiah. Pada masa revolusi, prangko di Sumatra banyak sekali prangko yang harga nominalnya diberi tindihan.

Digunakan untuk daerah tertentu

sunting

Sebagai contoh prangko "RIAU" (1954-1960) dan "IRIAN BARAT" (1963-1970) yang masing masing memakai mata uang Str $ (Strait Dollar) dan Gulden.

Keperluan khusus

sunting

Prangko-prangko tersebut dicetak untuk keperluan khusus dimana tidak sempat diterbitkan prangkonya, sebagai contoh prangko Seri Bencana Alam (1953) dan 1961, cetak tindih "Pos Udara" pada prangko Sumatra dan cetak tindih "Resmi" pada serti Cetakan Wina.

Perubahan nama negara

sunting

Pada pergantian kekuasaan dari tangan Belanda ke tangan Jepang (1942) prangko Hindia Belanda dibubuhi cetaktindih Jepang, ada yang dilakukan secara setempat atau darurat dan ada pula yang dilakukan secara mekanis di kota-kota besar. Jenisnya banyak sekali. Di Indonesia Timur oleh Angkatan Laut (Kaigun) dan di Jawa dan Sumatra oleh Angkatan Darat (Rikugun).

Pada tahun 1945 cetak tindih "R.I.", "N.R.I.", "Rep. Indonesia", "Republik Indonesia" diterakan pada:

  • Prangko Hindia (Nederl. Indie)
  • Prangko Hindia Blanda yang sudah dibubuhi cetaktindih oleh Jepang;
  • Prangko yang diterbitkan oleh Jepang sendiri.

Cetak tindih sebagai peringatan

sunting

Prangko Cetakan Wina antara lain dibubuhi cetak tindih:

  • "Merdeka Djokjakarta 6 Djuli 1949"
  • "Republik Indonesia Serikat 27 Des. 1949"

Peralihan pemerintah

sunting

Di Irian Jaya (Papua), prangko "Nederl. Nieuw Guinea" selama pemerintahan peralihan oleh PBB dibubuhi cetak tindih UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority) yang berlaku mulai Oktober 1962 sampai Maret 1963. Cetak tindih tersebut dilakukan di Holandia (Jayapura) dan di Haarlem (Nederland).

Cetak tindih di dalam dunia filateli dikenal 2 macam istilah yaitu

Surcharge
sunting

Cetak tindih yang dibubuhi akan berakibat pada perubahan harga pada prangko aslinya.

Overprint
sunting

Yakni, jika cetak tindih hanya dimaksudkan untuk mengubah nama negara untuk peringatan dan sebagainya yang tidak ada kaitannya dengan perubahan harga.

Rujukan

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g "Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 21 Tahun 2012 tanggal 5 Juli 2012". jdih.kominfo.go.id. 5 Juli 2012. Diakses tanggal 4 Agustus 2020. 
  2. ^ a b Mahpudi (Jilid 1) 2014, hlm. 30 - 31.
  3. ^ Mahpudi (Jilid 1) 2014, hlm. 3 - 9.
  4. ^ a b c d e f Mahpudi (Jilid 1) 2014, hlm. 41 - 44.

Daftar pustaka

sunting

Lihat pula

sunting

Pranala luar

sunting
  NODES
admin 6