Pulau koral atau pulau karang adalah jenis pulau yang terbentuk dari detritus koral dan bahan organik lainnya yang terkait.[1] Pulau koral dapat dijumpai di daerah tropis dan sub-tropis, biasanya sebagai bagian dari terumbu karang yang telah tumbuh menutupi area yang jauh lebih luas di bawah laut. Istilah “pulau rendah” (low island) dapat digunakan untuk membedakan pulau-pulau tersebut dari “pulau tinggi” (high island), yang terbentuk melalui peristiwa vulkanik.[2] Pulau-pulau rendah umumnya terbentuk sebagai hasil sedimentasi pada terumbu karang atau pengangkatan gugusan pulau-pulau koral.

Pulau koral di Maladewa

Ekosistem

sunting
 
Terumbu karang

Terumbu karang adalah salah satu ekosistem tertua di planet ini. Seiring waktu (dalam jangka waktu geologis yang lama), terumbu karang membentuk gugusan terumbu karang yang sangat besar yang tersusun dari batu kapur (limestone).[3] Habitat terumbu dapat menunjang lebih banyak spesies flora dan fauna akuatik dibandingkan habitat lainnya[4][5]. Terumbu karang juga sangat penting bagi kehidupan dalam berbagai aspek, beberapa di antaranya termasuk struktur, ekologi, dan daur nutrien yang semuanya mendukung keanekaragaman hayati di area terumbu karang.[6]

Terumbu karang dapat membentuk struktur kerangka berkapur (calcareous skeletons) yang berfungsi sebagai rumah bagi hewan seperti ikan yang bersembunyi di celah-celah terumbu dan teritip yang menempel langsung pada susunan terumbu.[7] Struktur ini juga membantu tumbuhan yang membutuhkan matahari untuk berfotosintesis dengan cara mengangkat tumbuhan ke permukaan laut di mana sinar matahari dapat menembus air.[7] Struktur kerangka berkapur ini juga menciptakan zona tenang di lautan yang menyediakan tempat bagi ikan dan spesies tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang.

Seiring waktu, terumbu karang dapat tumbuh hingga mencapai permukaan laut dan menjadi pulau koral, menjadi sebuah ekosistem yang baru bagi makhluk darat.[8]

Pembentukan

sunting
 
Proses pembentukan pulau koral. Dimulai dari munculnya gunung berapi, tumbuhnya terumbu karang di sekitar gunung berapi, amblasnya gunung berapi, dan terbentuknya atol.

Pulau koral awalnya terbentuk dari pulau vulkanik yang ada di atas titik panas (hot spot). Saat gunung berapi muncul dari laut, terumbu karang dapat tumbuh di pinggiran gunung berapi. Seiring waktu, gunung berapi bergerak menjauh dari titik panas melalui lempeng tektonik. Setelah hal ini terjadi, gunung berapi tidak dapat lagi menahan erosi gelombang dan mengalami penurunan permukaan tanah.[9]

Setelah pulau terendam, terumbu karang harus terus tumbuh untuk tetap berada di zona epipelagik. Hal ini menyebabkan karang tumbuh menjadi atol dengan laguna dangkal di tengahnya. Laguna tersebut mengalami penumpukan dan menciptakan sebuah pulau yang sepenuhnya terbuat dari material karbonat. Proses ini kemudian disempurnakan dengan sisa-sisa tumbuhan yang tumbuh di pulau tersebut.[9]

Penyebaran

sunting

Sebagian besar pulau koral berada di Samudra Pasifik. Akan tetapi, sebagian pulau koral juga dapat ditemukan di Samudra Atlantik dan Samudra Hindia. Pulau Jarvis, Baker, dan Howland yang termasuk ke dalam wilayah Amerika Serikat adalah contoh nyata dari pulau-pulau koral yang berada di Samudra Pasifik. Atol di Samudra Atlantik dapat ditemukan di Kepulauan San Andrés, Providencia, dan Santa Catalina di Kolombia. Wilayah persatuan Kepulauan Lakshadweep di India adalah sekelompok 39 pulau koral, bersama dengan beberapa pulau kecil di sekitarnya. Beberapa pulau di Kiribati juga dianggap sebagai pulau koral. Maladewa terdiri dari pulau-pulau koral. Pulau St. Martin adalah pulau koral seluas 8 km² (3,1 mil persegi) yang terletak di Bangladesh. Pulau-pulau koral juga dapat dijumpai di dekat Pattaya dan Ko Samui, Thailand.[10]

Referensi

sunting
  1. ^ "Coral island | Geology, Ecology & Formation | Britannica". www.britannica.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-03-10. 
  2. ^ Murphy, Raymond E. (1949). ""High" and "Low" Islands in the Eastern Carolines". Geographical Review. 39 (3): 425–439. doi:10.2307/210643. ISSN 0016-7428. 
  3. ^ US Department of Commerce, National Oceanic and Atmospheric Administration. "How Do Coral Reefs Form: Corals Tutorial". oceanservice.noaa.gov (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-03-10. 
  4. ^ Barnes, R. S. K.; Mann, K. H., ed. (1991). Fundamentals of aquatic ecology (edisi ke-2nd ed). Oxford [England] ; Boston: Blackwell Scientific Publications. ISBN 978-0-632-02983-9. 
  5. ^ "Effects of Habitat Complexity on Invertebrate Biodiversity | Fuchs | Immediate Science Ecology". web.archive.org. 2015-04-02. Diakses tanggal 2024-03-10. 
  6. ^ Maragos, J.E.; Crosby, M.P.; McManus, J.W. (1996). "Coral Reefs and Biodiversity: A Critical and Threatened Relationship". Oceanography. 9 (1): 83–99. ISSN 1042-8275. 
  7. ^ a b Goreau, Thomas F. Goreau, Nora I. Goreau, Thomas J. (1979-08-01). "Corals and Coral Reefs". Scientific American (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-03-10. 
  8. ^ Austin, Heather; Edd, Amelia (2009-09). "Island Formation". Science Activities: Classroom Projects and Curriculum Ideas (dalam bahasa Inggris). 46 (3): 15–19. doi:10.3200/SATS.46.3.15-19. ISSN 0036-8121. 
  9. ^ a b Erickson, Jon; Erickson, Jon (2003). Marine geology: exploring the new frontiers of the ocean. The living earth (edisi ke-Rev. ed). New York: Facts On File. ISBN 978-0-8160-4874-8. 
  10. ^ Andréfouët, Serge; Guzman, Hector M. (2005-03-01). "Coral reef distribution, status and geomorphology–biodiversity relationship in Kuna Yala (San Blas) archipelago, Caribbean Panama". Coral Reefs (dalam bahasa Inggris). 24 (1): 31–42. doi:10.1007/s00338-004-0444-4. ISSN 1432-0975. 
  NODES
admin 1
Idea 1
idea 1
Project 1