Serf
Sebahagian kandungan di laman rencana ini menggunakan istilah atau struktur ayat yang terlalu menyebelahi gaya bahasa negara tertentu hasil penggunaan semula kandungan sumber tanpa pengubahsuaian. Anda diminta mengolah semula gaya bahasa rencana ini supaya penggunaan istilah di rencana ini seimbang, selaras serta mudah difahami secara umum dalam kalangan pengguna-pengguna bahasa Melayu yang lain menggunakan laman Istilah MABBIM kelolaan Dewan Bahasa dan Pustaka. Silalah membantu. Kata nama khas dan petikan media tertentu (seperti daripada akhbar-akhbar atau dokumen rasmi) perlu dikekalkan untuk tujuan rujukan. Sumber perkamusan dari Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia juga disediakan. Anda boleh rujuk: Laman Perbincangannya • Dasar dan Garis Panduan Wikipedia • Manual Menyunting |
Serf merujuk kepada individu yang diperhambakan bekerja cucuk tanam oleh pembesar-pembesar feudal tertentu di Eropah pada zaman dahulu, terutamanya semasa zaman Pertengahan. Hamba-hamba ini bekerja di ladang, lombong atau hutan persendirian milik tuan tanah lalu tuan tanah memberikan perlindungan, keadilan, dan hak mengelola sebahagian ladang milik tuan tanah untuk saraan hidup mereka sendiri sebagai balasan.
Kedudukan golongan ini berada di antara orang merdeka dan hamba abdi.
Kedudukan dan tugas
suntingBudak tani (serf) memiliki kedudukan tersendiri dalam masyarakat feudal. Atas perlindungan yang telah diberikan, budak tani akan tinggal dan bekerja di ladang milik tuan tanah. Dalam hal ini, tuan tanah berperanan sebagai apa yang disebut dengan manor (bandingkan perkataan 'mandor'). Prinsipnya adalah "serf bekerja untuk semua, kesatria dan baron bertarung untuk semua, dan agamawan berdoa untuk semua." Walaupun kedudukannya yang rendah, serf masih memiliki beberapa hak tertentu terkait ladang dan hak kepemilikan tertentu, berbeza dengan hamba abdi.
Tuan tanah tidak dapat menjual budak taninya secara perorangan sebagaimana bangsa Romawi menjual budak-budak mereka. Namun budak tani dapat dijual apabila ladang tempatnya bekerja dijual sang tuan kepada pemilik baru kerana keberadaan mereka terikat dengan tanah tersebut.
Budak tani biasanya membayar cukai dalam bentuk tenaga kerja musiman. Biasanya sebahagian dari pekan itu diperuntukkan untuk bekerja di ladang yang diperuntukkan secara peribadi untuk tuan tanah, menuai tanaman, menggali parit, atau bekerja di rumah manor (kediaman tuan tanah). Sisa waktu para budak tani dapat digunakan untuk merawat ladang, tanaman, dan ternaknya sendiri untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Pekerjaan-pekerjaan ini biasanya dipisahkan antara jenis kelamin. Namun saat tuaian, semua anggota keluarga diharapkan dapat bekerja di ladang.
Kesulitan utama menjadi budak tani adalah dia harus mengutamakan pekerjaan untuk tuannya daripada mengurus ladangnya sendiri. Sebagai ganti kerana telah bekerja di ladang tuan tanah, budak tani dapat diberi beberapa hak tertentu, seperti mengumpulkan kayu mati dari hutan tuan mereka.
Selain itu, budak tani juga harus membayar cukai dan ufti. Cukai didasarkan atas nilai dari tanah dan kepemilikan budak tani, sedangkan ufti biasanya dibayarkan dalam bentuk hasil pertanian. Hasil gandum terbaik dari ladang budak tani biasanya diperuntukkan untuk tuan tanah. Pada umumnya, berburu dalam kawasan tuan tanah tidak diperkenankan. Apabila wanita dari keluarga budak tani hendak menikahi laki-laki yang tinggal di luar wilayah sang manor, dia harus membayar ufti kepada tuannya sebagai ganti atas berkurangnya jumlah pekerja. Apabila terjadi peperangan dan tuan tanah kalah, nasib para budak tani menjadi sangat tidak menentu, sehingga para serf akan selalu mendukung tuannya demi keberlangsungan hidup mereka sendiri juga.
Hak yang diberikan
suntingWalaupun memiliki banyak batasan, budak tani juga memiliki beberapa hak dan kebebasan, meski dalam pepatah dikatakan bahawa kebebasan itu hanya terkait "masalah perutnya". Budak tani dapat memiliki sejumlah hak milik dan kekayaan. Budak tani juga dapat menanam apa saja yang dirasa cocok untuk ladangnya, walaupun cukai seringnya dibayarkan dengan gandum. Selisih kelebihan cukai dan jumlah tuaian dapat dijual di pasar.
Tuan tanah tidak boleh mengusir para budak taninya tanpa alasan hukum, dan bahkan seharusnya dia bertanggungjawab untuk melindungi para budak taninya dari perampokan dan gangguan tuan tanah, juga diharapkan dapat memberikan bantuan amal pada masa-masa kelaparan.
Pengerahan
suntingSeorang yang merdeka dapat menjadi budak tani kerana paksaan atau kebutuhan. Kekuatan tuan tanah yang besar dapat mengguncang para petani mandiri untuk tunduk di bawah kendalinya. Gagal tuaian, perang, dan bahaya perampokan dapat berisiko seorang petani mandiri tidak dapat bertahan hidup sendiri, sehingga dia meminta perlindungan dari tuan tanah dan dia menjadi budak taninya sebagai balasan. Proses tawar-menawar ini diadakan dalam sebuah acara khusus dan di sana, tangan tuan tanah diletakkan di kepala budak tani yang kemudian menyatakan sumpah setia.[1]
Sumpah setia atas kesediaan untuk menjadi budak tani tidak hanya mengikat dirinya saja, tetapi juga keturunannya. Anak kepada orang tua budak tani secara automatik akan menjadi budak tani pula.
Lihat pula
suntingRujukan
sunting- ^ Marc Bloch, Feudal Society: The Growth of the Ties of Dependence.
Bacaan lanjut
sunting- Backman, Clifford R. The Worlds of Medieval Europe Oxford University Press, 2003.
- Blum, Jerome. The End of the Old Order in Rural Europe (Princeton UP, 1978)
- Coulborn, Rushton, ed. Feudalism in History. Princeton University Press, 1956.
- Bonnassie, Pierre. From Slavery to Feudalism in South-Western Europe Cambridge University Press, 1991 excerpt and text search
- Freedman, Paul, and Monique Bourin, eds. Forms of Servitude in Northern and Central Europe. Decline, Resistance and Expansion Brepols, 2005.
- Frantzen, Allen J., and Douglas Moffat, eds. The World of Work: Servitude, Slavery and Labor in Medieval England. Glasgow: Cruithne P, 1994.
- Gorshkov, Boris B. "Serfdom: Eastern Europe" in Peter N. Stearns, ed, Encyclopedia of European Social History: from 1352–2000 (2001) volume 2 pp 379–88
- Hoch, Steven L. Serfdom and social control in Russia: Petrovskoe, a village in Tambov (1989)
- Kahan, Arcadius. "Notes on Serfdom in Western and Eastern Europe," Journal of Economic History March 1973 33:86–99 in JSTOR
- Kolchin, Peter. Unfree labor: American slavery and Russian serfdom (2009)
- Moon, David. The abolition of serfdom in Russia 1762–1907 (Longman, 2001)
- Scott, Tom, ed. The Peasantries of Europe (1998)
- Vadey, Liana. "Serfdom: Western Europe" in Peter N. Stearns, ed, Encyclopedia of European Social History: from 1352–2000 (2001) volume 2 pp 369–78
- White, Stephen D. Re-Thinking Kinship and Feudalism in Early Medieval Europe (2nd ed. Ashgate Variorum, 2000)
- Wirtschafter, Elise Kimerling. Russia's age of serfdom 1649–1861 (2008)
- Wright, William E. Serf, Seigneur, and Sovereign: Agrarian Reform in Eighteenth-century Bohemia (U of Minnesota Press, 1966).
- Wunder, Heide. "Serfdom in later medieval and early modern Germany" in T. H. Aston et al., Social Relations and Ideas: Essays in Honour of R. H. Hilton (Cambridge UP, 1983), 249–72